Mohon tunggu...
Gedang Kepok
Gedang Kepok Mohon Tunggu... -

Gedang Kepok adalah nama pena untuk penulis Kompasiana ini. Karena satu dan lain hal, identitas asli Gedang Kepok belum bisa diungkapkan di profil penulis. Gedang Kepok tertarik dengan banyak hal, mulai dari politik, budaya, dan humaniora. Semua tulisan akan diabdikan untuk kebebasan berpikir, kemanusiaan, dan demokrasi! Salam Kompasiana! God bless Indonesia!

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Orang Salah Paham dengan Model Kepemimpinan Jokowi

25 April 2015   07:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:42 1037
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jokowi bukan pemimpin biasa. Ia juga bukan presiden biasa. Dia berasal dari rakyat biasa dan namanya pun nama kalangan biasa: Joko Widodo yang artinya laki-laki yang selamat sejahtera dan sentosa. Nama ini sama dengan nama Slamet atau pun nama nama orang Jawa kebanyakan. Tidak ada nama trah keluarga dan nama anak-anaknya pun tidak diberi nama keluarga Widodo. Persis seperti orang kebanyakan yang akan ada temui di jalan atau di pasar. Dari semua hal yang biasa ini, Jokowi telah melesat menjadi presiden dan itu bukan karena pencitraan tetapi karena rekam jejaknya yang telah merevolusi arti pemerintahan dan kepemimpinan.

Banyak orang terbiasa dengan kepemimpinan yang berdasarkan kekuasaan disertai dengan legitimasi supranatural sekaligus legitimasi keturunan kebangsawanan. Sukarno merasa menjadi keturunan Airlangga karena darah Bali dan darah Jawa Timurnya. Suharto yang lahir dari rakyat biasa, mencari legitimasi dengan menikahi Bu Tien, yang keturunan kraton Surakarta. Habibie ada di luar mainstream karena dia ilmuwan tetapi dianggap naif dalam politik. Gus Dur dikenal karena darah santri dari kyai ternama. Megawati selalu membawa nama Sukarno untuk menutupi kekurangan intelectualnya. Dan Jokowi, dia tidak membawa apa-apa kecuali jejak rekamnya sebagai pemimpin yang tidak biasa--pemimpin yang mau melayani rakyatnya dan mau melihat pemerintah hadir untuk mereka yang paling tidak beruntung. Ide kepemimpinan sederhana yang tidak akan bisa dipahami oleh mereka yang melihat kepemimpinan untuk menumpuk kekuasaan dan kekayaan.

Saat partai mendukungnya menhina Presiden Jokowi dengan sebutan yang melecehkan "petugas partai", Jokowi diam dan tidak peduli karena itu bukan hal penting yang akan mengurangi perannya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Dia hanya tahu bekerja dan memastikan mereka yang paling tidak beruntung di republik ini mendapatkan pengayoman dari negara. Jokowi bahkan tidak minta untuk berdiri di podium di depan para pengurus partai yang munafik untuk membacakan pidato yang telah disiapkannya. Itu bukan urusan penting karena Jokowi tidak gila hormat dan ia tahu dirinya akan dinilai rakyat pada akhir masa jabatannya.

Megawati dan PDIP sudah menjadi masa lalu dan rakyat sudah mengingat betapa jahatnya mereka dalam membela orang-orang yang "tidak bersih" untuk bisa menduduki jabatan-jabatan publik. Jokowi dengan rendah hati tak pernah menyinggung mereka yang mencoba mengkerdilkan dan mendelegitimasi mandat yang didapatkan dari rakyat untuk menjadi presiden Indoensia.

Menjelang KAA, Jokowi dihina karena 'thongkrongannya" yang tidak seperti presiden. Kader-kader PKS di dunia maya membandingkannya dengan "gesture" Ridwan Kamil, yang memang luar biasa. Kader-kader PKS seperti koor  membuat kesaksian model Tong Fang di dunia maya dengan mengatakan temannya dari luar negeri (dari Jerman, Afrika, dan negara-negara lain) mengira Ridwan Kamil-lah presidennya. Padahal itu adalah kesaksian model Tong Fang yang digunakan cyber army PKS untuk menggempur legitimasi Jokowi sebagai presiden.

Sekali lagi Jokowi tidak berkata apa-apa karena memang tidak penting untuk ditanggapi. Kepemimpinannya adalah kepemimpinan yang melayani. Maka tak segan-segan ia menuangkan air putih untuk Megawati, atau untuk Aher atau untuk orang-orang lain yang akan bisa besar kepala dan merasa mereka lebih berkuasa. Di Solo Jokowi tak sungkan-sungkan menyapa orang tua dan para buruh pekerja sederhana. Di Jakarta Jokowi tidak sungkan-sungkan menyapa mereka yang berjualan di pasar-pasar tradisional, berfoto bersama, dan tidak merasa risi sama sekali.

Sebagai presiden baru dengan visi baru--pelayanan pemerintah untuk rakyat juga tidak segan-segan melayani dan tidak peduli kalaupun di-bully. Itu semua tidak penting bagi visi Indonesia Baru dengan pemerintah yang ada untuk melayani--bukan pemerintah dengan pejabat-pejabat yang selalu minta dilayani.

Memang Jokowi masih harus banyak belajar soal politik internasional dan juga geopolitik di kawasan. Namun tidak diragukan Jokowi akan bisa membawa perubahan ke depan, karena visinya adalah pemerintah yang ada untuk rakyat, terutama untuk mereka yang tidak beruntung dan tersinngkir. Untuk sementara, kekuatan-kekuatan politik masih terus menekan, memposisikan Jokowi sebagai presiden lemah namun sebaiknya kita sadar, harapan perubahan itu ada pada Jokowi. Kekuatan politik mafia sedang berusaha menghentikan perubahan-perubahan ini! Dan Jokowi hanya akan berhasil dengan dukungan rakyat yang bisa melihat betapa jahatnya keuatan yang akan mendelegitimasi Jokowi sebagai Presiden Indonesia yang sah dan diberi mandat oleh rakyat.

Salam Kompasiana! Merdeka!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun