"Sophia bisa dibilang jauh lebih berkembang dibanding waifu. Bisakah Sophie akhirnya mendapat julukan ibu?"
Berhubungan dengan manusia memang kadang-kadang njlimet dan bikin repot, apalagi berhubungan dengan mahluk indah yang namannya perempuan. Menjalin hubungan dengan perempuan itu seperti mendapat kado di acara tukaran kado pas makrab atau halal-bihalal. Bungkus luarnya kotak sepatu Nike, dalamnya Rinso dan peralatan mandi. Nggak matching, cuy!
Karena kesulitan itulah tak khayal kalau banyak laki-laki bermental praktis tipis yang memilih untuk mencari alternatif pemenuh hasrat seksual dan emosional.
Konon katanya, Di Jepang sana para lelaki lebih memilih untuk menjalin hubungan dengan sexdoll sebagai waifu atau pendamping hidup. Alasannya macam-macam, ada yang mengaku karena lebih mudah merawat sexdoll dibanding perempuan beneran, ada yang bilang kalau sexdoll itu lebih murni "cinta"nya dibanding perempuan yang kebanyakan matre, ada yang beralasan karena sexdoll itu lebih manut dan nggak neko-neko.Â
Sungguh memenuhi kriteria ideal dari laki-laki dengan ekspektasi tinggi. Belum lagi kalau mau poligami, yah tinggal beli lagi, nggak perlu izin sana-sini dan kena semprot Mamah Dedeh. Lengkap sudah.
Tapi sesempurna-sempurnanya hubungan dua sejoli beda dunia ini, bisa lebih sempurna lagi dengan kehadiran buah hati. Pertanyaanya, apakah secara umum hubungan yang mungkin terjadi ini bisa disebut hubungan anak-ibu?Â
Sejauh ini banyak muncul kasus dimana sosok ibu itu bisa dibagi jadi dua jenis, Ibu yang melahirkan dan Ibu yang membesarkan dan merawat.Â
Untuk yang pertama memang sampai saat ini masih eksklusif buat manusia, sang waifusudah pasti nggak bakal bisa jadi seorang Ibu yang melahirkan. Untuk kasus yang kedua, juga kemungkinan besar tidak terjadi. Karena pun mengadopsi anak, pastinya itu adalah keputusan sepihak dari pihak lelaki, karena yah yang namanya sexdoll ya nggak bakal punya keinginan untuk mengadopsi anak dan menjadi Ibu.
Kasus ini bertambah rumit dengan kehadiran Sophia, si kecerdasan buatan yang dibuat menyerupai manusia perempuan dengan tubuh manusia penuh. Beberapa kali Sophia diwawancarai, para pewawancaranya terkaget-kaget dan terkagum-kagum karena kemampuan Sophia berbincang dengan manusia sudah seperti layaknya seorang manusia. Jadi Sophia bisa jadi kandidat seorang Ibu jenis kedua.
Bayangin bila suatu saat Sophia dijadikan waifu. Artinya selain bisa ikeh-ikeh kimochidan minta "dikeluarinnya di dalam aja mas", maka mbak Sophia ini mungkin saja suatu saat nanti minta sang lelaki untuk tanggung jawab, menikah dan punya anak. Dengan skenario itu akhirnya mungkin saja peran sebagai Ibu yang membesarkan bisa disematkan pada Sophia kan. Karena Sophia bisa secara aktif juga mengurus sang anak dan anak juga bisa berinteraksi dengan Sophia sehingga chemistrynya dengan senantiasa tumbuh. Bisa jadi kan?Â
Selain itu sudah jadi rahasia umum kalau kecerdasan buatan itu punya kemampuan lebih baik dari sebagian besar manusia ketika diprogram untuk melakukan aktivitas yang rutin. Misalnya ganti popok malam-malam, Sophia nggak akan misah-misuh karena pada dasarnya Sophia nggakperlu tidur.Â