Mohon tunggu...
NewK Oewien
NewK Oewien Mohon Tunggu... Petani - Sapa-sapa Maya

email : anakgayo91@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keagungan Puasa dan Ironinya

4 Juli 2016   15:36 Diperbarui: 4 Juli 2016   15:44 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : http://rzk-30.mywapblog.com

Pada hari jum’at bulan lalu, tepatnya 3 hari sebelum puasa. Donto ikut meramaikan jamaah sholat jum’at di kampungnya, terpengaruh teman – temannya yang pada ikut jum’atan. Biasa jum’atan sebelum puasa ramai betul. Donto memakai baju koko putih dengan lipatan yang lancip dan terlihat baru. walaupun bajunya dibeli lebaran tahun lalu, masih terlihat baru. Dimaklumi saja kawab, bajunya mungkin terakhir dipakai lebaran tahun lalu.

Dengan langkah tegap dan pakaian rapi, dia menuju masjid dengan penuh semangat. Khusuk melangkah dengan senyum merekah bak penda’i muda. Jamaah sudah banyak berkumpul ketika dia sampai. Banyak jamaah melihat dia penuh kaget, seakan tidak yakin. Ada juga yang menyambut penuh syukur, akhirnya dia ke masjid juga begitu dalam hatinya. Ia memang, masjid sudah sangat merindukan kedatangannya. Dalam hati kecilnya, bukan tidak rindu memuliakan masjid. Akan tetapi kondisi ekonomi yang menghalangi. Dia sudah berziarah, jadinya Alhamdulillah.

Katib jum’at itu, anak muda yang baru pulang dari pasantren. Masih muda, penuh semangat, ucapan tegas, dalil mantap dan penuh yakin menyampainkan petuah dari pengalamannya menggali ilmu selama ini. Mantap. Karena Ramadhan sudah dekat, tentu tema khotbah tentang Ramadhan. Katib membacakan ayat tentang puasa dengan suara lantang dan merdu. Suaranya menggema seantero masjid. Donto terpikat. Jamaah seakan hanyut, ada juga sebagian digoda ngantuk. Cepat – cepat Isstighfar.

Seperti umumnya. Katib mengupas tuntas masalah puasa. Puasa bukan semata – mata menahan lapar dan haus saja, tetapi menahan seluruh hawa nafsu. Baik itu nafsu yang digunakan untuk lahiriah maupun digunakan untuk batiniah. Lisan dan perbuatan. Puasa juga adalah momen yang paling tepat untuk mendekatkan diri pada sang yang serba Maha. Lebih dekat dari biasa, tentunya. Perbanyak dzikir dan membaca firman-Nya. Bersabar dengan cobaan dan godaan. Agar setelahnya kita kembali pada fitrah, sepenuhnya seperti kertas yang paling putih dan bersih. Terbebas dari dosa. Terbaik diantara yang paling baik. Donto mengangguk paham.

Apa yang kita lakukan pada saat puasa, hendaknya menjadi pedoman kita sesudah puasa. Menerapkan perbuatan dan tindakan puasa pada hari – hari biasanya. Tidak tergoda pada hal – hal yang tidak baik dan membiasakan mendekatkan diri pada-Nya seperti bulan puasa, diusahakan lebih dekat lagi. Kembali Donto mengangguk paham.

Setelah pulang dari Masjid, dalam hati Donto berniat kalau puasa ini harus dijalani sebaik - baiknya. “cukup sampai saat ini saja berbuat dosa dan melanggar perintahnya” batinnya. Mengingat – ingat petuah katib kalau momen puasa ini adalah yang paling tepat untuk mengampuni dosa dan memulai mengabdi padaNya. Dia merasa yakin.

----------------------------

“sahur, sahuurr,, sahuuurrr.........” dari corong toa menara masjid membahana, terdengar pada telinganya. Terkaget bangun. melihat istri disampingnya belum bangun, ia bergegas membangunkan untuk memasak santap sahur dini itu. Istrinya bangun dan memasak. Ketiga anaknya yang masih kecil – kecil juga dibangunkan.

“si bungsu tidak usah dibangunin” protes instrinya.

“berbuat baik itu harus dimulai sejak dini” ceramahnya.

“bagaiman kalau dia tidak tahan?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun