Mohon tunggu...
Gede Surya Marteda
Gede Surya Marteda Mohon Tunggu... Freelancer -

Mencari jati diri di belantara Hutan Jati. Berusaha semampunya untuk menjadi pribadi yang humoris.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Persib Juara, Sampahnya Gimana?

9 November 2014   21:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:14 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sembilan belas tahun lamanya pendukung Persib berdoa, menunggu terkabulnya suatu yang niscaya: Persib berdiri sekali lagi di atas podium Liga Super Indonesia, mengangkat tropi tanda juara. Saya ada di sana malam itu, di tengah lautan fans persib yang berharap cemas, memejamkan mata, sembari kembali memanjatkan doa agar Made Wirawan, penjaga gawang Persib, menghadirkan sebuah mukjizat.

Nelson Alom mengambil ancang-ancang dan mulai berlari. Kami terdiam, pendukung Persib dan Persipura di Jakabaring terdiam, dan mungkin begitu juga seluruh rakyat Indonesia di seluruh tiga zona waktu. Detik-detik sebelum tendangan penentuan itu dieksekusi seketika menegaskan bahwa ada yang terlepas: ruang yang terbatas waktu. Bandung dan Palembang seperti hanya dibatasi oleh sebuah garis tipis yang samar.

Kaki Nelson telah menyentuh bola. Tenggorokan saya tercekat, lidah saya kelu. Terasa ada keheningan yang tidak pada tempatnya diantara seribu penonton yang memenuhi Taman Film malam itu. Tak ada lagi yang dapat membatalkan, tak ada lagi yang dapat mengubah. Bola telah melesak. Dan, begitu pula Made Wirawan yang berhasil menebak kemana bola mengarah. Jemari tangannya berhasil menyentuh bola yang berputar deras. Tak ada jaring yang bergetar. Persib akhirnya Juara!

Keheningan seketika pecah berganti sorak-sorai dan nyanyian kemenangan mulai berkumandang. Seluruh rangkaian kejadian berikutnya seperti telah ditakdirkan. Achmad Jufriyanto berhasil mengeksekusi penalti terakhir dengan baik, pemain Persib naik ke podium, piala yang dinanti-nanti telah direbut kembali. Doa jutaan pendukung Persib terjawab sudah.

Saya disana malam itu, di tengah lautan fans Persib yang mengucap puji syukur. Ekstase dan kelegaan serta merta ikut mengalir masuk ke dalam pori-pori tubuh saya. Saya merasakan seluruhnya: tawa, senyum, juga tangis. Saya tidak dapat menggambarkanya.

Tidak lama, semua rasa dalam sepetak ruang kecil Taman Film itu melebur jadi satu, euforia. Semua orang berjalan beriringan meninggalkan tempat tersebut: yang memiliki mobil dengan mobilnya, yang memiliki motor dengan motornya, yang tidak berpunya berjalan kaki. Tidak masalah, semua senang. Hanya satu yang tertinggal: sampah yang berserakan di seluruh tempat.

Taman Film yang tadinya menjadi salah satu kebanggaan kota Bandung, seketika berubah jadi tempat sampah dadakan. Inikah anak haram kemenangan yang dinantikan? Haruskah kota Bandung tercinta ini yang menanggung akibatnya? Saya teringat kembali dengan tangis lirih di tengah kerumunan pendukung Persib setelah peluit panjang tanda usai pertandingan dibunyikan, sambil bertanya: apakah ini tangis yang sama dengan tangis korban longsor sampah TPA Leuwi Gajah 9 tahun yang lalu?

Persib telah didaulat sebagai juara. Bandung, saya yakin, sebentar lagi akan menyusul. Tapi hal ini tidak akan terjadi dengan sendirinya. Bandung Juara adalah sebuah tiwikrama. Dan, siapa lagi yang bisa mewujudkannya selain seluruh warga Bandung bersama? Jelas, Persib dan pendukungnya adalah komponen penting dalam mewujudkan Bandung yang Juara seutuhnya. Dalam hal ini termasuk Bandung yang mengelola sampahnya dengan baik.

Bagaimana tidak? Di atas kertas, 75% warga Bandung adalah pendukung Persib. Mungkin, lebih dari setengah jumlah tersebut lahir dengan semboyan “Persib sampai mati” mengalir di darahnya. Orang Bandung adalah Persib. Persib harga mati.

Bayangkan jika 75% warga Bandung itu tidak acuh dengan sampah yang dihasilkannya. Sampai hari ini saja timbulan sampah rata-rata di Kota Bandung sudah mencapai 1.750 ton/hari. Sepuluh tahun dari sekarang, dengan laju peningkatan penduduk sampai 1,89% per tahun dan pertumbuhan ekonomi kota mencapai 8%, jumlah timbulan sampah di bandung dapat mencapai 3.000 ton/hari. JIka kita ingin mengangkut semua sampah itu keluar kota Bandung, anggap saja ke sebuah pulau tak berpenghuni menggunakan pesawat komersil, kita memerlukan 50 pesawat untuk dapat mengangkut sampah tersebut sekali jalan. Modar.

Tapi ketika saya bayangkan jika para pendukung Persib dapat kompak bergerak bersama dan menjadi perintis untuk mengelola sampahnya dengan baik, saya optimis. Namun, saya tak ingin muluk-muluk. Masyarakat yang mampu mengelola sampahnya sendiri mungkin baru sebuah wacanya yang menyegarkan, untuk sekarang. Tapi apakah kita harus terus menunggu? Bukankah apa yang terjadi di masa depan adalah akumulasi dari yang kita lakukan hari ini?

Paling tidak, yang menurut saya bisa dilakukan oleh Persib dan pendukungnya, bahkan semua lapisan masyarakat adalah berani menegaskan diri sebagai pemilik wilayah: daerah yang kita tempati adalah rumah kita. Handarbeni harus ditanamkan dan dilakukan. Tidak ada seorangpun yang mau rumahnya dipenuhi dengan sampah, baik milik sendiri apalagi milik orang lain. Dan, apa yang lebih efektif dari penjagaan yang dilakukan oleh empunyarumah yang tegas dan berani namun ramah dan sopan?

14155192471957443368
14155192471957443368

Beberapa komponen telah bergerak, walau perlahan. Beberapa wilayah di Bandung telah mendeklarasikan dirinya sebagai “Kawasan Bebas Sampah”, seperti: Sukaasih, Sekeloa, Dago, Sukarasa, Derwati, dan Sesko TNI Bandung. Mereka mengambil inisiatif untuk membuat lingkungannya menjadi rumah yang lebih nyaman. Tidak boleh ada sampah yang tercecer di wilayah mereka, baik dari warga mereka sendiri maupun warga wilayah lain. Kewajiban itu mereka lakukan dengan cara yang kreatif dan menyenangkan. Dan, mereka menjaganya dengan amunisi penuh. Seluruh warga ikut menjaga. Seluruh warga menjadi teladan.

Sekarang bayangkan, jutaan manusia berseragam biru tua kini berada di depan membawa spanduk bertuliskan slogan: Persib Juara. Aing Moal Ngaruntah!

Gede Surya Marteda

Content Writer di Bandung Cleanact!on (@BDGcleanaction)

Bandung Cleanact!on adalah program inisiatif representasi masyarakat, milik masyarakat lintas profesi dengan kolaborasi melalui strategic campaign dan social engineering guna mendorong gotong royong kurangi sampah dari sumber.Program ini merupakan implementasi bersama “Gerakan Cinta Bandung Bersih dan Hijau” Pemerintah Kota Bandung sesuai Deklarasi “Indonesia Bersih 2020”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun