Baru saja pagi tadi aku berlari dari mimpi yang
memompa fajar terbit dari celah terali jendela.
Kutemui sebuah pagi yang sepi dalam secangkir kopi panas, sementara
di luar burung-burung pipit sedang sibuk melepas embun.
Kulayari pekat kopi sedalam cangkir,
di sana tak kutemukan hidup
yang lembut seperti lembutnya kain marobo tenunan tangan ibu.
Aku kembali membaca sekali lagi pesan kekasih, bahasanya
seperti doa yang hanya serupa angan-angan yang angin-angin.
Tidak seperti bahasa
ibu yang memeluk lembut,
menawarkan keteduhan sepanjang usia
yang tak sia-sia
Malang, 10:30
10/1/2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H