Ia duduk di sana,
di serambi kiri rumah.
Rumah? Tidak.
Itu layak disebut gubuk.
terlalu mewah dan terlalu indah
untuk sebutan sebuah rumah.
Walau gelisah sempat melingkari
sebab langit bumi arema
setelah terik siang tadi
turunkan awan menghitam
selimuti senja yang akan turun,
namun itu tak lantas membuatnya berhenti menanti senja yang turun.
Satu hal yang tak ia lupakan, ia duduk menanti
menunggu datangnya senja
dan mengantar senja yang akan hilang di balik pepohonan dan tiang listrik berdiri menjulang.
Ia menatap kosong cahaya senja yang memancar dan menyinari kedua matanya.
Sepertinya senja kali ini
jatuh tepat pada wajahnya,
wajah penunggu senja yang setia_
Malang, 6/9/2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H