Ialah seorang diri, tiada yang menggenggam tangannya dan melangkah bersama.
Benar-benar sendirian ditengah berpasang-pasangan lainnya.
Gadis hampa di bawah rembulan tak sempurna.
Dari balik tugu,
ia datang dalam diamnya.
Langkahnya perlahan
menjauh dari keramaian
yang tak satu pun menoleh padanya
walau ada tanya sempat melintas
pada siapa pun yang melihat sekilas.
Gigil tubuhnya getarkan seluruh indera.
Ia robohkan tubuhnya
pada sebuah bangku dekat tugu.
Dalam diam dan hening yang makin dalam
ia menengadahkan kepala
menatap langit yang hampa.
Kedua tangannya kian erat mendekap tubuhnya
seakan menahan seribu beban yang ia bawa
agar tak runtuh seketika.
Masih kulihat dan kurasakan juga
bahwa yang ia sesalkan
bukan lagi beban yang menggantung pada kedua matanya,
namun sinar rembulan yang tak nampak sempurna di atas kepala.
Sebab terlalu silau lampu di jalanan yang memantul dari berbagai sudut.
Lalu ia bangkit berdiri,
dalam langkah yang entah,
ia meninggalkan semua yang disana
tanpa memberi jawab pada tanya yang ia tinggalkan.
Diantara satu langkah terakhir kakinya,
ia seakan mengacak jejak
agar tiada yang tahu kemana ia pergi,
sebab bayangnya pun samar-samar di bawah cahaya rembulan tak sempurna_
Malang, 3 September 2017|22:17
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H