Mohon tunggu...
Gedang Kepok
Gedang Kepok Mohon Tunggu... -

Gedang Kepok adalah nama pena untuk penulis Kompasiana ini. Karena satu dan lain hal, identitas asli Gedang Kepok belum bisa diungkapkan di profil penulis. Gedang Kepok tertarik dengan banyak hal, mulai dari politik, budaya, dan humaniora. Semua tulisan akan diabdikan untuk kebebasan berpikir, kemanusiaan, dan demokrasi! Salam Kompasiana! God bless Indonesia!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kekhawatiran Megawati

22 Juli 2015   22:55 Diperbarui: 22 Juli 2015   22:55 973
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pasca Lebaran tanpa kunjungan Jokowi, Megawati menegaskan bahwa Jokowi dan kader PDIP yang masuk dalam pemerintahan adalah petugas partai. Sebuah ungkapan yang sekali lagi mau mengerdilkan presiden dan membuka detak kekhawatiran Megawati. Kekhawatiran itu tidak secara terbuka diucapkan tetapi dapat dirasakan oleh publik dan kader-kader PDIP.

Seperti Suharto menjelang lengsernya yang lebih khawatir dengan keselamatan keluarga (bc: anak-anaknya), Megawati juga mulai merasakan kekhawatiran yang sama. Sementara usianya mulai menapaki masa-masa senja, anak-anaknya tidak ada harapan menjadi tokoh partai yang mumpuni, bervisi, dan menjadi pemersatu. Tidak Puan tidak pula Prananda--mereka kurang bisa diterima publik karena mereka menampilkan diri sebagai elite dan karena mereka kurang bisa mendengar suara akar rumput.

PDIP dibesarkan Megawati dengan kesabaran dan keberanian melawan rezim Suharto. Karena itulah namanya bisa menjadi pemersatu partai yang rentan dengan perpecahan ini. Sementara ia mengkader Puan dan Prananda, tanda-tanda karisma itu tidak pernah bersemi pada anak-anaknya. Puan masih dipandang sebelah mata karena lebih menampilkan figur elit. Prananda yang lama disembunyikan mulai tampak sebagai pribadi yang kurang dewasa dengan lagu "pengkhianat" yang dinyanyikannya.

Tak pelak lagi Megawati merasakan waktu yang dimilikinya tinggal sedikit untuk bisa membawa trah Sukarno sebagai pemimpin politik yang diperhitungkan di Indonesia. Pemimpin-pemimpin muda diluar keluarga bermunculan dan Jokowi yang melesat dan dipilih rakyat telah membuat usaha kaderisasi keluarga di partai semakin sulit. Megawati sangat khawatir pendukung Jokowi di PDIP akan menguasai partai setelah pada waktunya nanti ia turun dari jabatan ketua umum.

Karena itulah langkah pertama untuk mengisolasi kekuatan Jokowi di PDIP adalah menyingkirkan simpatisan pendukung presiden dalam kepengurusan partai. Kader muda potensial pendukung jokowi diganti dengan kader loyal oportunis seperti Hasto, sekjen PDIP yang terang-terangan mendukung pnecalonan BG sebagai kapolri dan membuka serangan-serangan verbal ke KPK. Selain itu, Puan yang sudah jadi menteri diberi jabatan lagi dan Prananda dimunculkan untuk memperkuat trah Megawati.

Langkah yang kedua adalah mengisolasi Jokowi dari kader-kader muda potensial PDIP. Selain tidak adanya sosok kunci pendukung Jokowi di jabatan partai, PDIP dan Megawati pelan-pelan mendorong pendukung Jokowi (Projo) untuk menjadi partai sendiri. Memberi cap presiden "petugas partai" adalah salah satu provokasi PDIP agar Projo dan anasir-anasir pendukung Jokowi di partai semakin mengkristal dan menjadi partai baru--yang nantinya akan diberi cap dan stigma "pengkhianat".

Dengan dorongan dan provokasi halus ini, Megawati ingin mensterilkan pengaruh Jokowi jika pada saatnya nanti ia memutuskan untuk undur diri. Inilah yang akan membuka peluang bagi Puan dan Prananda di masa depan politik PDIP dan Indonesia pasca Megawati.

 

Salam Kompasiana! Merdeka!

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun