Mohon tunggu...
Supeno Budiyanto
Supeno Budiyanto Mohon Tunggu... -

Ketua Bidang Ideologi, Pendidikan & Kaderisasi DPC Pemuda demokrat Indonesia Kab. Bekasi\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Edan!!!!

15 September 2011   13:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:56 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tak pernah terlintas dalam pikiranku untuk menjadi seperti sekarang ini, entah apa yang telah aku lakukan semasa hidupku, ketika aku mencoba meniti hidup, merenda hari, menatap langit dan terus bertahan aku bagai seonggok sampah di pinggir jalan, jangankan orang – orang itu menatapku, mencium keberadaan ku saja mereka langsung menghindar sembari menutup hidungnya yang tak satupun yang mancung.

Pernah suatu hari ketika seragam biru putihku masih melekat di badanku yang memang kecil dengan kulit yang gak lazim untuk orang kampung macam aku, lihat saja kulitku yang putih agak kemerahan dengan rambut gonjes gak jelas, bibir tebal, dan tubuh yang pendek untuk ukuran laki – laki, tapi dengan keadaan fisikku yang seperti itu aku masih di anugrahi dengan otak yang gak kalah dengan Hitler, Benitto Mussolini atau Che Guevarra. Radikal, Seporadis, ekstrim atau bahkan mbalelo, ya.. aku memang terlalu banyak malalap habis buku – buku milik Ka Yusuf, dia itu kakak dari partner tandingku bermain Sega waktu SD si kutu kupret Aji, begitulah aku memanggilnya.

Ka Yusuf memang lulusan salah satu kampus di Kota Gudeg, dia punya banyak buku – buku yang mungkin terlalu berat untuk ukuran anak SMP, maklum saja Ka Yusuf mengambil Jurusan Ilmu Politik. Secara diam – diam aku sering membaca buku koleksinya walaupun terkadang kebanyakan gak ngerti nya namun secara terus menerus buku – buku itu telah merasuki otakku dan aku seperti terbius dan berambisi untuk menjadi orang – orang besar yang fenomenal.Edan nekad banget …..

“ Ji.. buku ini gw bawa pinjem ya…!!”, sambil nunjukin buku yang akan aku pinjam….

Si Kutu Kupret itu diam aja sambil trus membesarkan matanya yang memang gak besar kearah TV yang terlihat gambar petualangan Wu Kong dalam game Dragon Ball.

Dengan cueknya aku bawa buku itu, keren banget isi buku itu judulnya “Marxis untuk Pemula” secara dulu aku suka banget sama yang namanya komik dan buku itu memaparkan ajaran Karl Marx dalam format seperti komik, terang aja aku langsung cinta pada pandangan pertama, sebagai catatan aku masih duduk di bangku kelas Satu SMP. Edan…..

Alhasil dalam waktu hanya beberapa bulan saja aku berubah menjadi sosok yang tengil, arogan, egois bahkan nyeleneh. Lihat saja aksiku ketika membuat tulisan – tulisan pake karton yang aku dapat dari bawah meja, entah milik siapa karton itu. Aku mencoba berekspresi dengan berfikir radikal dengan membuat peraturan di kelasku yang isinya sungguh provokatif, bayangkan saja aku membuat aturan yang isinya adalah wajib bolos di hari sabtu karena itu adalah “sabtu seru“ hari dimana kita akan menyerang atau diserang oleh sekolah lain. Edan….

Berikutnya adalah jangan pernah membuat PR, alasannya adalah kita tempat belajar adalah sekolah dan rumah adalah tempat istirahat dan bermain. Aku tahu sich itu alas an yang gak ilmiah padahal dalam hati aku ingin anak – anak kelasku menjadi orang – orang yang bodoh sehingga aku tidak punya saingan untuk menjadi bintang yang bersinar diantara bintang – bintang yang redup karena kebodohan. Edan….

Yang lain adalah ejekan kepada seorang guru sejarah yang bahenol abiz… lihat saja body nya yang kata orang mirip gitar spanyol… klo aku menilai Bu Euis itu gak jauh seperti seorang pelacur yang mondar mandir di depan anak – anak SMP seperti meminta untuk digoda. Sungguh hina sekali pandanganku akan dirinya padahal ia adalah guruku sendiri. Edan….

Kisah pun dimulai ketika aku mem bai’at layak nya dewan syuro dikelas, dengan suara yang lantang dan lebih mirip kaleng di banting – banting aku bacakan aturan – aturan itu satu persatu sehingga membuat teman – teman kelasku tertawa – tawa, ada yang mengeleng – gelengkan kepalanya, bahkan ada yang membenturkan kepalanya ke meja…. He..he..he.. terlalu mendramatisir banget… Edan…

Saat kericuhan terjadi dan makin membabi buta sehingga memancing guru piket untuk melihat apa yang kami lakukan di dalam kelas tanpa nyana – nyana si Guru Pelacur itu memasuki kelas dan merebut karton yang …. Astaga masih ada di tangan ku… aku hanya bisa diam dengan muka memerah kayak pantat bayi dan gemeteran layaknya orang baru turun dari Bajaj.

“ Yang lain diam dan duduk di meja masing – masing “ Ujar si Guru Pelacur itu kepada kelasku.

“ Ada apa ini ? “ sambil membaca tulisan di karton yang tadi diambilnya dari tangan ku.

Seperti mendapat hadiah jutaan rupiah ia terkejut dan mulai melakukan eye contact dengan menyapu bersih seluruh ruangan.

“ Siapa yang membuat ini ?“ ucapnya dengan nada yang gak jauh sama Mpok Nori klo lagi ngelenong.

Dengan kompaknya tanpa komando semua teman – teman kelasku berteriak

“ Parno….. “ sambil menunjuk kearahku.

Bagai di sambar geledek padahal bukan geledek tapi penghapus blackboard yang melayang di kepalaku dan hampir saja merusak rambutku yang gonjes gila. Bagai Michael Jackson aku mengelak. Edan…..

Kontan saja aku di giring ke ruang guru dan sesampainya aku mendapat bogem – bogem mentah dari para guru yang aku bilang lebih mirip Tukan Jagal atau bahkan centeng kampung. Sungguh kurang ajar perlakuan mereka, aku ini datang kesekolah buat belajar bukan di hajar, jika aku kurang ajar mohon diberikan pelajaran bagaimana cara aku agar tidak kurang ajar. Namun apa boleh dikata muka ku keburu memar – memar, sabetan rotan ke betisku yang meninggal kan garis – garis meras, luka di bawah mata akibat tamparan puluhan guru, bahakan telapak tanganku yang keram akibat menggenggam es batu sampai berubah menjadi air. Sungguh tega nian mereka pada diriku. Terbesit tanya di hati apakah ini jaman penjajahan atau jaman feodal atau jaman demokrasi, entahlah aku lebih mirip maling ayam yang dihakimi oleh massa.

“ Kamu ini calon pemimpin masa depan, parno ! “ kata Pak Wardji guru PPKN .

“Tidak sepantas nya kamu berbuat seperti itu, saya kecewa terhadap kamu !”

-plok- -plok –plok-

Tamparan yang mengiris hatiku, secara Pak Wardi adalah guru favorite ku di sekolah, ia bangga akan pemikiranku tentang berkebangsaan. Perlu kembali diingat aku masih kelas satu SMP. Edan……..

Aku selalu ingat akan kejadian itu sampai sekarang yang akhirnya merubah garisku menjadi tokoh pelajar yang paling ditakutin di daerahku. Bayangkan saja aku mulai merubah gaya rambutku yang gonjes gila menjadi spiky mohack, celana selutut, kaos junkie walkman di kuping ups….., maksudku headseat di kuping, klo walkman nya tetep ada di dalam tas, sepatu kets… edan… gaul mampus untuk sekolahanku yang di kampung dan yang paling edan aku selalu dapat peringkat pertama di kelas bahkan se sekolah ditambah keahlianku memainkan alat musik yang akhirnya membuat aku juara pentas seni se daerahku, jadi gak mungkin para perempuan – perempuan bibit itu gak kelepek – kelepek melihatku mereka semua ingin selalu berada di dekatku… narsis abiz lah… edan….

Hingga aku menjadi lulusan terbaik di SMP tersebut dan masuk ke SMA Favorite di kota, dan yang perlu di ingat aku tidak mengucapkan satupun kata terima kasih kepada guru – guru ku dan aku tidak menghadiri pesta perpisahan, yang menurutku terlalu hedon dan mubazir lebih baik di rumah, membaca buku atau main game, o ya aku tetap meneruskan hoby ku membaca buku – buku yang “berat”. Edan….

Dunia memang berputar setelah keangkuhan aku itu aku kembali menuai masalah namun ini lebih berat “ NARKOBA “ ya apalagi itu adalah godaan anak – anak generasi 21. walaupun itu SMA unggulan tetap saja didalamnya terdapat banyak iblis – iblis yang selalu menggoda dan tidak tanggung itu anak pejabat ataupun anak petani miskin darinkampung, tetap saja tidak ada strata buat komunitas semacam itu, kita semua adalah saudara itu adalah doktrinasi kaum iblis.

“ No.. nge gigs yuk… “ ucap Elang teman sebangkuku..

“ Gilingan lo… masih di kelas nich “

“ Cuek bebek aja lay… toh guru – guru sini kan katro mereka kagak ngarti ma yang beginian “ sambil membakar selinting daun ganja.

“ Tarik lah… serasa sekolah di texas ye… “ celotehku kepada elang.

“ Dodol lo… klo di taxas yang di isep bukan ganja tapi pohon kaktus “ lagi – lagi pembicaraan yang gak penting alias meaningless banget dari si Elang.

“ha..ha..ha..ha..ha..” tawa aku berdua dengan Elang di kelas.

Itulah saat – saat aku SMA yang tidak lebih baik ketika pertama kali pakai seragan Putih Biru.

Nasib sial pun kembali terulang yang akhirnya aku di pecat jadi siswa bagai terkena PHK aku menangis di depan sebuah gereja yang ada di sekitaran terminal. Benar – benar merana diriku ini, kembali aku berfikir apakah akan selamanya aku seperti ini.. ??

Ya sudahlah apa mau dikata aku kembali ke kampung dengan perasaan malu, sedih dan merasa tuhan tidak saying sama aku, aku hanya bias menbanjiri pipiku dengan air mata bagai anak kecil yangb merengek tidak di belikan mainan baru.

Mungkin Ibuku sudah muak dengan kelakuan ku ini, secara ia membesarkan ku seorang diri setelah ayah meninggalkan ibu saat aku masih kecil, sebagai anak tunggal seharusnya aku menjadi kebanggan ibuku. Namun apa boleh dikata nasi sudah berubah menjadi bubur, dan bubur pun sudah berubah menjadi nasi.

Dengan hasil menjual tanah sisa warisan kakekku aku kembali masuk sekolah yang ada di kampung dengan memberikan uang pelicin kepada kepala sekolah sebesar dua juta rupiah, sungguh nominal yang tidak terbilang kecil pada saat kondisi seperti waktu itu dimana negaraku ini sedang dilanda krisis kemiskinan selain krisis moral.

Keberuntungan kembali dating padaku, seperti ketiban bulan jatuh tapi bulan nya juga gak besar – besar amat, klo besar ya itu bias membunuhku.. Edan… aku kembali ke khirohku menjadi pelajar yang berprestasi dan meninggalkan dunia kelam ku yang menjanjikan surga dunia. Kembali aku menjadi juara kelas dengan prestasi yang gak kalah keren disbanding waktu SMP yaitu juara Model dan berhasil menjadi Mojang untuk mewakili daerahku ke tingkat nasional.

Sejengkal – demi sejengkal aku menjadi lebih dewasa selain berprestasi aku juga bias menghasilkan uang sendiri sebagai penyiar radio di daerahku selepas aku pulang sekolah. Sungguh dunia yang tidak bisa aku bayangkan, betapa nikmatnya… edan…

Aku telah menjadi sosok dewasa dan kembali menjadi idola para wanita.. ha..ha..ha.. bolehlah sedikit narsis !!

“ Par.. lo jadi kuliah di Australi ? “ Tanya Bagus teman kampungku

“ ya mudah – mudahan bea siswa ku di terima tapi mungkin di jerman atau di cina, soalnya di australi saingannya ketat banget “ jawab ku pada Bagus.

“ knapa lo gak milih UI atau UGM aja sich ? “

“ knapa enggak kita coba menggantungkan segala sesuatu dari yang tinggi dulu “

“ iya sich tapi nanti klo lo jatuh kan sakit banget Par… !

“ klo jatuh dari pohon mangga bari itu sakit banget gus… udahlah gw jalan dulu ya.. gw ada janji ma Bapak Bupati.

” Aku meninggalkan Bagus di jalan Desa yang sangat halus secara baru di aspal dimana pepohonan rindang tumbuh di sisi – sisi jalannya. Edan euy orang seperti aku dah punya relasi seorang Bupati. Bukannya nyombong tapi memang itu apa adanya. Aku sangat dipercaya oleh si Bupati itu, beliau berhasi aku cuci otaknya.. ya kebiasaan ku membuilding image ku selalu berhasil itupun setelah aku melibas buku “ how to influence someone and win people “. Edan…….

Kesempatan itu akhirnya pun datang dan aku berangkat menuju negeri dengan peradaban yang bisa dibilang sangat tua, cina merupakan tempat impian bagi orang – orang seperti aku yang gila akan pemikiran – pemikiran sosialis kiri. Edan…..

Dan ini benar - benar edan, dimana ternyata aku salah, otakku tak mampu menerima materi – materi kuliah, otakku mulai berfikir secara seporadis tanpa bisa aku kendalikan, edan….. dan akhirnya bencana pun datang aku kembali bergelut dengan barang – barang haram…. Edan…….

Bercinta dengan barang haram itumemang sangat indah dan tidak bisa di bayangkan, lima tahun sudah aku selalu seperti ini.. entahlah apa yang kan terjadi dimasa yang datang , kini aku hanya bisa berdiri dan menatap langit dan berharap para dewa – dewa memaafkan aku…..

Masa – masa sulit ku tak kujung henti, justru makin keras dan brutal menghantamku, tak kuat menahan, aku kembali ke Indonesia dengan harapan yang hancur dan tak mampu membangun harapan baru kembali. Edan….

Aku hanya bisa menangis melihat masa depan ku yang hancur… aku mulai kembali meniti karir ku untuk tetap survive melawan kejamnya dunia.

Kini aku sangat menghargai arti sebuah kehidupan, memang kita terkadang ada di atas bahkan kita bisa terperosok hingga ke jurang kelam. Kita itu seperti bunga yang mekar, berkembang dan layu. Namun semua itu telah usai bagi seorang Parno, kini aku lebih dewasa berfikir dan lebih tercerahkan.

“ Par, rapat komisi dah mau dimulai ! “ Ujar Pak Sarbono selaku Ketua Komisi A DPR RI. Aku langsung beranjak dari lamunanku akan masa laluku.

Uca.S.Budiyanto

(Aktivis Pemuda Demokrat Kab.Bekasi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun