Satu-dua penari Bines yang sudah berdandan rapi berdatangan, memakai pakaian tradisional yang berwarna mirip lampu stopan. Aku memotretnya. Gadis-gadis itu tersenyum, manis sekali. Lalu tiba-tiba merasa dunia masih ramah padaku. Dunia masih menyediakan impian-impian baru terkait penolakkan terhadapku, yang dengan alasan klasik dan juga berhasil membuatku lumayan terpukul.
""Lif. Semangat amat. Ngopi pun tidak mau." Orang yang mengajak ngopi mendekat. Aku belum mengenalnya.
"Hari pertama soalnya."
"Baru kerja?"
Aku mengangguk.
"Tapi ya jangan sampai lupa Kunci." Ia menyodorkan kunci motorku. Aku memeriksa saku.
"Ya, ampun. Kok bisa lupa," sesalku, " Terima kasih banyak, Bang."
"Bang?"
"Maaf ini.Emmm... apa kita saling kenal ya?"
"Pantas! Hahaha." Aku heran dia tertawa.
"Benar, aku lupa."