Mohon tunggu...
Grace Olivia
Grace Olivia Mohon Tunggu... -

Pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Negeri Zaal

9 Maret 2012   11:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:18 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mimpi hanyalah bunga tidur. Itu yang selalu kita dengar. Ada juga yang berpendapat bahwa mimpi sebenarnya adalah gambaran dari keinginan yang belum terwujud ataupun yang tidak akan pernah terwujud. Bagi sebagian orang, mimpi merupakan penggalan memori atau potongan-potongan kejadian yang bercerita. Itulah sebabnya mengapa banyak sekali orang yang suka menafsirkan mimpi-mimpi. Dan para penafsir mimpi itu menggunakan bermacam mediauntuk membuka tabir rahasiayang menyelubungi mimpi.

Tapi apa benar kita sudah dapat menelanjangi mimpi?

Yang aku tahu, bagi kita manusia, sebagai mahluk terpandai di bumi, mimpi masih merupakan sebuah misteri. Apakah kau tahu sebenarnya mimpi bukanlah sekedar bunga tidur? Mimpi - mimpi itu hidup! Bahkan mereka sering menertawakan kita, bila kita sibuk mengkaji makna-makna dibalik kehadirannya saat kita tidur.

Kalian tentu merasa heran, bagaimana aku bisa mengatakan hal-hal ini. Pasti kalian akan lebih heran lagi kalau aku mengatakan bahwa para mimpi ini tinggal di sebuah negeri bernama Negeri Zaal. Jangan merasa dirimu bodoh bila tidak mengetahui hal ini. Negeri Zaal memang jauh dari jangkauan imajinasi kita. Tak ada satupun ensiklopedi atau map terlengkap di mana kau bisa menemukan sedikit keterangan dan gambaran tentang Negeri Zaal ini. Tapi, bukan berarti kita tidak dapat berkunjung ke sana. Ada suatu rahasia kecil yang ingin kubagikan dengan kalian; Bila kita bisa bersahabat dengan peri-peri bunga yang sangat akrab dengan para mimpi, pasti suatu saat, kau dapat berkunjung ke Negeri Zaal. Sebulan sekali, menjelang bulan Purnama, peri-peri bunga akan menghadiri Lunalala[1]. Di saat itu kau dapat merayu dan meminta peri bunga untuk mengajakmu ke sana. Dan akupun pernah mendapatkan kesempatan itu.

Sama seperti kalian, pada awalnya aku juga tak pernah tahu jika para mimpi berdiam di Negeri Zaal dan tak pernah sekalipun aku ‘bermimpi’ akan mendapat kesempatan berkunjung ke Negeri Zaal bila aku tidak bertemu dengan Wirawika, peri cantik dengan sayap-sayap putih yang tinggal di kelopak mawar yang akar-akarnya merambat dan melingkar disetiap sudut dinding kamarku.

Kami saling mengenal ketika dengan tidak sengaja aku hampir merobek sayap putihnya sewaktu membersihkan ranting-ranting mawar. Kalau saja dia tidak berteriak sedemikian keras, sudah pasti sayap-sayapnya ikut sobek sewaktu kelopak mawar yang telah kering kutarik dari tangkai. Belum hilang rasa kagetku karena mendengar suara teriakan tanpa wujud, tiba-tiba saja sebuah kepala kecil muncul dari balik daun dan detik berikutnya seorang peri dengan gaun putihnya yang panjang dan sayap-sayap putih terbang berputar-putar disekitarku dengan sangat cepat seperti ratu lebah yang sedang marah. Aku bisa melihat garis bibirnya yang melengkung tajam, jelas itu bukan sebuah senyuman. Mata indahnya seakan-akan mau melahapku dengan satu suapan. Aku masih takjub dan tak bisa berbicara.

“Kau ceroboh! Hampir saja kau merobek sayapku.” Suaranya keras menerpa bagai halilintar. Dia punya suara yang keras bagi mahluk sekecil ini.

Aku kembali terkejut; setengah takut, setengah ingin tahu.

“Maaf, aku tak tahu bila dibalik kelopak kering itu adasayap-sayapmu.”

“Ceroboh!”suaranya terdengar lagi.

“Aku benar-benar tak tahu kalau ada mahluk kecil yang bersembunyi dibalik mawar-mawar merambatku.” Kali ini aku membela diri.

“Kami bukan mahluk-mahluk kecil yang tinggal dengan gratis di balik mawar yang kau pikir milikmu. Kami adalah peri bunga. Tanpa kami bunga-bunga ini tak dapat mekar. Kau tahu itu?” Kali ini suaranya benar-benar melengking tinggi. Takut kalau kegaduhan ini akan membangunkan seisi rumah, aku memilih untuk mengalah dan tidak beradu argumentasi.

“Ok, ok… aku Sisi pemilik rumah ini.Maksudku, anak pemilik rumah ini.” Aku mengulurkan tanganku.

“Wirawika, peri bunga.” Dia mengulurkan tangannya dan menyentuh ujung jariku. Wajahnya tak galak lagi.

“Mengapa pula kau membersihkan mawar-mawar ini di saat kami bangsa Peri beraktivitas? Bukankah saat ini seharusnya kau sudah terlelap dan dikunjungi para mimpi?” Dia masih saja terus memprotesku. Aku mengaku salah, karena memang saat itu bukanlah saat yang tepat untuk membersihkan mawar.

“Aku tak bisa tidur…” Kataku membuka rahasia

Dari marah Peri bersayap putih itu beralih menatapku.Entah tatapan apa itu; Iba? Jengkel? Aku tak bisa menerjemahkannya. Dia berhenti berputar-putar mengelilingku, berdiri di atas kusen jendela kamarku dan berkata,“Bila kau sering tak tidur, akan ada mimpi yang terpaksa harus tinggal di rumah dan tidak bekerja pada malam-malam kau terjaga.”

“Ah, mimpikan hanyalah bunga tidur.” Aku menjawab sekenanya.

“Dasar manusia! Sok tahu!” Suaranya terdengar tinggi lagi.

“Apa yang kami tak tahu?” Aku menantangnya.

“Banyak! Termasuk Negeri Zaal, di mana para mimpi itu tinggal.”

Aku tersenyum, senyuman yang membuat wajah cantiknyakembali ditekuk.

“Kau tak percaya?” katanya jengkel. Aku memberinya tatapan –Aku Tak Percaya Sebelum Melihat -.

Tiba-tiba saja Wirawika menghilang di balik rumpun-rumpun mawar, dan tak lama kemudian kembali dengan membawa dua botol yang sangat besar dibandingkan ukuran tubuhnya yang sangat mungil. Botol yang satu berisi cairan kuning yang bercahaya dalam kegelapan dan botol lainnya berisi cairan biru pekat. Dia menyodorkan botol yang berisi cairan kuning padaku dan meminta aku meminumnya. Rasa keingintahuanku lebih besar dari rasa apapun yang ada saat ini, termasuk rasa takut dan khawatir.Tanpa berpikir panjang aku langsung menegak seluruh isi botol tadi.Tiba-tiba saja tubuhku mengecil, makin kecil, dan dari punggungku muncul sepasang sayap putih.

“Kau adalah Peri bunga temporer. Cairan biru itu nantinya akan mengembalikanmu kewujud semula” Katanya lagi. Kini aku seukuran Wirawika dan dapat menatapnya dengan lebih jelas. Dia benar-benar super duper cantik. “Kita akan pergi ke pesta di Negeri Zaal, tempat para mimpi tinggal. Malam ini mereka menyelengarakan Lunalala. Dia terus berbicara tanpa memberikan aku kesempatan bertanya.“Tapi ingat, jangan pernah membuka identitasmu bila kita berada di Negeri Zaal. Karena manusia tidak pernah diijinkan untuk masuk ke sana.”

Aku mengangguk pasrah. Tanpa belajar, aku langsung bisa terbang. Kami terbang tinggi dan tinggi menembus lingkaran-lingkaran misty[2]

Setelah cukup lama terbang, akhirnya kami tiba di gerbang Negeri Zaal. Kota-kota di Negeri Zaal, seperti lazimnya sebuah kota yang kita lihat di negeri manusia, terdiri dari rumah-rumah dengan beragam warna dan bentuk. Café-café dengan tenda – tenda cantik ada di hampir setiap pojok jalan. Dan sebuah convention center dengan dinding berwarna – warni berdiri dengan megahnya di pusat Negeri Zaal.

“Itu tempat para mimpi berkumpul sebelum mengunjungi manusia dan tempat kita mengadakan pesta malam ini.” Jelas Wirawika sebelum aku sempat bertanya.

Dengan semangat yang melebihi besar tubuhnya Wirawika terbang seperti berlari menuju tempat pesta. Akupun dengan khawatir setengah jengkel mengepakkan sayapku lebih kencang. Tak ada waktu untuk protes!

Pintu masuk gedung convention center ditutup rapat oleh kabut biru yang bercahaya. Aku mencoba menyentuh kabut itu, keras dan dingin seperti es.

“Kita tidak bisa menembus kabut itu begitu saja.”Wirawika yang menangkap kebingungan di mataku segera menarikku kearahnya dan dengan suara lantang dia mulai bernyanyi. Ternyata suaranya sangat merdu.

Kami Peri Bunga, datang dengan damai

Membawa kegembiraan dalam pesta permai

Kami adalah sahabat para mimpi

Dengan siapa kami menjalin persahabatan abadi

Tiba-tiba saja kabut biru mulai bergerak, membentuk lingkaran lingkaran, hingga sebuah lorong terbentuk darinya. Diujung lorong ada sebuah pintu yang terbuka. Sebelum kami masuk, sebuah suara terdengar.

Pintu kami terbuka

Menerima dengan suka

Bagi sahabat-sahabat tercinta

Yang membawa sukacita

Begitu masuk ke ruangan pesta, aku terkagum-kagum. Ruangan besar ini sangat indah. Ribuan lampion-lampion kertas yang berisi kunang-kunang menghiasi setiap sudut dan memenuhi langit-langit ruangan. Segala jenis bunga yang datang bersama peri - peri bunga ada diseluruh ruangan. Dan, oh… aku benar-benar takjub begitu melihat para mimpi. Seperti halnya manusia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, mimpi - mimpi yang tinggal di Negeri Zaal juga ada dalam berbagai wujud, berbagai warna, berbagai ukuran. Bahkan diantara para mimpi, aku melihat diriku sendiri! Banyak juga yang berwujud orang-orang yang kukenal. Bukan itu saja, segala jenis hewan, matahari, bulan, bintang, padang rumput, gubuk di tengah sawah.. semua ada. Ada juga yang berbentuk menyeramkan.

“Itu, kumpulan mimpi buruk.” Wirawika menjelaskan. “Mereka baik, wujudnya saja yang menyeramkan.”

Tiba-tiba terdengar bunyi gemuruh tepukan meriah dan kepakkan ribuan sayap. Seluruh ruangan bergetar. Dengan refleks aku meraih tangan Wirawika. Tubuhku ikut bergetar seirama dengan getaran ruangan.

“Ada apa?” tanyaku dengan wajah yang pastinya terlihat bodoh.

“Ketua telah tiba… Raja Negeri Zaal tiba.” Wirawika berbisik.

Aku berusaha terbang lebih tinggi lagi. Penasaran ingin melihat Raja para mimpi. Dari kejauhan aku bisa melihat wajahnya yang sangat tampan, dengan mahkota emas di kepalanya. Aku tidak bisa memastikan entah dia itu berjalan atau melayang, karena jubah putihnya menutupi mata kaki. Seisi ruangan menyambut kedatangannya dengan sangat-sangat gembira.

Musikpun mengalun lembut dari sebuah ruyenphone[3].Raja Negeri Zaal mengajak semua untuk berdansa, tak harus menunggu lama, segera saja setiap inchi ruangan ini penuh dengan pasangan–pasangan dan kelompok-kelompok yang berdansa.

Tapi aku memilih untuk menikmati keramaian lantai dansa dari jauh. Kami duduk di pojok ruangan, disebuah sofa lembut yang menenggelamkan sebagian tubuh kami berdua. Wirawika duduk cemberut di sampingku, karena aku tak mau diajak berdansa Di depan kami terhidang beraneka nectar dari berbagai bunga, polen-polen segar dan beberapa hidangan lainnya yang tak sempat kutanyakan namanya. Aku terus mengenggam tangan Wirawika. Tak akan kubiarkan dia lepas. Karena, aku pasti akan sangat bingung mencari dirinya diantara ribuan peri yang wajahnya sama satu dengan yang lain.

Tepat di belakangku tiga mimpi sedang berdiskusi seru. Aku menajamkan telinga mencuri dengar pembicaraan mereka.

“Besokmalam aku harus mengunjungi Nies, dalam wujud Tirta. Aku baru saja survey dan dari hasil survey, aku tahu Nies sedang merindukan sahabat dekatnya.”Mimpi yang berwarna merah muda berujud gadis kecil membuka suara.

“Kalau aku ditugaskan untuk mengunjungi Ichie. Kemarin dia menyaksikan tabrakan, dan aku akan memutarkan kembali kejadian itu dalam tidurnya. Sebenarnya aku agak keberatan untuk memutar kembali kejadian itu. Kasihan Ichie, dia trauma melihat darah. Tapi itu yang sudah ditugaskan ketua padaku” Kata mimpi yang berwujud mobil hitam dengan totol-totol merah.

“Kamu bertugas mengunjungi siapa besok malam?” kembali mimpi yang berwujud mobil bertanya pada mimpi ketiga yang berwujud taman bunga.

“Aku akan mengunjungi Sisi, anak pemilik rumah yang penuh mawar merambat.” Jawabnya membuat telingaku bertambah tegak. Oh jadi ini mimpi yang akan ditugaskan menemuiku besok. Aku ingin tahu kisah yang akan dibawakannya dalam tidurku besok.

“Dia yang akan menemuiku besok.” Bisikku pada Wirawika yang masih tetap saja cemberut karena tak kuijinkan berdansa.

“Stttt…, jangan sampai penyamaranmu terbongkar!”

Aku segera menutup mulutku. Benar saja. Jangan sampai mereka tahu kalau aku sebenarnya adalah manusia dan bukan peri bunga yang sesungguhnya. Aku kembali mencuri dengar pembicaraan mereka.

“Minggu yang lalu aku mengunjungi Epay. Anak nakal yang suka memukuli kucing. Aku datang berwujud kucing besar yang ingin menerkamnya. Kasihan dia, sangat ketakutan sampai – sampai dia ngompol! Tapi sekarang Epay tak pernah mengganggu kucing lagi.” Ketiga mimpi itu tertawa terbahak-bahak.

Kemudian empat mimpi dengan wajah seram bergabung dengan mereka. Dan pembicaraan merekapun makin seru.

“Besok aku dan hitam akan mengunjungi Betty. Kami akan memerankan hantu-hantu yang dia percayai tinggal di belakang rumah neneknya.” Mimpi menyeramkan dengan warna putih merah bersuara.

“Ah, aku tak suka menakut-nakuti Betty, tapi kita hanya mengikuti kata ketua saja. Mungkin dengan begini, ketakutan Betty pada hantu – hantu hayalannya akan berkurang.” Si Hitam menimpali sambil menegak nectar.

“Oh, Betty yang itu? Aku juga pernah berkunjung kedalam tidurnya. Aku membuatnya berpikir, ada cinta yang akan menghampirinya.” Mimpi yang berwujud ular hitam besar tertawa kecil.

Percakapan mereka terus berlanjut. Aku mulai mabuk nectar.

Tiba-tiba Raja Negeri Zaal menghampiri tempat kami duduk. Mabukku segera hilang, juga wajah Wirawika yang cemberut jadi ceria. Dia sangat tampan. Wajahnya bersih dan dia mempunyai senyuman yang sangat manis. Apalagi matanya. Matanya indah dan menyiratkan ketulusan. Setiap dia bergerak, jubah putihnya menebarkan aroma yang sangat meneduhkan. “Ah… dia pasti selalu menjadi mimpi indah dalam tidur setiap manusia.” Pikirku.

“Ayo, kita berdansa.” Suara lembut sang raja membuat aku dan Wirawika sulit menolak ajakannya. Kamipun bergabung dengan peri yang lain, bunga-bunga dan para mimpi, menari, menyanyi dan terbang berputar-putar sampai sayapku rasanya lelah sekali.

Setelah hampir pagi, kami pulang. Dan tiba dengan selamat, tepat ketika lonceng Katedral di dekat rumah berdentang empat kali. Aku sangat mengatuktapi sebelum tidur aku menegak cairan dari botol biru yang diberikan Wirawika kepadaku. Aku tak ingin bundaku kena serangan jantung karena menemukan aku berwujud manusia kecil bersayap.

“Kini kau tahukan, bahwa mimpi bukanlah sekedar bunga tidur?” Wirawika memandangku dengan penuh selidik.

“Yah, aku percaya. Ternyata menjadi mimpi itu tidak mudah. Apalagi kalau harus menjadi mimpi buruk. Ternyata juga mimpi yang hadir dalam tidur kita, bukan datang tanpa skenario. Walaupun terkadang, improvisasi dibutuhkan.”

“Itu benar. Jadi kau mengakui bahwa sebagai mahluk terpandai di Bumi, masih banyak hal yang tidak manusia ketahui?” Wirawika terus berbicara.

Aku hanya bisa mengganguk tak sanggup berbicara lagi karena sangat mengatuk. Aku langsung menyelinap di bawah selimut yang rasanya 100 kali lebih besar dari biasanya. Mataku semakin berat dan berat dan berat…(Akankah mimpi mengunjungiku malam ini… mungkin tidak, karena mereka masih berpesta...tapi besok.. yah besok.. besok.. mimpi akan mengunjungiku.. semoga Raja Negeri Zaal akan mengunjungiku juga. Aku tak sabar ingin bertemu lagi dengannya..)

Tomohon, 18 Februari 2008

(Ketika kita berhenti bermimpi, harapanpun akan meninggalkan kita.)

⋘⋘⋘©©©⋙⋙⋙

[1]pesta menyambut bulan purnama yang diselengarakan oleh para mimpi (Grace O’Nelwan Dictionary)

[2] Kabut tebal yang membatasi dunia manusia dan Negeri Zaal (Grace O’Nelwan Dictionary)

[3] Semacam gramaphone yang hanya di jual di Negeri Zaal (Grace O’Nelwan Dictionary)

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun