Seperti kita ketahui, Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo tahun 2015 lalu telah menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional (HSN). Yang namanya Hari Kebesaran, tentu tidak elok jika dibiarkan berlalu tanpa perayaan.
Dalam perayaannya, satuan Santri Jawa Barat akan melaksanakan perayaan pada hari ini (Kamis, 26/10/2017 di Alun-alun Kota Bandung. Berdasar pengakuan panitia, salah satu tujuan perayaan yaitu akan meneguhkan Kota Bandung sebagai Kota religius.
Tentu tiap-tiap otak Ustad, selaku pimpinan Santri, akan berbeda pandangan. Hingga memilih cara tersendiri melakukan peringatan HSN tersebut. Begitu pula apa yang dilakukan salah satu Pimpinan Pesantren di Kabupaten Gayo Lues, Kecamatan Blangpegayon, (catat: mungkin) setelah dua hari dari tanggal yang ditetapkan sebagai HSN yaitu pada tanggal 24 yang "terhormat" hendak melakukan perayaan tambahan, tapi konyolnya ia memilih mengajak (memaksa) seorang Santriwati berpagutan hingga bermain ranjang.
Barangkali hal itu bukan sesuatu yang keliru, jika Ustad telah menikahinya. Memang boleh sampai empat kok sebagai penghias ranjang. Tapi masalahnya belum dihalalkan, sebab "teman" bermainnya telah melaporkan diri sebagai korban pada pihak berwajib.
Sontak kejadian itu membuat masyarakat Negeri Seribu Bukit yang sudah tau geger dan mengeleng. Pasal, dari inisial yang diberitakan Harianandalas (pelaku Y dan tempat kejadian NF) membuat masyarakat menduga-duga bahwa pelaku dan tempat kejadian adalah sama dengan tindak kekerasan pada Santriwati yatim piatu bulan lalu.Kasus penganiayaan itu akhirnya berhenti setelah pelaku membayar puluhan juta rupiah sebagai uang damai.
Masih dari berita, kejadian itu bermula ketika Ustad memanggil korban untuk meminjam tenaganya mengetik proposal. Sunggah tak diduga, pelaku malah menciumnya mesra dan dimintai menggelitik "anu"nya Ustad. Kejadian serupa sudah terjadi tiga kali selama 2017 (artinya mungkin 2016 sudah berkali-kali). Korban sungguh tidak terima jika ilmu yang diberikan harus dibayar dengan kehormatannya (plis deh, itu mahal Ustad).
Kalau memang benar pelakunya Ustad Yahya dan kejadiannya di Pesantren Nurul Fatah, maka saya kira begini alasannya kenapa "perayaan HSN" yang tidak layak itu terjadi:
Pertama, semakin tinggi pohon maka angin akan deras menerpa. Ini benar adanya. Siapa yang tidak tau Ustad Y. Selain Ustad ia juga pernah jadi Guru, petugas syariat Islam.
Nah, Syaiton paling kesal lihat yang begini. Hingga yang datang menggoda bukan kelas ecek-ecek. Tapi sekelas Psikiater atau kalau perlu Raja dan Ratu mereka datang mengganggu. Jelas ia bisa terguncang. Ditambah dengan terlalu lama menunggu bidadari surga, ya garap aja yang ada dulu. Kelar.
Kedua, lokasinya di ketinggian. Saya yang tinggal tidak jauh dari tempat kejadian perkara (TKP), tau betul lingkungan itu. Lokasinya diatas bukit. Jadi, yang namanya ketinggian pasti lebih dingin.
Karena beberapa hari ini Gayo Lues hujan, otomatis hawa dingin akan bertambah dari biasanya yang memang sudah dingin. Untuk menghangatkan badan dengan Api unggun mungkin kayu bakar sudah pada basah. Lah, ada anak yang bisa memberi hangat, ya embat aja. Santai wae.