Mohon tunggu...
Gede Surya Marteda
Gede Surya Marteda Mohon Tunggu... Freelancer -

Mencari jati diri di belantara Hutan Jati. Berusaha semampunya untuk menjadi pribadi yang humoris.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Manusia Melawan Kesementaraan

13 Januari 2015   06:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:16 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Momen yang sama hampir tidak mungkin terulang dalam kehidupan kita. Setiap momen unik untuk sebuah waktu, dan hampir tidak mungkin muncul untuk kedua kalinya dengan detail yang sama persis. Sebuah momen terbelenggu oleh ruang dan waktu.

Entah kapan manusia pertama kali menyadari bahwa momen adalah fragmen kehidupan yang temporal. Namun, sebelum manusia mengenal peradaban (masa nomaden), manusia telah mencoba untuk mengabadikan momen.

Bukti-bukti manusia telah sadar bahwa dirinya bukanlah makhluk yang kekal dan momen kehidupan mereka terbelenggu oleh ruang dan waktu jauh sebelum peradaban pertama ditemukan dapat kita pelajari pada lukisan pada dinding gua prasejarah. Ambil contoh, Laas Geel dan Kakadu yang merupakan situs prasejarah yang sering digunakan untuk penelitian manusia-manusia awal.

Artinya, sejak dari zaman manusia awal, manusia telah mencoba untuk menaklukan waktu.

Kemudian, dengan peradaban manusia yang berkembang dengan sangat pesat, banyak alat yang dikembangkan oleh manusia untuk mengabadikan yang sementara. Dimulai dari tulisan, lukisan, fotografi, dan sinema. Dengan kemajuan teknologi, kini kehidupan terasa bergerak dengan sangat cepat, namun tidak serta merta meninggalkan "yang dahulu".

Kita bisa melewati waktu-waktu dalam kenangan dengan tempo yang singkat: lahir, menangis untuk pertama kali, merangkak, berlari, menghadiri sekolah pertama, belajar naik sepeda, naik bus ke sekolah, mengirim surat cinta, tawuran pertama, patah hati, pesta pertama, lamaran, mengucapkan janji suci, bulan madu di Paris.

Namun, dalam perjalanan seumur hidup tersebut, kita bisa dengan santai, duduk-duduk di atas sofa empuk, sambil kembali melihat diri kita 5 atau 10 tahun yang lalu di sebuah perjalanan kecil bersama teman-teman kita di tempat yang berbeda sama sekali.

Bila ada yang bertanya, "dapatkah kita kembali ke masa lalu ?" Bagaimana kita akan menjawabnya?

Jika yang dimaksud "kembali" adalah pergi dengan mesin waktu ala Doraemon, atau seperti kemampuan Tim dalam film About Time, mungkin jawabannya adalah "Tidak" atau "1000 tahun lagi, mungkin".

Namun, bila yang dimaksud dengan "kembali" adalah "melihat" dan "merasakan" masa lalu, secara mengejutkan kita sering melakukannya. Baik lewat diari, atau album foto, atau video dokumenter, kita "melihat" dan "merasakan" kembali sebuah realitas lampau.

Dan, bahkan untuk 20 tahun kedepan (jika kalian masih hidup), kalian masih tetap bisa melakukannya berulang-ulang. Manusia telah mampu melawan belenggunya: kesementaraan ruang dan waktu. Lewat kata, gambar, dan suara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun