Mohon tunggu...
Gideon Budiyanto
Gideon Budiyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Writer

Manusia pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ibadah di Gereja: Sekedar Ritual atau Gaya Hidup

4 Juli 2021   12:12 Diperbarui: 4 Juli 2021   12:22 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Tep Ro from Pixabay

Setelah sempat beberapa waktu Pemerintah mengizinkan pembukaan kembali tempat ibadah meski hanya dengan kapasitas minimum, namun sekarang tempat ibadah kembali ditutup karena wabah Covid-19 yang kembali meningkat tajam.

Meski hanya sesaat sempat merasakan ibadah secara offline di gedung gereja, ini tentunya sedikit banyak bisa melepas kerinduan kita akan berbagai macam kebiasaan yang ada di dalam gedung gereja.

Memuji Tuhan bersama, mendengarkan khotbah Pendeta secara langsung dan kumpul sejenak dengan anggota gereja yang lain bisa sedikit banyak melepas kegalauan kita akan masa pandemi yang belum juga terlihat akan segera berakhir.

Namun semua itu saat ini harus kembali diadakan secara online.

Memang, beribadah di gedung gereja secara bersama-sama dengan beribadah sendiri atau hanya dengan anggota keluarga di rumah terasa berbeda.

Kita tentunya lebih memilih agar bisa beribadah bersama di gedung gereja. Terasa lebih syahdu dan berkesan. Apalagi bila ditambah dengan alat musik yang lengkap, nyanyian kita sepertinya bisa langsung menembus Surga.

Rasanya memang seperti belum beribadah kalau tidak ke gedung gereja.

Padahal, seperti yang tertulis di dalam Alkitab, gereja bukanlah persoalan gedung atau suatu tempat yang megah dan mewah. Gereja adalah setiap pribadi kita.

Apabila kita sudah menyadari bahwa gereja adalah setiap pribadi kita maka beribadah dimanapun tidaklah menjadi sebuah persoalan.

Kita bisa memuji dan menyembah Tuhan dimana saja.

Bukan juga persoalan alat musik yang lengkap atau tata cara ibadah yang rapi yang bisa membuat ibadah kita diterima oleh Tuhan.

Karena Tuhan melihat hati dan bukan apa yang ada di depan mata.

Jika kita bisa terlihat di depan mata setiap orang begitu luar biasanya ibadah yang kita lakukan tapi hati kita penuh dengan ketidak-pedulian terhadap sesama, egois, dan lain sebagainya, ibadah kita tentunya tidak berguna.

Dalam kitab Yakobus 1:27a tertulis bahwa ibadah yang murni dan tidak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka.

Kepedulian terhadap sesama yang menderita adalah suatu bentuk ibadah yang sejati di hadapan Tuhan.

Kita bisa selalu dan setiap saat beribadah kepada Tuhan apabila kita tanamkan sikap peduli itu sebagai gaya hidup.

Seperti saat ini, ketika kita harus di rumah saja, menahan diri untuk tidak keluar kalau tidak perlu dan tidak melakukan hal-hal menyenangkan bersama teman-teman kita seperti biasa.

Lakukan semua itu karena kita peduli akan orang lain, juga akan keselamatan bangsa ini.

Dengan begitu, kita sudah melakukan ibadah di hadapan Tuhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun