Belajarlah sampai ke negeri China" ungkapan kata bijak tersebut - maaf saya tidak tahu sumbernya - yang sering saya dengar sejak saya kecil dulu, nampaknya biasa saja dan memang saya juga menganggapnya biasa saja, tetapi seiring berjalannya waktu, akhirnya filosofi dan makna dari ungkapan tersebut terkuak sedikit - demi sedikit dan terus semakin berkembang dan menginspirasi kesadaran saya tentang kebutuhan akan arti dan makna kehidupan, yang kemudian mengkristal dan menjadi sebaris kata sederhana"bahwa hidup adalah pembelajaran"
Ketika saya kecil dan bertumbuh menjadi anak yang nakal, orang tua saya senantiasa mengingatkan bahwa apa yang saya lakukan salah, dan menasehati untuk melakukan apa yang baik menurutnya, tetapi hati kecil saya berontak dan berasumsi bahwa;
Jaman mu berbeda dengan jaman ku,
Yang baik untukmu belum tentu baik untuk ku,
Dan aku tahu yang ku mau....hehehehehe................
Kata - kata ibu menanggapi perlawananku waktu itu dan yang masih terkenang dan ku ingat s/d saat ini adalah "semuanya untukmu dan untuk masa depanmu dan kamu yang akan mengalami dan menjalaninya sendiri".... ah boseennnn....
…………..ooo))))OOO((((oooo………
Apa yang kita alami saat ini adalah akibat keputusan masa lalu, dan apa yang dialami di masa mendatang tergantung keputusan saat ini, bagaimana kondisi Anda sekarang ini sebenarnya bukan masalah, tetapi dimana dan bagaimana Anda di waktu yang akan datang itulah yang menjadi masalah sebenarnya, jadi terkait dengan inspirasi yang berkembang dari makna bahwa "hidup adalah tentang pembelajaran" hal tersebut secara tersirat mengungkap esensi dari pertanyaan banyak orang yang masih belum menemukan alasan dan tujuan untuk apa sebenarnya kita ada, disini dan menjadi seperti apa kelak.
"Learning by doing" sebuah ungkapan yang sering di ucapkan tetapi jarang untuk direnungkan di tengah rutinitas hidup kebanyakan orang yang berorientasi kepada apa yang bisa sayadapatkan, hal ini bermakna bahwa kebenaran disamarkan dalam bungkusan pembenaran yang dibenarkan, dan kemudian menjadi fundamental kehidupan, dan memungkinkan akan menjadi "seperti sebuah rumah yang dibangun di atas pasir, dan ketika hujan badai datang maka rubuhlah rumah itu!"
"Learning by doing" semakin tak bermakna ketika pembelajaran menjadi formalitas yang berorientasi kepada nilai dalam secarik kertas, maka ungkapan "belajarlah sampai negeri China" akhirnya menjadi jargon promosi, yang sekali lagi semakin mengaburkan makna belajar itu sendiri, samapi akhirnya ketika semuanya sudah menyimpang dari ketetapan yang ada semenjak semesta raya tercipta, maka subyektifitas yang menjadi dasar aturan yang legal lahir dari kompromi untuk "apa yang saya dapatkan", maka dipastikan riak pertentangan akan muncul dan kemudian akan membesar menjadi gelombang kekacauan, karena jika orientasinya “apa yang saya dapatkan” maka saya (lainnya) kebagian apa? Iniadalah awal dari kejatuhan seperti yang tertulis dalam kitab suci agama samawi, yaitu ketika ada keinginan yang menyimpang dari nilai – nilai kebenaran yang hakiki, maka kekacauan menjadi konsekuensi logisnya, dan pada taraf itupun manusiayang pada hakekatnya diberi anugerah kehendak bebas juga senantiasa memutuskan untuk mencari pembenaran untuk dibenarkan yang akhirnya membuat kebenaran semakin tenggelam dan mati dalam kebekuan nurani.
“Learning by doing” adalah upaya kebenaran untuk menyatakan eksistensinya danterus berbicara melalui apayang Anda dan saya alami, apa yang sekitar kita alami, dan apa yang bangsa kita alami.