“Kalau bisa nikah muda, kenapa tidak? Kalau bisa jadi mahmud, kenapa tidak?”
“Nikah sebelum mapan, kenapa tidak? Agar istri dan anak tau arti perjuagan.”
Mantap ya? Keren ya? Ya mantap – mantap keren. Ah, yang bener?
Pernikahan dini, memang merupakan sesuatu yang mantap dan keren. Mantap, ya siapa yang tidak mau menjalin cinta dan kasih dalam usia muda yang lebih lama. Yang tidak mau, perlu ditanyakan ‘kejantanan dan kebetinaannya’ (normal). Keren, ya artinya cepat laku. Yang cepat laku kan keren, ihhhhh.. yang tidak laku mah memalukan, apalagi sudah seperempat abat, huh minta ampun dehhh . Ho ho ho,
OK, dechhh,,, kamu laku, laris manis malahan. Tapi, usahakan lakunya jagan sebentar, yoo Mas n Mbae! Pertahankan, kalau jadi mahmud menyenangkan! Pertahankan, kalau berjuang bersama, mendidik arti perjuangan!. Kalau tidak, malah memalukan. Janda n Duda deh loe!. Setuju, tak?
Menikah memang merupakan kebutuhan kita semua sebagai manusia normal. Dalam menikah, kita akan mendapati dua hal yaitu hak dan kewajiban. Hak sebagai suami, kewajiban sebagai suami dan hak sebagai istri, kewajiban sebagai istri. Tujuan menikah adalah berkeluarga. Hal ini sesuai dengan ciri –ciri mahluk hidup dalam Biologi yaitu berkembang biak. Bagaimana Jika menikah tanpa berkembang biak? Nah itu, status sebagai mahluk hidup dipertanyakan. Ehhh,, benar gak tu? Bingung.
Menikah dengan persiapan yang matang tentu akan terasa mengasyikan dan memuaskan. Mayoritasnya begitu, karena memang sudah dipersiapkan dan merasa mampu. Jika calon pengantin, sudah memperkirakan rintangan apa saja yang terjadi ketika mengarungi bahtera rumah tangga, tentu tidak akan kaget dalam menjalaninya. Yang harus kita tahu, berkeluarga itu bukan hanya ada enaknya saja, tapi ada juga tidak enaknya. Enaknya dalam bentuk ‘hak’ dan tidaknya dalam bentuk ‘kewajiban’. Jadi, jika kita nikah dengan persiapan, pasti kita tau bagaimana memperoleh hak yang baik dan bagaimana menjalan kewajiban yang baik.
Menikah tanpa persiapan, sering membuat pengantin tidak siap. Ya namanya juga tanpa persiapan, ya kemungkinan tidak siapnya pasti besar. Yang perempuan, masih tinggal dirumah mertua tapi lagaknya sudah seperti Nyonya besar. Bukannya bangun pagi terus memasak, ehh malah bangun jam 10 siang dan protes lagi masakan mertuanya ‘sayurnya kurang aseemm’dan Suaminya bukannya menegur malah mengiain ‘ia bener kurang asemm’. Hah? Huekkzz... Woyyy kampret loe berdua.
Sepengetahuan penulis yang seperti itu banyak terjadi pada pengantin muda (pernikahan dini). Yang mana seharusnya nikah itu sesuatu yang normal, tapi ini malah tidak normal. Walaupun terkadang ada juga yang menikah karena di tangkap pak hansip sedang mojok dibawah pohon terong, sehingga ‘jodoh ditangan Hansip’ tapi setelah menikah berjalan baik dan langgeng. Tau diri. Ini OK.
Pernikahan dini memang lagi ‘Boomingg’, khususnya daerah penulis. Di daerah lain saya gak tau. Jika ada acara pasar malam saja, pasti nyusul musim kawain. Kawin lari. Ditanya pada si perempuan apakah sudah kenal lama sama suaminya, dianya jawab “baru kenal malam minggu kemarin dipasar malam”. Hah? La trus gimana ceritanya, kok bisa kawin? “saya liat ganteng, dia beli in saya baju baru, trus dianya ngajak kawin, sayanya mau”. Sekali lagi, hahhh? Harap maklum, umurnya masih dini.
Karena banyaknya pernikahan dini, jadi banyak juga janda dan duda dini. Kasihan. Jangan ditanya, alasannya tepat misalnya : ada yang suaminya gak bisa beli baju lebaran sesuai model, dianya malu mau silaturahmi ke rumah ibu; ada yang suaminya gak mampu beli in paket smartphone nya, dianya gak bisa Ngompasiana; ada yang mertuanya cerewet buaanggett, ngajarin ngurus rumah tangga; ada yang gak bisa masak; dan alasan tepat lain sebagainya. Waduh yang ini kan kacau. Si suami juga gak nasehatin atau cari pendapat sama orang tua malah ngomong ‘ ya udah pulang kerumah buyut loe, kamu saya talak tiga’ dan ada juga karena pusing langsung di tempeleng ‘Duerrrrr’. Nah loe, Mas itu anak orang bukan Bola Volly.