Mohon tunggu...
Gede Udiastama M
Gede Udiastama M Mohon Tunggu... Pegawai Hotel -

Pria yang menyukai kata kata: tiada hari tanpa belajar, semua orang adalah guru, semua tempat adalah ruang kelas. Bekerja sebagai Learning & Development Manager di sebuah hotel bintang lima di Bali

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Kebiasaan di Sosial Media Bisa Membentuk Generasi

17 April 2016   15:08 Diperbarui: 17 April 2016   18:10 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Sebagai pengguna sosmed, saya sering mengamati kebiasaan - kebiasaan yang para pengguna sosmed lakukan. Dalam kesempatan ini saya ingin membahas kebiasaan buruk. Setidaknya ada dua kebiasaan yang bisa berdampak buruk bagi generasi yang akan datang.

Pertama, kebiasaan memposting kemarahan. Banyak sekali yang membuat status dan marah - marah. Segala macam hinaan dan bahasa kasar terpangpang menjadi status mereka. Para anggota DPR adalah subject yang paling banyak dimarahin dan dihina. Pak Presiden dan barisan para mantan juga sering dapat omelan para pelaku sosmed.

Kedua, kebiasaan menghukum. Ketika ada orang yang dianggap bersalah, untuk menghukumnya, pelaku sosmed tinggal klik share. Contohnya, tentunya semua masih ingat kasus remaja yang posting foto mesumnya di facebook. Para netizen di FB beramai ramai share link-nya untuk memberikan hukuman moral pada pelaku.

Lain lagi di Bali, pernah ada beberapa kasus tentang orang yang menghina perayaan Hari Raya Nyepi. Wah, hancur, setelah mendapat hukuman moral di facebook, toko yang dicurigai milik pelaku yang beralamat di Jalan Kubu Anyar Kuta pun jadi hancur diamuk orang.

[caption caption="Toko hancur "dihukum" pengguna sosmed. Sumber: inilah.com"][/caption]

Dua kebiasaan buruk ini tampak sangat mudah sekali terjadi. Hanya karena sebuah gambar yang belum tentu asli, hinaan dan cacian diposting dan disebarkan. Begitu juga dengan berita - berita yang belum tentu adalah fakta, para netizen pemarah dan penghukum ini sangat cepat melakukan penghakiman seolah - olah mereka tahu persis apa yang sebenarnya terjadi. Jika terus dilakukan, hal ini akan terbawa - bawa ke kehidupan nyata. Saya khawatir hal ini akan mempengaruhi dan membentuk karakter generasi yang akan datang. 

Saya khawatir, dunia ini akan dipenuhi oleh generasi yang berkarakter pemarah dan penghukum. Salah sedikit marah, salah sedikit hukum. Kemarahan dan hukuman adalah kombinasi yang sangat berbahaya. Keduanya sangat berpotensi menimbulkan perselisihan atau permusuhan. Bahkan perang, pasti diawali oleh kemarahan.

Dalam sebuah buku berjudul Mini Habits, dijelaskan: Most part of your brain is stupid, ........., it recognizes and repeat patterns until told otherwise. Sebagian besar otak kita itu bodoh, dia mengenali dan terus mengulang - ulang pola sampai diberitahu sebaliknya. Bisa dikatakan, otak kita melakukan pengulangan - pengulangan yang nantinya menjadi kebiasaan (habit), namun sayangnya dia tidak cukup pintar untuk melakukan hal sebaliknya jika tidak diperintahkan.

Jadi, jika yang terjadi di sosial media adalah pengulangan - pengulangan tentang kemarahan dan hukuman, nantinya ini akan menjadi kebiasaan. Dan jika diteruskan, ini bisa diwariskan kepada generasi yang akan datang. Bayangkan jika kita memiliki generasi pemarah dan penghukum, tentunya permusuhan akan mudah sekali terjadi. Hal ini bisa menciptakan dunia yang penuh dengan "orang buta".

Mahatma Gandhi berkata an eye for an aye makes the whole world blind. Jika mata dibayar dengan mata, dunia ini akan penuh dengan orang buta. Jika nyawa dibayar dengan nyawa, tidakkah dunia akan penuh dengan mayat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun