Perlakuan PDIP terhadap Jokowi pada saat munas masih jelas di benak publik. Jokowi, presiden Indonesia yang dipilih langsung oleh rakyat itu datang sebagai penonton, tidak mendapat sambutan sebagai layaknya presiden. Alasannya aneh, Jokowi masih dianggap petugas partai, yang harus tunduk pada ketua umum yang masih galau karena anak emasnya gagal jadi Kapolri. Perlakuan tidak wajar yang tidak hanya menyinggung presiden tetapi juga seluruh rakyat Indonesia. PDIP sudah lupa dan partai banteng ini lebih mengedepankan kepentingan-kepentingan jangka pendek dengan menyerang KPK dan memojokkan presiden dengan pilihan-pilihan yang tidak mengenakkan. Dan di Munas Partai Demokrat, Jokowi mendapat panggung, memberikan amanat, dan mencairkan suasana. Megawati, sebaliknya, saya bayangkan mengelus dada dan berdesah betapa kurang ajarnya SBY dan Partai Demokrat yang telah menyindir secara halus karena partai banteng  tidak bisa menghormati presidennya sendiri secara layak.
Megawati memang memutuskan tidak akan menghadiri Munas Partai Demokrat. Menurut Sekjen PDIP Hasto yang telah menyerang KPK secara verbal, ketua umum sedang sibuk dengan konsolidasi internal. Sementara publik tahu masalah apa sebenarnya. Megawati masih merasa ditusuk dari belakang oleh SBY, dan masih sakit hati pada Sir SBY yang sebentar lagi akan menjadi ketua umum demokrat dan menjadi pesaing kuat PDIP.
Hasto dan Megawati mungkin berharap, Jokowi si petugas partai akan mengikuti langkah ketua umum untuk tidak hadir di ajang Munas Partai Demokrat. Tetapi Jokowi yang selalu bersikab "nothing to lose" berani mengambil langkah berani dan mengabaikan sinyal Megawati. Sekali lagi, saya bayangkan, Megawati mengelus dada. Langkah Jokowi adalah sindiran telak untuk Mega yang mendorong-dorong Puan untuk bisa menggantikan dirinya. Dan kita masih ingat, Puan pernah komplain kalau pidatonya tidak pernah mendapat sambutan hangat. Sekali lagi Jokowi memberikan pukulan telak karena pidatonya di depan politisi demokrat disambut hangat dan berhasil mencairkan suasana.
Dengan menghadiri Munas Demokrat, Jokowi tidak hanya melegitimasi munas, tetapi juga memberikan angin segar dan memperluas dukungan untuk pemerintah yang tidak harus tergantung pada PDIP yang terbukti mau mempolitisasi Polri dan bertindak seakan-akan sebagai bantengnya para koruptor dengan menghajar KPK setengah mati. SBY yang kenyang pengalaman, sekali lagi memenangkan pertarungannya dengan Megawati yang meski tealah menjadi ketua umum, legitimasinya semakin lemah karena dianggap merong-rong pemerintahan Jokowi.
Tahun-tahun ke depan, persaingan PDIP dan Partai Demokrat tentu akan semakin sengit. PDIP yang cenderung arogan dan sering menekan pemimpin yang didukung rakyat demi kepentingan sesaat dan segelintir politisi yang bertindak seperti gali dan mafia [ingat Rimsa dan Jokowi], harus semakin hati-hati karena rakyat sudah semakin pintar dan tidak mudah terbujuk jargon-jargon nasionalisme yang tanpa bukti.
Salam Kompasiana! Salam Demokrasi! Merdeka!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI