Mohon tunggu...
Gedang Kepok
Gedang Kepok Mohon Tunggu... -

Gedang Kepok adalah nama pena untuk penulis Kompasiana ini. Karena satu dan lain hal, identitas asli Gedang Kepok belum bisa diungkapkan di profil penulis. Gedang Kepok tertarik dengan banyak hal, mulai dari politik, budaya, dan humaniora. Semua tulisan akan diabdikan untuk kebebasan berpikir, kemanusiaan, dan demokrasi! Salam Kompasiana! God bless Indonesia!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Berpihak ke Rakyat atau Mafia? Lupakan PDIP!

15 Januari 2015   05:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:07 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Banyak orang mengira, setelah sekian lama oposisi, PDIP berubah menjadi partai anti korupsi. Ternyata anti korupsi itu hasnya slogan jualan saja dari semua partai. Komitmen pemberantasan korupsi dua kubu, KIH dan KMP sama saja. Kita sudah lihat mereka malakukan fit & proper test untuk calon Kapolri yang tidak fit dan tidak proper. Dagelan vulgar yang tidak lucu yang tidak saja menyakiti hati rakyat, tetapi juga membahayakan Indonesia sebagai negara.

Jokowi, presiden terpilih yang menang tipis dan diharapkan bisa melakukan langkah  terobosan pun kelihatan gamang dan tidak berani meretas secara frontal jaring-jaring korupsi di pemerintahan. Kekuatan Paloh, JK, dan Mega memang menjadi jebakan tersendiri bagi Jokowi yang tidak punya basis dukungan kuat dari partai. Satu blunder lagi, Jokowi harus menghitung hari. Bagi rakyat, pilihananya sebetulnya sederhana, Jokowi membawa suara rakyat atau membawa suara mafia bersama jaringan korupnya yang ada di partai-partai.

Saat menjadi gubernur DKI, Jokowi tidak berani mengusik kemapanan jaringan korup dipemerintahannya. Udar Pristono tetap dipelihara dan akhirnya membawa bencana dengan kasus korupsi Transjakarta! Sepertinya Jokowi kurang mau belajar dari masa lalunya. Prinsip jawa, "dikena iwake aja nganti buthek banyune" (dapat ikannya tanpa memperkeruh airnya) kadang-kadang tidak efektif karena jaringan korupsi dan mafia punya daya tahan yang luar biasa. Apalagi dengan beking partai politik yang punya kepentingan untuk akses kekuasaan dan dana, mafia bisa bertahan dan menjadi benalu di pemerintahan Jokowi.

Kita sudah belajar bagaimana akhirnya Risma di Surabaya harus mengalah dan menerima wakilnya yang terindikasi bermain mata dengan mafia dan memalsu tanda tangan demi  jabatan. Akhirnya Risma, wanita perkasa yang mengancam dominasi partai (PDIP), seperti dibatasi langkahnya dan dikerangkeng dalam jaringan kasat mata.  Akankah Jokowi mengalami nasib yang sama?

Hanya Jokowi yang tahu langkah apa yang akan dilakukannya. Sekaranglah ujian besar itu datang: Jokowi mewakili suara rakyat atau partai-partai pendukungnya. Pilihan apa pun tidak akan enak bagi Jokowi, tetapi dia harus memilih. Rakyat dan KPK sudah jelas maunya. Tinggal Jokowi mau tunduk pada siapa? Rakyat atau mafia bersama oknum-oknum partai korup. Kita semua berharap, hak prerograsi itu menyuarakan suara rakyat--bukan mafia.

Salam Kompasiana! Salam Demokrasi! Merdeka!

Sekarang kita tahu, kubu PDIP tidak ada bedanya dengan KMP!

Semoga Jokowi tidak melakukan blunder lagi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun