anak berusia 3 tahun. Bahkan pada autisme infantile, gejalanya sudah ada sejak lahir. Anak penyandang autis mempunyai masalah gangguan dalam bidang komunikasi, interaksi sosial, gangguan sensoris, pola bermain, perilaku dan emosi (Suryana, 2004).Â
Autisme didefinisikan sebagai suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai tampak sebelumKanner (dalam Berkell, 1992) mendeskripsikan gangguan ini dengan 3 kriteria umum yaitu adanya gangguan pada hubungan interpersonal, gangguan pada perkembangan bahasa dan kebiasaan untukmelakukan pengulangan atau melakukan tingkah laku yang sama secara berulang-ulang Dilihat dari segi perilaku, anak penderita autisme memiliki perilaku yang berbeda dengan perilaku anak normal.
Untuk dapat membedakan perilaku anak autis dengan perilaku anak normal sebaiknya kita mengetahui terlebih dahulu perkembangan perilaku anak normal, agar dapat mendeteksi secara dini bila terlihat perilaku menyimpang dan dapat melihat sejauh mana keterlambatan perkembangan dari anak yang mengalami hambatan perkembangan perilakunya.Â
Menurut Handojo (2003:10) perilaku merupakan segala tingkah laku seorang individu baik kecil maupun besar yang dapat dilihat, didengar dan dirasakan (oleh indera perasa di kulit, dan bukan yang dirasakan di hati) oleh orang lain atau diri sendiri.Â
Perilaku meliputi gerakangerakan atau aksi-aksi baik berupa gerakan yang beraturan atau tidak beraturan, sengaja ataupun tidak sengaja,berguna ataupun tidak berguna, dan berbicara atau suara. Untuk melihat perkembangan perilaku seorang anak dengan autisme dapat terdeteksi dan diobservasi saat anak menginjak usia 2 tahun.
 Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dari guru kelas peserta didik yang dilaksanakan pada tanggal 29 Februari 2024 di SLB Krida Utama, mendapatkan informasi bahwa salah satu anak yang menjadi bahan observasi mengalami permasalahan pada perilakunya, seperti sering melukai dirinya sendiri saat ia merasa tertekan seperti mencakar tangan, menggigit, dan mencubit.
Pendekatan ABA menjadi salah satu opsi yang cocok dalam mengatasi hal tersebut. Pendekatan ABA (Applied Behavior Analysis) adalah sebuah metode terapi yang digunakan untuk memahami dan mengubah perilaku seseorang, khususnya anak autis. Program ini terstruktur dan fokus pada penyesuaian perilaku yang spesifik.Â
Terapi ABA bertujuan untuk mendidik anak bagaimana terlibat dalam komunikasi dua arah yang aktif, bersosialisasi dalam lingkungan kelompok, menghilangkan atau mengurangi perilaku yang tidak wajar, melatih perilaku akademik, dan menumbuhkan kemandirian. Dalam pendekatan ini, anak-anak dipelajari secara khusus sambil diberikan hadiah/pujian sebagai bentuk penguatan positif.Â
Metode ini juga tidak menggunakan tekanan dalam proses terapi, melainkan lebih fokus pada memberikan instruksi yang tegas dan konsisten, serta memberikan stimulasi sensoris dan motorik yang cukup untuk meningkatkan keterampilan adaptif pada setiap anak.Â
ABA juga bertujuan mengubah perilaku negatif yang dapat membahayakan diri anak autis. Dengan menggunakan teknik-teknik yang sistematis dan terukur, terapis dapat membantu anak autis untuk mengubah perilaku negatif menjadi lebih positif, perilaku negatif yang dimaksud dapat berupa perilaku melukai diri sendiri ataupun orang lain, perilaku repetitive, dan perilaku yang lainnya yang dapat merugikan anak autis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H