Mohon tunggu...
NewK Oewien
NewK Oewien Mohon Tunggu... Petani - Sapa-sapa Maya

email : anakgayo91@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Bulan Kemanusiaan RTC] Ijah dan Nasibnya

26 Juli 2016   21:37 Diperbarui: 26 Juli 2016   21:43 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ibu Ijah mengayam, tapi ibu Ijah lebih kurus. sumber : http://acehtourismagency.blogspot.co.uk

Diruang kotak 3 x 4 m ini, ijah dan anaknya tinggal. Dibangun dibelakang rumah adiknya dan oleh adiknya sendiri. Adiknya yang merupakan mantan anak buah suaminya. Gubuk sukuran itu tempat mereka berteduh dari panasnya terik dan dinginnya badai. Dengan perabotan seadanya. Memakai tungku jika memasak. Pengap ketika dapur mengepul. Keuntungannya, dapurnya jarang mengepul. Hal ini terjadi setelah ‘cerai kasih’ dengan suaminya beberapa tahun yang lalu.

Anak beranak ini sebelum berpisah dengan suami-bapaknya, Donto namanya, kehidupan mereka lumayan bila dibanding dengan warga di lingkungannya. Donto sebagai kuli bangunan selalu bekerja keras menafkahi. Penghasilan 70 ribu perhari dan penghasilan tidak tetap Ijah dari menganyam pandan, lebih dari cukup untuk biaya kehidupan mereka yang tinggal di kampung yang udik ini. Mereka bisa mengontrak rumah yang layak ketika itu.

Sekarang, itu tinggal kenangan. Perpisahan yang tanpa solusi pencegahan, memisahkan mereka. Terkadang takdir memang semaunya, menyatukan orang tanpa terduga pun memisahkan seperti yang dialami Ijah dan Anaknya, padahal jika ditimbang-timbang Ijah belum mampu untuk itu.

Takdir juga yang menjatuhkan nasib sakit pada Ijah, membuat nasib mereka kelimpungan. Sekarang Ijah seorang diri menghidupi keluarga kecilnya, ya karena anaknya masih kelas 2 SD, belum bisa membanu.

Sakit yang menggerogoti tubuh Ijah, menyisakan tulang dibungkus kulit tipis serta sedikit tenaga untuk bernafas dan menggerakkan tubuhnya untuk mengayam tikar pandan. Dulunya, sehelai tikar pandan bisa dirampungkan dalam waktu seminggu jika dimau, tapi sekarang meski dengan seluruh tenaganya paling cepat satu bulan bahkan lebih. Ketidakmampuan tubuhnya dipaksa untuk itu. Ya untuk meneruskan hidupnya yang kering dan anaknya yang masih kecil.

“Salamualaikum” suara perempuan mengagetkannya dari depan pintu. Ketika itu disedang khusuk mengayam tikar.

“walaikumsalam. Masuk kak” yang datang seorang perumpuan seumurannya, untuk mengambil tikar buatan Ijah. Minem namanya. Minem adalah pengepul tikar pandan di kampungnya. Tikar yang terkumpul oleh Minem akan dijual keluar daerah.

“sudah ada jadi?” Minem menanyakan tikar Ijah yang sudah jadi.

“ada kak, itu disudut” sambil menunjukkan gulungan tikar yang berdiri disudut ruangan. Ya, Minem memang sudah satu bulan lebih tidak datang. Tikar itu satu bulan dianyam Ijah.

“cantik, model apa?”

“mata pat, kak” model tikar Mata Pat memang yang paling mahal. Ukuran harga juga dipengaruhi kerapatan anyaman dan bahan pandan, lembut kasarnya. Ijah memang jagonya membuat model ini, Minem sering memuji. Tepatnya, itu dulu sebelum sakit. Mereka sedikit tawar menawar. Kesepakatan terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun