Dalam hidup, kadang kadang akan terjadi situasi yang tidak diprediksi oleh manusia yang mungkin membawa dalam situasi antara hidup dan mati. Dalam situasi yang sudah susah diprediksi, bisa saja ketemu masalah yang dinyatakan mustahil untuk mencari solusi. Tetapi, dengan pengalaman dan keterampilan, bisa saja kita melawankan kemustahilan bahkan ketika dalam situasi yang mengancam nyawa sekalipun.Â
Pengalaman adalah sebagai guru yang hebat. Ketika dihadapkan pada tantangan yang tampaknya tidak dapat diatasi, Mereka yang memiliki lebih banyak pengalaman memiliki keunggulan signifikan untuk keluar dari masalah. Pengalaman memungkinkan seseorang untuk menganalisa pola, mengantisipasi masalah, dan lebih mengenali situasi dengan tingkat kepercayaan diri yang lebih baik. Sehingga, pengalaman berfungsi sebagai panduan, membantu menavigasi ketidakpastian dan mengubah kemustahilan menjadi pencapaian. Saat pilot dilatih untuk menerbangkan pesawat, mereka juga bisa dipersiapkan terhadap semua kemungkinan untuk situasi apa saja yang bisa terjadi dalam cockpit pesawat terbang. Dengan hal tersebut seorang pilot yang telah memiliki pengalaman serta jam terbang yang mumpuni, membuatnya mampu mengatasi situasi apa saja yang bisa terjadi, bahkan juga situasi antara hidup dan mati.
Keterampilan, di sisi lain adalah hasil dari latihan, dedikasi dan kerja keras. Sementara pengalaman memberikan pengetahuan dan perspektif yang diperlukan untuk memahami masalah, keterampilan memungkinkan seseorang untuk menghadapi situasi secara efektif. Individu yang sangat terampil membawa pemahaman mendalam tentang peralatan dan teknik yang diperlukan untuk mengatasi hambatan. Keterampilan dalam hal ini datang dalam berbagai bentuk: pemikiran kritis, kreativitas, kehandalan teknis, atau bahkan kecerdasan emosional. Walau dengan pelatihan ketat maupun sebanyak mungkin, akan ada kemungkinan salah satu situasi yang dialami seorang pilot tidak terantisipasi dengan skill dan pengetahuan yang dimilikinya. Dengan mengembangkan keterampilan, pilot yang bisa mengandalkan situasi yang terlempar padanya hingga bisa melawan masalah tersebut tanpa panik dan secara efisien.
Ketika pengalaman dan keterampilan digabungkan, mereka menciptakan kekuatan yang mampu mengatasi kemustahilan. Pengalaman membantu mengidentifikasi kerumitan masalah, sementara keterampilan memungkinkan seseorang untuk mengeksekusi solusi dengan presisi. Bersama-sama, mereka menyediakan fondasi yang menjadikan pencapaian yang tampaknya mustahil tidak hanya sebagai kemungkinan, tetapi juga sebagai probabilitas. Dan pada suatu siang di ketinggian 37,000 kaki di wilayah udara Amerika Serikat pada tanggal 19 Juli 1989, empat pilot pada sebuah pesawat penumpang United Airlines mendemonstrasikan kepada dunia cara melawan sesuatu yang mustahil dengan pengalaman dan keterampilan mereka.
Kronologi Insiden United Airlines 232
Di Bandara Internasional Stapleton, sebuah pesawat McDonnell Douglas DC-10-10 milik United Airlines bersiap untuk melakukan penerbangan dari Denver, Colorado, menuju Philadelphia, Pennsylvania, dengan stop-over di Chicago, Illinois, sebagai penerbangan 232. Pilot untuk penerbangan ini adalah Captain Alfred Clair Haynes, Co-Pilot William Records, dan Flight Engineer Dudley J. Dvorak. Captain Haynes sangat berpengalaman sebagai pilot United Airlines, apalagi di pesawat tipe DC-10. Untuk penerbangan ini, terdapat 285 penumpang dan 11 awak di dalam pesawat.
Pada jam 2:09 siang, United Airlines Penerbangan 232 berangkat dari Denver menuju destinasi singgah di Chicago, dan saat itu tidak ada abnormalitas dari lepas landas sampai cruising. Â Tetapi, pada jam 3:16 sore, saat pesawat sedang terbang di ketinggian 37,000 kaki, ada ledakan yang tiba-tiba mengguncangkan pesawat saat setelah melakukan belok ke arah kanan mengikuti rute penerbangan menuju destinasi. Para pilot pun terkejut dan langsung mencoba kendali pesawat, tetapi mereka cepat menemukan bahwa mesin di ekor pesawat telah mengalami kerusakan, dan, lebih mengkhawatirkan lagi, kontrol kepada pesawat sama sekali tidak responsif. Karena kerusakan ini terjadi saat pesawat sedang belok sedikit, pilot menghadapi situasi kritikal dimana bila mereka tidak mengambil aksi, pesawat akan jatuh. Hal ini mustahil, karena McDonnell Douglas menyatakan bahwa kegagalan semua sistem hidrolik pada pesawat ini sangat langka, sehingga tidak ada prosedur untuk mengatasi situasi tersebut. Meski dengan fakta ini, Captain Haynes mengurangi tenaga di mesin kiri dan menaikkan tenaga mesin kanan, dan karena perbedaan dorongan, pesawat pun pelan-pelan meratakan sendiri. Saat pesawat dengan perlahan mendekati penerbangan rata, mereka mulai menjalankan checklist untuk mesin yang gagal, hanya untuk melihat bahwa semua sistem hidrolik pesawat sudah tidak berfungsi, karena pecahan mesin telah memutus kabel hidrolik sehingga pesawat sama sekali tidak bisa dikontrol secara normal. Mereka mencoba untuk mendapatkan kembali sistem hidrolik dengan menyalakan air-driven generator untuk merestorasi kendali, tetapi ini tidak bekerja.Â
Para pilot pun sampai memanggil tim perawatan pesawat pada United Airlines, tetapi mereka sama sekali tidak tahu apa yang harus dilakukan, karena situasi kehilangan sistem hidrolik pada pesawat DC-10 sangat tidak mungkin terjadi, sehingga tidak ada prosedur yang dibuat untuk mengatasi situasi tersebut. Kasus ini dianggap sebagai event "Black Swan", dimana kejadian yang sangat tidak mungkin telah terjadi, dan akan menghasilkan konsekuensi yang sangat besar.
Dengan kehilangan kontrol pesawat, United Airlines 232 terbang dalam kondisi osilasi, dimana pesawat akan mengalami kondisi naik dan turun, sambil sedikit belok ke kanan - saat pesawat turun, kecepatan pesawat naik, dan aliran udara di sayap lebih tinggi, membuat hidung pesawat naik secara natural dan pesawat bisa menanjak. Tetapi, saat pesawat naik kembali , kecepatan dan aliran udara pun berkurang, membuat hidung pesawat turun, dan pesawat pun kembali menukik. Setiap gerak osilasi terjadi, pesawat kehilangan ketinggian sebesar 1,500 kaki.Â
Pada jam 3:29, Saat pramugari sedang berjalan lewat kabin, seorang penumpang bernama Dennis Fitch, meminta untuk membantu pilot. Dia adalah sebuah pilot pelatih untuk pesawat DC-10 yang sangat berpengalaman dan sangat kenal kepada pesawat model tersebut. Dengan bantuan Fitch, pilot mempunyai kesempatan yang lebih tinggi untuk menyelamatkan pesawat ini. Captain Haynes meminta Fitch untuk membantu mengendalikan pesawat lewat kendali tenaga mesin. Sebagai pilot pelatih, Fitch telah mempelajari kasus-kasus kecelakaan pesawat, dimana salah satunya adalah Japan Airlines penerbangan 123, yang juga kehilangan kendali total seperti mereka sekarang, dan pesawat dikontrol secara memanipulasi tenaga mesin.
Dengan bantuan Fitch, mereka memiliki peluang untuk mendaratkan pesawat dengan selamat, dan pilot mengontak ATC untuk arahan mendarat darurat, dan dipilih Sioux City Gateway sebagai bandara terdekat. Sementara bandara bersiap untuk pendaratan darurat United 232, para pilot pun sadar bahwa mereka hanya bisa belok ke kanan, dan dengan itu, pesawat pun banyak melakukan putaran 360 derajat selama 20 menit lebih sambil mencoba untuk tetap bisa mendapatkan ketinggian yang cukup agar tidak jatuh. Saat bandara Sioux City mendekat, pilot pun mengeluarkan roda pesawat lewat sistem back-up, tetapi mereka tidak memiliki kontrol kepada flaps dan speed brake pesawat, yang berarti saat mereka mendarat pesawat tidak akan bisa menurunkan kecepatannya, dan sehingga roda akan bekerja secara maksimal untuk menyerap tekanan gaya saat pendaratan pesawat. Karena terdapat keterbatasan kontrol, setelah DC-10 melakukan putaran terakhir, terdapat sebuah masalah. United 232 terpaksa harus mendarat di landasan 22 karena telah berbaris kepada landasan pacu tersebut, dimana seharusnya pesawat mendarat darurat di landasan nomor 31. Di landasan 22, terdapat kru darurat telah menunggu dan mengantisipasi United 232 untuk mendarat di landasan 31, memaksakan ambulans dan truk pemadam kebakaran untuk berpindah dari posisi mereka saat itu.