"Lebih dari itu, integritas tidak hanya sebatas lip service pimpinan saja, tetapi lebih kepada kesadaran pribadi pimpinan untuk mulai membangun integritas dari dalam diri sendiri dan dibuktikan secara nyata kepada publik. Percuma saja meminta orang lain untuk berintegritas tinggi, tetapi kita sendiri tidak berintegritas".
Integritas (integrity) selalu menjadi jargon utama bagi semua institusi publik seantero negeri ini. Lemahnya integritas ditengarai sebagai salah satu penyebab rendahnya kepercayaan publik kepada pemerintah. Singkat kata, integritas menjadi harga mati yang wajib dimiliki oleh setiap aparatur negara dari atas sampai bawah, tidak memandang pangkat atau jabatan seseorang. Lebih dari itu, integritas tidak hanya sebatas lip service pimpinan saja, tetapi lebih kepada kesadaran pribadi pimpinan untuk mulai membangun integritas dari dalam diri sendiri dan dibuktikan secara nyata kepada publik. Percuma saja meminta orang lain untuk berintegritas tinggi, tetapi kita sendiri tidak berintegritas.
Integritas, Think = Say = Do
Integritas memang mudah diucapkan, namun terkadang sulit untuk dilaksanakan. Arvan Pradiansyah, penulis buku best seller “The 7 Laws of happiness”, dalam Bisnis Indonesia, 10 Oktober 2010, integritas melewati dua tahap yaitu tahap pertama integritas sebagai satunya kata dan perbuatan. Seseorang dikatakan memiliki integritas apabila, “Apa yang dikatakan = Apa yang dilakukan”.Tingkatan integritas yang lebih tinggi disebut sebagai integritas tahap kedua.
Pada tahap ini, integritas didefinisikan sebagai satunya pikiran dengan kata-kata atau “ Apa yang saya pikirkan = Apa yang saya katakan = Apa yang saya lakukan”. Integritas=think=say=do. Menjalankan tugas sesuai dengan janji dan sumpahjabatan yang telah diucapkan merupakan contoh mudah bagaimana seseorang menjalankan integritas dalam dirinya.
Integritas: Nyoman Minta
Tak perlu jauh-jauh mencari sejauh mana integritas seseorang dijalankan. Masih ingatkah Anda kejadian langka, Senin, 24 Oktober lalu, Pak Nyoman Minta seorang yang berprofesi sebagai tukang kebun di kawasan wisata Bali Tourism Development Corporation (BTDC) Nusa Dua, tiba –tiba masuk di depan panggung kehormatan menembus pengamanan ring 3 Pasukan Pengamanan Presiden(Paspampres) pada pembukaan ASEAN Fair 2011 di kawasan tersebut.
Mengenyampingkan faktor kesengajaan atau faktor ketidaktahuan serta pelanggaran aturan Protokoler Kepresidenan terhadap acara yang dihadiri Pak SBY tersebut, saya melihat sisi lain dari apa yang dilakukan beliau.
Di umur 65 tahunnya, dimana kalau kita melihat teman-teman seperjuangannya kemungkinan sudah memasuki masa pensiun. Menikmati hari tua bersama istri dan cucu-cucunya.Dimasa tuanya itu, Beliau masih bekerja keras, menepati janji dan melaksanakan apa yang menjadi tugas sesuai dengan profesionalisme sebagai seorang tukang kebun.
Beliau harus menepati janjinya pada tanaman, bahwa jika hari itu Beliau tidak menyiangi tanaman atau rumput liar itu, taman itu tidak akan terlihat indah lagi dan tidak ada bedanya dengan semak belukar. Jika hari itu Beliau tidak datang bekerja, tanaman yang seharusnya disiram, akan layu dan akhirnya mati. Setidaknya, pada hari itu kebun-kebun akan tampak indah dipandang, apa lagi yang datang adalah seorang Bapak Presiden.
Sekali lagi Beliau menepati janjinya pada tanaman dan tanggung jawab pada bosnya.Beliau harus bekerja pada hari itu walaupun harus melewati tiga ring pengamaman presiden. Hanya integritas pribadi dan ketulusan hatilah yang bisa menembusnya.
Refleksi Bagi Para pemimpin
Kehadiran Pak Nyoman Minta ditengah-tengah panggung Pak Presiden, seharusnya menjadi refleksi bagi para pemimpin di negeri ini. Tak saja bagi pemimpin, dalam kasus tersebut, pelajaran tersebut berlaku juga pada para anggota Pasukan Pengamanan presiden.
“Nyolongnya” Pak Nyoman Minta ke depan panggung menjadi pelajaran berharga bagi mereka agar lebih waspada lagi. Komandan Pasukan Pengaman Presiden, Mayor Jenderal Agus Sutomo mengakui adanya kelengahan petugas jaga dalam acara tersebut. "Kemarin itu ancaman pasif karena beliau (Nyoman Minta) murni tidak tahu," tambah Agus (vivanews.com,25/10/2011).
Kelalaian dan tidak konsistennya petugas dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab tersebut, menyebabkan pengamanan bisa ditembus. Dan semua itu adalah berujung dari lemahnya integritas. Bagaimana kalau yang “nyelonong” adalah seorang teroris yang menyamar sebagai tukang kebun? Maka habislah sudah...
Integritas sesungguhnya merupakan sebuah keniscayaan bagi setiap profesional. Ketika kita melakukan apa yang kita janjikan, maka kita akan meraih kepercayaan (trust). Namun, bila kita mengabaikannya, hal itu akan mengecewakan orang lain dan menimbulkan ketidakpercayaan (Arvan Pradiansyah, Bisnis Indonesia, 10 Oktober 2010).
Tidak hanya itu, momen itu wajib menjadi bahan perenungan bagi para pemimpin di negeri ini. Integritas tidak hanya bagi anak buah saja, pemimpin dalam hal ini harus memegang teguh integritas dirinya. Pemimpin tidak hanya bicara, tetapi juga harus berbuat. Pemimpin harus menepati janji yang telah diucapkannya di depan rakyat dan anak buahnya.
Jika pemimpin mengatakan ingin memberantas korupsi dan menangkap para perampok uang negara tersebut, makapemimpin seyogyanya segera diwujudkan dengan perbuatan nyata. Memerintahkan para penegak hukum menyelidiki, menangkap dan mengadili perampok itu. Penegakan korupsi harus jalan terus walaupun ada tekanan politis yang membuat pemberantasan korupsi melewati jalan terjal. Kasus-kasus korupsi banyak yang terlunta-lunta dan tak jelas penyelesaiannya. Sama halnya dengan Pak Nyoman Minta, dibenaknya tugas memelihara kebun hari itu harus jalan terus, sekalipun ada pejabat tinggi.
Mengutip kata ekonom Warren Bennis, dalam buku berjudul On Becoming a Leader, Harian Kompas , 27 Oktober 2011, “Manager are peope who do things right, while leaders are people who do the right thing”. Seorang pemimpin bukan orang suruhan, yang melakukan sesuatu dengan baik. Tak diminta pun pemimpin melakukan hal yang baik.
Lebih jauh lagi, untuk membangun integritas bangsa secara keseluruhan, diperlukan teladan daripemimpin untuk menjalankan integritas pemerintahan. Jika pemimpin sudah tidak berintegritas lagi, mustahil mewujudkan bawahan yang berintegritas.
Sarlito Wirawan Sarwono, Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia, mengatakan bahwa masyarakat di Jakarta mulai terbiasa hidup tanpa norma atau anomi. Hal ini terjadi karena mereka semakin berani melawan hukum dan aparat penegaknya dan menganggap penegak hukum merupakan bagian dari persoalan bangsa sehingga mereka tidak lagi disegani dan dipatuhi. Sehingga diharapkan pemimpin negara dan penegak hukum bisa memberi contoh bagaimana berprilaku sesuai dengan ketentuan hukum dan bisa hidup tanpa melanggar hukum (Kompas, 31/10/2011).
Kunci integritas pemimpin adalah keteladanan, tanpa keteladanan jalan terjal integritas semakin menganga…
Terimakasih pak Nyoman, kita sangat beruntung, karena yang lewat hanya Bapak...
Oleh:
Gede Suarnaya
Photo Credit: www.samudiosartstudio.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H