Di atas bukit kecil
Pada suatu malam
Di atas sebuah kursi bambu rapuh
Aku duduk bersimpuh
Angin bertiup menuju utara
Perlahan-lahan berirama
Menambah sendu suasana
Hingga jiwa berhenti berdangsa
Rembulan buram
Cahayanya terhalang awan hitam
Padahal masanya disebut purnama
Sifatnya sebagai pengusir merana entah kemana
Ke arah selatan aku memandang
Terlihat beribu lampu bersaing jadi terdepan
Sebuah kota kecil yang memiliki lampu termegah
Lampu-lampunya berwarna-warni
Sebuah ciri kota selain hening
Semua mata terpedaya
Tapi satu lampu membuat aku terpana
Cahayanya mengoda
Diantara sekian lampu seolah lampu itu paling menawan
Padahal mata normal mengaku cahayanya temaram
Malam pun berlalu
Aku semakin tertarik mencari tau
Melihat keluguanku semua pemilik retina membisu
Berjam-jam telah mengeja turunan berbatu
Rupanya sumber cahaya itu sebuah sekolah TK
Aku semakin tertarik mencari tau alasannya
Dan mencoba menepis yang tidak logis
Nyatanya setelah sekian lama coba menangkis tidak ada yang berubah:
Tetap saja menawan
Bahkan semakin menawan
Tetap saja tertarik
Bahkan semakin tertarik
Aku ingin memilikinya
Teman-teman yang sudah tau keinginanku berkata sadis:
"Apa? Loe sehat?""Loe salah minum obat?"
"Mau jadi anak TK?"
Bermacam argumen menghujam
Seakan mencegat langkahku
Tapi apa peduliku
Mau sakit atau salah minum obat sama sekali tidak membuat semangatku surut
Dan mungkin bisa jadi aku harus jadi anak TK lagi
Aku mau saja jika lampu itu ku miliki
Gayo Lues, 2016