Hari Raya Galungan dirayakan pada hari Budha Kliwon Dungulan sebagai hari kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan). Berdasarkan informasi resmi dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Hari Raya Galungan yang merupakan hari raya besar bagi Umat Hindu diperingati setiap 210 hari berdasarkan perhitungan pawukon yakni jatuh pada hari Rabu pancawara Kliwon, wuku Dungulan. Makna dari Hari Raya Galungan yaitu dalam rangka memperingati kemenangan Dharma melawan Adharma. Selain itu Hari Raya Galungan juga dapat berarti atau bermakna sebuah bentuk keheningan atas kemakmuran dan kesejahteraan yang dilimpahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) dan dapat juga berarti tangga menuju kehidupan yang lebih bersih. Harapannya pada perayaan Hari Raya Galungan ini, pikiran yang suci dan bersih dapat menghilangkan semua pengaruh yang membawa dampak negatif pada kehidupa umat Hindu Di Bali.
Dalam perayaan Hari Raya Galungan, Umat Hindu di Bali merayakan hari suci ini dengan semarak, mulai dari umat Hindu pria dan Wanita baik orang dewasa, anak kecil, hingga orang lanjut usia, yang di mana di hari h mereka semua akan pergi sembahyang di merajan atau pura dengan mengenakan baju adat berupa kebaya yang didominasi warna putih dan kuning.
Perlu dketahui juga dalam perayaan Hari Raya Galungan identik dengan yang namanya penjor yang dipasang di tepi jalan, menghiasi jalan raya. Penjor merupakan bambu yang dihias sedemikian rupa sesuai tradisi masyarakat Bali setempat, penjor memiliki makna simbol dari Naga Basuki yang berarti kesejahteraan dan kemakmuran, selain itu bagi umat Hindu di Bali penjor merupakan simbol gunung yang dianggap suci. Penjor yang terpasang di tepi jalan merupakan haturan ke hadapan Bhatara Mahadewa.
Perayaan hari Raya Galungan tidaklah langsung pada hari h saja, tetapi terdapat sejumlah rangkaian kegiatan yang memiliki makna masing-masing, berikut rangkaian Hari Raya Galungan:
a.Tumpek Wariga. Hari ray aini jatuh pada 25 hari sebelum Galungan. Pada hari Tumpek Wariga Ista Dewata yang dipuja adalah Sang Hyang Sangkara sebagai Dewa Kemakmuran dan Keselamatan Tumbuh-tumbuhan, yag mana masyarakat untuk merayakan hari raya tersebut dengan menghaturkan banten (sesaji) yang berupa bubuh (bubur) sumsum yang berwarna, seperti bubuh putih untuk umbi-umbian, bubuh bang untuk padang-padangan, bubuh gadang untuk bangsa pohon yang berkembangbiak secara generatif, bubuh kuning untuk bangsa pohon yang berkembangbiak secara vegetatif. Selain itu perludiketahui bahwa, pada hari Tumpek Wariga semua pepohonan akan disirami air suci yang dimohonkan di sebuah Pura dan diberi sesaji berupa bubuh tadi disertai canang pesucian, sesayut tanem tuwuh dan diisi sasat. Kemudian pemilik pohon akan menggetok atau mengelus batang pohon sambil berkata atau berdoa, yang secara umum berupa harapan si pemilik pohon agar nantinya pohon yang diupacarai dapat segera berbuah atau menghasilkan buah, sehingga dapat digunakan untuk upacara hari raya Galungan.
b.Sugihan Jawa. Hari Raya ini merupakan hari sebagai pembersihan serta penyucian segala sesuatu yang berada di luar diri manusia (Bhuana Agung). Dalam hari raya ini umat Hindu  melaksanakan upacara yang disebut Mererebu atau Mererebon, yang dilaksanakan dengan tujuan untuk menetralisir segala sesuatu yang negatif pada Bhuana Agung, yang mana disimbolkan dengan pembersihan Merajan dan Rumah. Sugihan Jawa dirayakan setiap hari Kamis Wage wuku Sungsang.
c.Sugihan Bali. Hari ray aini memiliki makna yaitu penyucian/pembersihan diri sendiri. Rangkaian hari raya ini adalah dengan cara mandi, melakukan pembersihan secara fisik, dan memohon Tirta Gocara kepada Sulinggih sebagai simbolis penyucian jiwa raga untuk menyongsong hari Galungan yang sudah semakin dekat. Sugihan Bali dirayakan setiap hari Jumat Kliwon wuku Sungsang.
d.Hari Penyekeban. Hari Penyekeban merupakan hari yang memiliki makna filosofis untuk "nyekeb indriya" yang berarti mengekang diri agar tidak melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan atau perilaku negatif oleh agama. Hari Penyekeban ini dirayakan setiap Minggu Pahing wuku Dungulan.
e.Hari Penyajan. Menurut kepercayaan Umat Hindu di Bali, pada hari raya ini umat akan digoda oleh Sang Bhuta Dungulan untuk menguji sejauh mana tingkat pengendalian diri umat Hindu untuk melangkah lebih dekat lagi menuju Galungan. Hari ini dirayakan setiap Senin Pon wuku Dungulan.
f.Hari Penampahan. Hari raya ini merupakan hari raya yang dilakukan sehari sebelum Galungan, tepatnya pada hari Selasa Wage wuku Dungulan. Pada hari ini umat akan disibukkan dengan pembuatan penjor sebagai ungkapan syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah yang diterima selama ini. Selain membuat penjor umat juga menyembelih babi yang dagingnya akan digunakan sebagai pelengkap upacara.
g.Hari Raya Galungan. Pada Hari Raya Galungan umat akan memulai upacara untuk Hari Raya Galungan. Dimulai dari persembahyangan di rumah masing-masing, hingga ke Pura sekitar lingkungan.
h.Hari Raya Umanis Galungan. Di hari umanis Galungan umat Hindu akan melaksanakan persembahyangan dan dilanjutkan dengan Dharma Santi dan saling mengunjungi sanak saudara atau tempat rekreasi. Di bberapa daerah di Bali anak-anak akan melakukan tradisi ngelawang pada hari ini. Ngelawang adalah sebuah tradisi, di mana anak-anak akan menarikan barong disertai gambelan dari pintu rumah penduduk satu ke yang lainnya (lawang ke lawang).
Setelah itu 10 ari setelah Hari Raya Galungan Umat Hindu di Bali juga akan menyambut Hari Raya Kuningan. Hari Raya Kuningan dirayakan oleh umat Hindu di Bali dengan cara memasang tamiang, kolem, dan endong. Tamiang adalah simbol senjata Dewa Wisnu karena menyerupai Cakra. Kolem adalah simbol senjata Dewa Mahadewa, sedangkan Endong adalah simbol kantong perbekalan yang dipakai oleh Para Dewata dan Leluhur saat berperang melawan adharma. Tamiang kolem dipasang pada semua palinggih, bale, dan pelangkiran, sedangkan endong dipasang hanya pada palinggih dan pelangkiran. Hal yang menjadi pembeda antara Har Raya Galungan dan Kuningan adalah, pada hari Raya Kuningann tumpeng pada banten yang biasanya berwarna putih diganti dengan tumpeng berwarna kuning yang dibuat dari nasi yang dicampur dengan kunyit yang telah dicacah dan direbus bersama minyak kelapa dan daun pandan harum. Adapun keunikan Hari Raya Kuningan selain penggunaan warna kuning adalah yaitu persembahyangan harus sudah selesai sebelum jam 12 siang, sebab persembahan dan persembahyangan setelah jam 12 siang hanya akan diterima Bhuta dan Kala karena para Dewata semuanya telah kembali ke Kahyangan. Adapun rangkaian hari raya sebelum tiba pada Hari Raya Kuingan yaitu
a.Ulihan. Pada hari ini Ulihan memiliki arti pulang atau kembali. Dalam konteks ini yang dimaksud adalah hari kembalinya para dewata-dewati atau leluhur ke kahyangan dengan meninggalkan berkat dan anugerah panjang umur. Hai raya ini diperingati setiap Minggu Wage wuku Kuningan.
b.Hari Pemacekan Agung. Makna dari hari raya ini adalah sebagai simbol keteguhan iman umat manusia atas segala godaan selama perayaan hari Galungan. Hari Raya ini dirayakan pada Senin Kliwon wuku Kuningan.
c.Hari Kuningan. Seperi pada penjelasan di atas, Hari Raya Kuningan dirayakan oleh umat Hindu di Bali dengan cara memasang tamiang, kolem, dan endong. Tamiang adalah simbol senjata Dewa Wisnu karena menyerupai Cakra. Kolem adalah simbol senjata Dewa Mahadewa, sedangkan Endong adalah simbol kantong perbekalan yang dipakai oleh Para Dewata dan Leluhur saat berperang melawan adharma. Tamiang kolem dipasang pada semua palinggih, bale, dan pelangkiran, sedangkan endong dipasang hanya pada palinggih dan pelangkiran. Hal yang menjadi pembeda antara Har Raya Galungan dan Kuningan adalah, pada hari Raya Kuningann tumpeng pada banten yang biasanya berwarna putih diganti dengan tumpeng berwarna kuning yang dibuat dari nasi yang dicampur dengan kunyit yang telah dicacah dan direbus bersama minyak kelapa dan daun pandan harum. Adapun keunikan Hari Raya Kuningan selain penggunaan warna kuning adalah yaitu persembahyangan harus sudah selesai sebelum jam 12 siang, sebab persembahan dan persembahyangan setelah jam 12 siang hanya akan diterima Bhuta dan Kala karena para Dewata semuanya telah kembali ke Kahyangan.
Pada dasarnya perayaan Hari Raya Galungan dan Kuningan secara umum sama, mulai dari penampahan kemudian hari h hingga manis kuningan atau manis galungan dan juga makna utama dari kedua hari raya ini tentu saja sebagai ucapan rasa syukur umat Hindu di Bali kepada Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) atas berkatnya dan anugrah-Nya kepada kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H