"Ya, sudah. Diingat-ingat saja dulu. Kalau sudah kenal, nanti temui aku, sekaligus minta maaf kalau perlu," Ia menepuk pundakku. "Haha... ." Ia langsung pergi ke sudut lain.
Jejeran kursi panjang yang kududuki perlahan dipenuhi penari Bines. Mereka senyam-senyum milahatku. Orang-orang sekeliling juga ikut memandang aneh. Termasuk dia yang tidak kukenal.
Ya, ampun, rupanya senyum dan pelotan orang-orang pertanda pengusiran. Kursi yang dibuat khusus itu juga sudah ada penghuni khusus, para penari Bines. Tidak ada tempat untuk orang lain.
Acara adu kecakapan tarian saman dan ajang silaturahmi berjalan meriah. Walaupun ada yang menganggap kesan estetiknya banyak hilang, namun gerak dan kegarangan tarian semakin beringas, tapi cukup mengobati rasa haus orang akan seni dan budaya yang mulai kendor pagelarannya.
Hari sudah mulai gelap. Para tuan rumah sudah membawa para tamu ke rumah masing-masing, istirahat sejenak. Bahan liputan dan pemenuhan rindu akan seni dan budaya cukup pula bagiku. Waktunya pulang.
Sebelum menunggangi motor, lagi-lagi orang yang telah menolongku menawari singgah. Sebenarnya ada rasa ingin, karena nanti malam aku bisa lagi menikmati pagelaran.
"Maaf bang..." ia keliatan risih, entah karena aku memanggilnya abang atau penolakanku. "Aku harus buat laporan secepatnya."
"Ya, sudah. Jangan lupa lagi kunci."
Seketika itu aku langsung merogoh saku. Ada. Ia langsung berlalu, menaiki anak tangga rumahnya. Aku memerhatikannya hingga pintu sempurna menelannya. Azan sudah berkumandang. Aku pun bergegas.
Tapi... kenapa motor motorku? Kuncinya kok tidak pas. Aku terus mencoba membuka kontak pengamannya. Tidak bisa. Dicoba lagi. Tetap gagal. Orang-orang yang tadi ramai telah lenyap. Aku memeriksa kuncinya, jangan-jangan tertukar. Tidak, tidak tertukar. Gantungannya sama.
Tiba-tiba aku menimbang tawaran orang misterius tadi. Mau mengetuk pintu, tapi sudah keburu malu. Jika tidak... ah ke siapa lagi minta bantuan. Aku terus mencoba membuka kontak sambil menggerakkan setang motor. Rasa kesal semakin menjadi-jadi, sebab setang juga terkunci. Kalau tidak aku bisa mendorong ke bengkel terdekat, pikirku.