Banyak orang mengira, setelah sekian lama oposisi, PDIP berubah menjadi partai anti korupsi. Ternyata anti korupsi itu hasnya slogan jualan saja dari semua partai. Komitmen pemberantasan korupsi dua kubu, KIH dan KMP sama saja. Kita sudah lihat mereka malakukan fit & proper test untuk calon Kapolri yang tidak fit dan tidak proper. Dagelan vulgar yang tidak lucu yang tidak saja menyakiti hati rakyat, tetapi juga membahayakan Indonesia sebagai negara.
Jokowi, presiden terpilih yang menang tipis dan diharapkan bisa melakukan langkah  terobosan pun kelihatan gamang dan tidak berani meretas secara frontal jaring-jaring korupsi di pemerintahan. Kekuatan Paloh, JK, dan Mega memang menjadi jebakan tersendiri bagi Jokowi yang tidak punya basis dukungan kuat dari partai. Satu blunder lagi, Jokowi harus menghitung hari. Bagi rakyat, pilihananya sebetulnya sederhana, Jokowi membawa suara rakyat atau membawa suara mafia bersama jaringan korupnya yang ada di partai-partai.
Saat menjadi gubernur DKI, Jokowi tidak berani mengusik kemapanan jaringan korup dipemerintahannya. Udar Pristono tetap dipelihara dan akhirnya membawa bencana dengan kasus korupsi Transjakarta! Sepertinya Jokowi kurang mau belajar dari masa lalunya. Prinsip jawa, "dikena iwake aja nganti buthek banyune" (dapat ikannya tanpa memperkeruh airnya) kadang-kadang tidak efektif karena jaringan korupsi dan mafia punya daya tahan yang luar biasa. Apalagi dengan beking partai politik yang punya kepentingan untuk akses kekuasaan dan dana, mafia bisa bertahan dan menjadi benalu di pemerintahan Jokowi.
Kita sudah belajar bagaimana akhirnya Risma di Surabaya harus mengalah dan menerima wakilnya yang terindikasi bermain mata dengan mafia dan memalsu tanda tangan demi  jabatan. Akhirnya Risma, wanita perkasa yang mengancam dominasi partai (PDIP), seperti dibatasi langkahnya dan dikerangkeng dalam jaringan kasat mata.  Akankah Jokowi mengalami nasib yang sama?
Hanya Jokowi yang tahu langkah apa yang akan dilakukannya. Sekaranglah ujian besar itu datang: Jokowi mewakili suara rakyat atau partai-partai pendukungnya. Pilihan apa pun tidak akan enak bagi Jokowi, tetapi dia harus memilih. Rakyat dan KPK sudah jelas maunya. Tinggal Jokowi mau tunduk pada siapa? Rakyat atau mafia bersama oknum-oknum partai korup. Kita semua berharap, hak prerograsi itu menyuarakan suara rakyat--bukan mafia.
Salam Kompasiana! Salam Demokrasi! Merdeka!
Sekarang kita tahu, kubu PDIP tidak ada bedanya dengan KMP!
Semoga Jokowi tidak melakukan blunder lagi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H