" I’d imagine the whole world was one big machine. Machines never come with any extra parts, you know. They always come with the exact amount they need. So I figured, if the entire world was one big machine, I couldn’t be an extra part. I had to be here for some reason. And that means you have to be here for some reason too."
Begitulah Hugo Cabret dalam lakon Hugo (2011), film besutan sutradara Martin Scorsese yang berhasil menyabet 5 nominasi Oscar, memaknai hidup. Untuk seorang Hugo, hidup adalah sebuah ikhtiar bersama. Hidup adalah urunan. Masing-masing orang memiliki peran. Semua orang harus turun tangan.
Dengan semangat yang sama pula, Bandung mulai beberes. Bandung, yang menuju kota metropolitan ini, dibekali berbagi masalah: kemacetan, banjir, tata kota yang semrawut, juga sampah yang menumpuk. Bandung perlu berbenah dan bergegas.
Namun, bukan Bandung namanya jika menggunakan cara-cara lama. Bandung tidak mendapatkan julukannya sebagai Kota Kreatif dari pasar kaget. Bandung yang baru secara konsisten menawarkan sesuatu yang berbeda. Mengatasi masalah sampah, salah satu contohnya.
Pertama, ketika berbicara tentang sampah, kita bicara tentang buah simalakama: semakin maju sebuah kota, semakin padat penduduknya, semakin tinggi tingkat aktivitas manusia di dalamnya, maka sampah yang dihasilkan akan semakin banyak.
Kita tidak dapat benar-benar memahami masalah persampahan tanpa sebelumnya insyaf bahwa solidwaste tidak didahului dengan “produce” atau “menghasilkan” sebagai kata kerja, namun dengan “generate” yang dipadankan dengan kata “menimbulkan” dalam Bahasa Indonesia. Artinya, sampah selalu ada dalam setiap aktivitas manusia, dimaksudkan atau tidak. Sampah selalu merupakan anak haram dari produktivitas.
Karena itu, penanganan sampah bukan lagi soal tindakan evasif atau kuratif, tapi soal mengubah paradigma. Kita tidak bisa lagi memanjakan diri, melihat sampah berserakan di sekeliling kita sebagai hal yang banal. Paradigma tersebut jelas salah dan harus diubah.
Alhasil, segenap elemen di Bandung bekerja keras dan bekerja sama membentuk paradigma baru. Penanganan sampah bukan lagi dilihat sebagai tanggung jawab satu pihak, namun sebuah kesempatan untuk berkolaborasi. Pendekatan dilakukan dengan berbagai cara, baik dengan regulasi maupun aksi. Bandung, untungnya, adalah kota sejuta aksi.
Kampanye #goodfestival
Pelaksanaan Keuken#5 pada hari Minggu (19/10) kemarin menjadi sebuah tonggak (milestone) dalam pengelolaan sampah di Bandung, dengan cita rasanya tersendiri. Kampanye #goodfestival yang diusung panitia Keuken#5 bekerjasama dengan Bandung Cleanaction merupakan manifestasi dari kepedulian akan pengelolaan sampah diracik dengan semangat jiwa muda. Pengelolaan sampah tidak lagi hanya berupa wacana hambar. Kini ia naik kelas menjadi aksi solutif dan kreatif.
Di Balai Kota Bandung pada hari Minggu itu, 100 pasukan relawan berkaus kuning dengan tulisan #goodfestival di dada, tanda bahwa mereka bergerak atas satu mimpi yang sama, bergulat dengan 17.000 pengunjung dan sengat matahari. Mata mereka awas, mulut mereka berujar gemas. Mereka pastikan tak ada satupun yang terlewat: 17.000 orang tidak hanya harus membuang sampah mereka pada tempatnya, namun juga harus memisahkan sampah yang masih berharga yang nantinya bisa ditukar dengan hadiah di booth mereka, RecyclebankID. Ini jelas bukan pertarungan yang mudah dimenangkan.
Untungnya, amunisi yang mereka miliki tidak hanya itu. Di 16 titik yang telah ditentukan, dua buah tong sampah kodok yang berbeda warna telah siap sedia. Putih dan Hijau. Putih menunjukan wadah sampah tidak mudah membusuk, seperti plastik bekas makanan atau tutup botol air mineral. Hijau menunjukan wadah sampah mudah membusuk, seperti sisa makanan. Gampang diingat. Namun, bila masih ada pengunjung yang celingukan, relawan telah siap untuk mengarahkan.
Partner juga menentukan. Pihak ISS sebagai rekan dalam menjaga kebersihan selama acara bekerja dengan sigap dan cekatan. Boothkuliner tidak lagi menyajikan makanannya dalam kemasan Styrofoam. Selain itu tenant juga memberikan diskon sebesar 5-10% untuk para pengunjung yang membawa tempat minum dan kotak makan sendiri. Beberapa tenant juga memberikan insentif khusus pada pengunjung pedestrian dan pengunjung yang menggunakan transportasi umum atau transportasi ramah lingkungan, seperti sepeda. Penggunaan transportasi umum dan sepeda serta pejalan kaki merupakan aspek lain yang membentuk kampanye #goodfestival.
Sampah yang berhasil direduksi dengan adanya RecyclebankID sebesar 0,62% dari total sampah yang ditimbulkan sepanjang acara festival kuliner ikonik ini. Itu berarti sekitar 40 kg atau setara dengan mengurangi beban sampah selama sehari dari apartment berpenghuni sekitar 100 jiwa.
Kolaborasi adalah proses
Pemerintah kota Bandung, pihak swasta, media massa, komunitas, dan masyarakat semua berkontribusi dalam pelaksanaan #goodfestival. Tidak ada yang tertinggal, semua bergandeng tangan erat. Konsep #goodfestival niscaya tidak akan terjadi jika pemerintah lepas tangan, pihak swasta menarik diri, media massa cari sensasi, komunitas acuh, dan masyarakat hanya mengeluh.
Semua komponen harus bergerak dengan sepenuh hati. Itulah yang diinginkan terjadi pada pelaksanaan Keuken#5 tersebut. Semua yang berpartisipasi dalam acara: Bandung Cleanaction, relawan #goodfestival, tenant kuliner, panitia acara Keuken#5, dan ISS, diharapkan terlibat aktif.
Namun, tak bisa dimungkiri bahwa pelaksanaan #goodfestival pada Keuken#5 kemarin belum sempurna, bahkan belum ideal. Sejumlah besar sampah yang bernilai ekonomis tidak tersaring oleh mekanisme #goodfestival, beberapa pengunjung tetap membuang sampah sembarangan dan mengotori area Balai Kota, dan komunikasi antara pihak-pihak yang berkolaborasi juga belum berjalan secara optimal.
Merelakan ego masing-masing dan bekerjasama sejatinya memang bukan hal yang bisa sekali jadi. Kolaborasi adalah sebuah proses. Dan, dengan pelaksanaan #goodfestival di Keuken#5 kemarin kita sudah menjejak satu langkah di depan, walau kecil. That’s one small step for man, one giant leap for mankind, Indonesian kind.
Namun, kita harus tetap mawas diri bahwa setelah ini kita masih punya pekerjaan rumah untuk diselesaikan. Masalah komunikasi antar pihak yang berkolaborasi perlu dicarikan solusi. Kembali duduk bersama dan memastikan peran masing-masing elemen menjadi penting. Bila mungkin, dapat dihasilkan sebuah petunjuk teknis yang mengakomodasi semua pihak menuju Bandung bebas sampah.
Karena, apa yang akan terjadi pada detik yang berdetak, jika ada gerigi yang tak bergerak
Gede Surya Marteda
Content Writer di Bandung Cleanact!on (@BDGcleanaction)
Bandung Cleanact!onadalah program inisiatif representasi masyarakat, milik masyarakat lintas profesi dengan kolaborasi melalui strategic campaign dan social engineering guna mendorong gotong royong kurangi sampah dari sumber.Program ini merupakan implementasi bersama “Gerakan Cinta Bandung Bersih dan Hijau” Pemerintah Kota Bandung sesuai Deklarasi “Indonesia Bersih 2020”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H