Di RS tempat saya banting tulang praktek sekarang, sering kali saya baca (dan dengar) keluhan bahwa pasien merasa dijadikan bahan 'percobaan' atau praktek oleh ko-ass, atau bahasanya 'dokter baru belajar'. Dua istilah yang bikin kuping Saya panas. Tidak cuma co-ass, residen juga sering kali kena sambar keluhan.
Â
Tolong deh, coba penggunaan 'percobaan' dan 'dokter baru belajar' itu digeser ke konotasi yang lebih halus. Lebih suka dengar kata 'asisten rumah tangga' daripada 'pembantu', atau 'koki' daripada 'tukang masak' kan? Di atas sudah saya sebutkan istilah yang rasa-rasanya lebih halus dipakai.
Â
Galak amat yak.
Postingan saya ini sifatnya agak sentimentil, karena saya nilai semakin banyak yang tidak menghargai peran co-ass dan residen.
Pertama, co-ass. Saya juga pernah menjadi co-ass, setiap dokter pernah menjadi co-ass. Dengan menjadi co-ass lah selanjutnya kami percaya diri bekerja sebagai dokter. Kalau tidak ada co-ass, yakinlah maka akan terjadi dialog seperti ini:
Dokter A: "eh maaf, dulu saya nggak pernah co-ass sih. Jadi ini pertama kalinya saya praktekin nyuntik/jahit/ambil darah/...(silakan isi tindakan kedokteran yang anda suka). Gak papa ya?".
Pasien B: (hening)
Ketika seorang mahasiswa kedokteran menapaki jalan 'klinik' (dalam artian jadi co-ass), maka para mahasiswa ini diwajibkan sudah menyelesaikan tahapan prekliniknya. Jadi co-ass tersayang pun seharusnya sudah memahami bagaimana suatu gagal jantung bisa terjadi, bagaimana proses penutupan luka terjadi. Jadi bukan baru belajar juga, yah minimal proses terjadinya penyakit itu sudah ada dasarnya. Belajarnya nggak sehari-dua hari lho...masa preklinik zaman saya dulu sampai 3 tahun (yang sekarang Saya nggak tahu, soalnya kurikulumnya ganti)
Lalu istilah "percobaan",....