CAKRA NALA merupakan salah satu istilah rumpon yang diciptakan ini. Filosofi digunakannya kedua nama ini ialah Cakra berasal dari sebuah strategi maritime laut kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Panglima Laut Nala. Cakra Nala merupakan salah satu peralatan muktahir dengan sejumlah sensor yang terintegrasi pada sistem dan ditransmisikan secara real-time menggunakan satelit. Sejumlah sensor meliputi sensor ikan (sonar), AIS station, sensor parameter air laut/oseanografi, detektor kapal selam, detektor nuklir, sensor
tsunami.
Berdasarkan studi literatur, fokus Kementerian Kelautan dan Perikanan dan institusi pemerintah terkait, perbaikan pengelolaan rumpon mulai dari peraturan dan implementasinya akan menjadi prioritas pembangunan 5 tahun kedepan. Rumpon ini merupakan salah satu alat yang digunakan oleh hampir sebagian besar nelayan perikanan Indonesia baik nelayan skala kecil dan besar untuk membantu aktifitas penangkapan ikan mereka. Rumpon merupakan sebuah platform terapung yang terpancang menggunakan tali tambat ke dasar laut (untuk menjaga posisi rumpon agar memudahkan nelayan menemukan kembali rumpot tersebut saat melaut). Rumpon merupakan salah satu daerah penangkapan ikan terutama beberapa spesies pelagis besar seperti tongkol, cakalang, dan tuna (TCT). Rumpon membentuk sebuah artifisial food chain dimana sejumlah predator dan ikan akan berkumpul di sekitar lokasi rumpon
tersebut.
Penggunaan rumpon ini telah sejak lama digunakan di Indonesia dalam menunjang aktifitas penangkapan ikan. Pada studi sebelumnya diketahui bahwa kapal-kapal purse seine pada mulanya sekitar tahun 80an telah menggunakan rumpon dalam menangkap sejumlah ikan pelagis besar ataupun kecil. Rumpon merupakan salah satu alat vital yang sangat dibutuhkan oleh nelayan perikanan kita meski keberadaannya kini masih kontroversial disamping belum efektifnya implementasi peraturan pengelolaan rumpon di Indonesia. Tidak heran ditemukan adanya konflik antar nelayan karena rumpon tersebut.
Berdasarkan studi menggunakan human centered design, beberapa added value yang sangat potensial digunakan pada pengaplikasian VMS di atas kapal selain menunjang keselamatan di laut, ternyata informasi keberadaan ikan merupakan salah satu aspek penting yang sangat dibutuhkan oleh nelayan. Dari serangkaian studi pada beberapa alat penangkapan ikan di Indonesia, nelayan tradisional tidak terlalu banyak mengetahui penggunaan sejumlah peralatan yang berbasis IT, kemampuan mereka untuk mencari ikan adalah berdasarkan pada insting/naluri mereka dari turun temurun. Berbeda halnya dengan nelayan skala besar (kapal di atas 30 GT) umumnya telah dilengkapi oleh peralatan navigasi dan sonar untuk menunjang aktifitas penangkapan ikan mereka. Mengusung konsep perikanan berkelanjutan dan garda pemantau terdepan di wilayah perairan Indonesia utamanya wilayah ZEE dan laut lepas, pemanfaatan rumpon/stasiun ikan ini akan membantu meningkatkan efisiensi perikanan tangkap yang berbasis rumpon. Informasi real-time yang diberikan ini menjamin seluruh kapal yang telah teregistrasi dan mendapatkan ijin dari pemerintah akan dapat mengakses informasi keberadaan ikan di rumpon.
Potensi perikanan di ZEE dan laut lepas sangat besar namun belum optimal dimanfaatkan, terutama karena keterbatasan daya jangkau dan kapasitas kapal perikanan dari nelayan Indonesia saat ini. Sistem ini juga akan diintegrasikan ke sistem lelang ikan elektronik dimana pemerintah akan memberikan informasi yang komprehensif mengenai harga ikan dan akses pasar baik lokal maupun internasional. Sistem yang ada saat ini telah dikembangkan khususnya untuk lelang ikan elektronik namun belum diimplementasikan secara maksimal di Indonesia.
Sinergis dengan program pemerintah Jokowi dengan mengusung konsep poros maritim, integrasi sistem yang dikembangkan ini nantinya akan membantu pemerintah dalam hal pengelolaan perikanan berkelanjutan, dan membantu dalam pengawasan sumberdaya laut dan perikanan Indonesia yang utamanya berada di beberapa daerah yang sering mengalami konflik internasional. Terlepas dari sejumlah argumen dan pendapat dari masing-masing negara, Indonesia sudah seharusnya memiliki stasiun pemantau yang berbasis di laut yang memonitor segala bentuk aktifitas yang terjadi di wilayah perairan NKRI.
Keberadaan rumpon ini akan membangunkan sinergitas bottom up dari masyarakat nelayan dengan pemerintah, sebab mengingat bahwa alat ini merupakan alat vital nelayan yang sangat menunjang aktifitas penangkapan ikan. Maka nelayan bersama-sama dengan jajaran pemerintahan terkait akan sama-sama menjaga sebab rumpon ini memiliki nilai ketertarikan yang sangat luar biasa besar bagi nelayan.
Apa itu rumpon Cakra Nala
Rumpon Cakra Nala menempatkan masyarakat sebagai pusat aktifitas kegiatan dengan mengedepankan dan mengoptimalkan interaksi antara alat bantu penangkapan ikan dengan Masyarakat perikanan tangkap. Keamanan dan keberlanjutan perangkat yang diletakan di wilayah ZEE atau berbatasan dengan laut lepas menjadi salah satu permasalahan yang paling sering ditemui di Indonesia. Perangkat seperti buoy yang hilang dan rusak banyak diakibatkan oleh ulah beberapa masyarakat yang tidak bertanggung jawab. Pencanangan alat alat sistem peringatan dini ataupun detektor lainnya sebagai objek vital yang nantinya akan diamankan secara terus menerus oleh angkatan bersenjata meski efektif namun memerlukan biaya dan energi yang tidak sedikit. Pelibatan masyarakat
secara aktif menjadi suatu keharusan. Dengan instalasi rumpon pada perangkat apung yang nantinya diberikan berbagai sensor menjadikan sebuah alasan penting bagi masyarakat untuk menjaga dan memonitoring secara berkala alat yang ada sehingga keberlanjutannya akan lebih terjaga dengan sumberdaya dan biaya yang minim.
Untuk siapa teknologi ini?
Rumpon Cakra Nala memusatkan pada pengoptimalan keterlibatan masyarakat nelayan dengan cara memberikan manfaat sebesar besarnya bagi masyarakat sembari memanfaatkan perangkat sebagai tempat untuk berbagai sensor baik untuk kegiatan penelitian, perikanan, pelayaran, pertahanan maupun peringatan dini kebencanaan.