Satu lagi lembaran senja pergi.
Tinggalkan air mata langit.
Runtuh satu-satu.
Berderai menjemput selimut malam.
Menghunjam wajah bumi arema.
Menggores kenangan kuyup menjelang akhir juli.
Di serambi depan rumah, kakak melantun lagu penuh hikmat.
Bunyi gitar dan hujan merintik jadi satu menyatu dalam sebuah lagu yang bukan lagi sekedar lagu; tapi mohon yang utuh.
Selayang pandang menghitung rintik-rintik hujan yang tak mau usai jua.
Sementara senja sudah tak kelihatan lagi. Di seberang jalan, ada gadis kecil berdiri menggigil, kepalanya sengaja disandarkan ke dinding. Dengan wajah menghadap ke langit yang kelabu. Resah terlihat jelas di sekujur wajahnya.
Andai hujan tiada datang menjelang senja, mungkin lembayung tampak mesrah di ujung barat.
Andai hujan tiada datang, mungkin kakak tidak melantun semoga dalam banyak hal.
Andai hujan tiada datang, mungkin gadis kecil itu tiada menengadah dalam resah.
Andai mereka tahu bahwa hujan di musim panas adalah berkat; maka semoga dan resah tiada di sini_
Malang, 27 Juli 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H