Mohon tunggu...
G.B. Suprayoga
G.B. Suprayoga Mohon Tunggu... Ilmuwan - A PhD in spatial and transport planning; an engineer in highway construction; interested in enhancing sustainable road transport; cycling to work daily

Writing for learning and exploring

Selanjutnya

Tutup

Politik

Keagamaan, Visi Misi, dan Pembangunan Daerah

18 Maret 2018   17:40 Diperbarui: 18 Maret 2018   17:48 1500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam survei yang dilakukan oleh Gallup International, Indonesia merupakan salah satu negara yang 99% dari total penduduknya mengidentifikasi diri mereka sebagai religius. Survei menempatkan Indonesia berada pada urutan negara-negara paling religius bersama dengan Bangladesh, Ghana, dan Pakistan. Dalam survei, 100% penduduk mereka menyatakan kepercayaan atas keberadaan Tuhan. Indonesia pun menempati tingkat tertinggi, meskipun keyakinan (agama) yang dianut tergolong beragam. Terlepas teknik sampling dan survei (jenis pertanyaan, teknik pengumpulan data) yang dilakukan, sangat menarik untuk menarik benang merah atas hasil survei Gallup International dengan pemilihan kepala daerah (pilkada).

Untuk masa pilkada dalam waktu dekat ini, penggunaan simbol-simbol keagamaan sangat kentara dalam kampanye dan debat. Simbol tersebut diartikulasikan dalam berbagai pilihan frase dan kata dalam pernyataan visi dan misi, contohnya: "berbasis nilai agama", "beriman" "bertakwa", dan "membangun manusia agamis". Nampaknya, memang ada upaya yang sadar dari para calon untuk menggaet minat kelompok pemilih yang mengidentifikan diri sebagai religius (meskipun para kandidat belum tentu tahu tentang hasil survei di atas). Visi dan misi yang langsung menyentuh masyarakat umum, seperti infrastruktur dan lapangan kerja, pun ditempatkan bersaingan dengan unsur-unsur keagamaan ini.

Namun, seberapa efektif penyampaian misi tersebut untuk menggaet para pemilih? Perlu disadari, pilkada lebih dari sekedar persoalan untuk memaksimalkan kepentingan dengan mencari kandidat yang paling mewakili kepentingan para pemilih. Pasangan calon bisa dipilih karena banyak faktor, salah satunya adalah unsur emosional. Pilihan karena seorang calon lebih religius dibandingkan yang lainnya merupakan salah satu unsur tersebut. Selain kata-kata sebagai simbol, pemakaian atribut tertentu oleh kandidat sering ditunjukkan pada saat tampil di hadapan khalayak. Harapannya, calon pemilih bisa disentuh secara emosional karena identifikasi terhadap simbol-simbol keagamaan.

Pertanyaan selanjutnya adalah: seberapa efektif visi dan misi (keagamaan ini) dalam capaian pembangunan daerah? Ketika salah satu kandidat akhirnya terpilih, visi dan misi mereka dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Dalam RPJMD, visi dan misi yang sudah dijanjikan dirumuskan ke dalam rencana program, berikut dengan ukuran keberhasilannya.

Menurut saya, ada beberapa hal yang perlu dicermati dalam menerjemahkan visi misi ke dalam dokumen pembangunan. Pertama, program yang terkait harus bisa dibuat lebih "bunyi", sehingga hubungannya dengan visi dan misi menjadi lebih jelas, jangan sampai dikemas dalam program yang kurang relevan. Religiositas pun bisa berarti banyak ketika menjadi program, seperti pendirian rumah ibadah dan sekolah-sekolah berbasis agama, atau yang lainnya, tetapi perlu ditegaskan dengan maksud yang tepat ketika visi dan misi dirumuskan. Kedua, ada ketidakjelasan untuk menempatkan unsur keagamaan sebagai "tujuan" atau "alat". Kemungkinannya, ia lebih tepat sebagai cara atau "alat" untuk mencapai tujuan pembangunan. Ketiga, keberhasilan program terkait kemudian direfleksikan dengan (ukuran) indikator capaian. Keagamaan memiliki dimensi yang sulit diukur, sehingga pemilihan indikator akan sangat menantang, apabila tidak menjadi arbiter atau "suka-suka".

Dengan karakter penduduk yang religius, visi misi para kandidat dalam pilkada memperlihatkan ada upaya untuk menyentuh emosional para pemilih dengan karakter tersebut. Sayang sekali jika hal tersebut hanya dipandang sebagai strategiuntuk memenangi pilkada, daripada sebagai substansi yang perlu diperjuangkan untuk mencapai kesejahteraan rakyat di daerah. Para pemilih pun sebaiknya tidak melihat sebagai perlombaan siapa yang paling religius, melainkan agar lebih kritis untuk menilai kemungkinan visi dan misi diwujudkan dalam program pembangunan yang konkret.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun