Mohon tunggu...
NewK Oewien
NewK Oewien Mohon Tunggu... Petani - Sapa-sapa Maya

email : anakgayo91@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyangsikan Negeri Ini Serpihan Surga

13 Juni 2017   13:45 Diperbarui: 13 Juni 2017   13:57 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://tabloidsahabatpetani.com/

Begitu pula para penghasil daging, kadang tiba waktunya ngiler lihat harga hasil tani yang memuncak, mereka pun berubah laku jadi petani. Dan untuk selanjutnya daging lenyap, hingga harganya setengah langit.

Jadilah yang ada hanya tumpukan hasil tani menyentuh langit dengan harga jatuh ke dasar bumi. Dari mana lagi rupiah untuk membeli daging.

Juga apa daya, kalau anak-anak Merauke tidak punya sayap, jika ingin terbang ke Sabang, demi melakukan surfingdi bagian surga lain, pulau Weh. Apa mau dikata, anak-anak pedalaman Aceh masih asing dengan kemegahan Raja Ampat, apalagi bisa mengeja pulau-pulaunya. Begitu pula antara anak-anak yang tinggal dekat pulau Miangas dan Dana, sulit silaturahmi.

Anak-anak kota harus rela terus-menerus memburu sepi ditengah kebisingan gang sempit perkotaan. Tubuh ringkih anak kota penuh semangat meski sesak di jalanan penuh polusi, demi mengais sesuap nasi. Anak-anak desa harus sabar mendaki pegunungan gersang, meski punya mimpi menaiki anak tangga gedung bertingkat. berkulit hangus mereka penuh gairah walau terpanggang di tengah sawah, demi merengkuh bulir padi untuk mengisi kuali.

Salah satu alasan negeri ini dijuluki sangat utipis tadi karena keberagaman penghuninya. Tapi apa, manusianya terus saja saling pukul. Membusungkan ego masing-masing. Tidak mau mengalah, merasa paling benar. Singkatnya, melulu ribut dimana-mana. Saya belum pernah dengar cerita kalau penghuni surga berkelahi.

Dari kesumua kekacauan itu. Sang pemangku kuasa dengan bangga menunjukkan muka di layar kaca. Memamer kuda emas buatan negeri adidaya. Padahal mereka-mereka itulah pengatur dan penjaga agar julukan “serpihan surga” bukan omong kosong belaka.

Maka, masihkah kita mengaku negeri ini serpihan surga? Wong, pemegang ‘kunci’ surganya saja sudah nyata-nyata mengakui “Negeri ini serpihan Neraka”.

Alasannya: kalau memang negeri ini serpihan surga, mereka tidak akan mengasingkan anak-anak mereka belajar ke luar negeri; mereka tidak suka makanan asing; mereka enggan jalan-jalan ke luar negeri dan pada keseluruhannya tidak terjadi kesenjangan sosial begitu nyata antara rakyat pada umumnya dan mereka-mereka yang (maaf) banyak bacot saat kempanye pemilihan. Bukankah itu pengakuan kalau negeri ini bukan serpihan surga? Ah, semoga saya salah.

Cukup. Finish. End. Jangan ngeyel lagi. Lo gak tau orang lagi ‘kerja, kerja, kerja’, apa?

Gayo Lues, 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun