Kemudian masalah berikutnya:
Laporan keuangan dibuat otomatis oleh sistem aplikasi keuangan, namun laporan kinerja harus dibuat manual. Dan biasanya LAKIP dibuat tidak berdasarkan target DIPA yang saat ini ada melainkan menggunakan RKT (Rencana Kerja Tahunan) yang dibuat diawal tahun, sementara isinya bisa jadi beda. Andaikan menggunakan format DIPA maka format LAKIP yang saat ini ada perlu perombakan besar besaran.
Solusi saat ini yang ada, BAPPENAS telah membuat aplikasi yang diharapkan untuk menjadi penghubung antara DIPA dengan LAKIP yaitu aplikasi PP39 (seingat saya namanya itu). Dibuat tiap 3 bulan, menggunakan format DIPA namun belum mencantumkan IKU pada indikator kinerjanya.
Kesimpulan:
Laporan Keuangan (LK) menggambarkan capaian daya serap APBN sentara itu LAKIP menggambarkan capaian kualitatif APBN. LK dapat dibuat otomatis dari aplikasi keuangan sementara LAKIP dibuat manual tanpa kontrol yang baik. Sementara itu mengandalkan LAKIP manual serpetinya hanya mimpi hasilnya akan bagus, namun jika berhasil diotomatisasi terkontrol dengan data kualitatif DIPA hasilnya sepertinya luar biasa, sayangnya algoritma menguhubungkan keduanya sulit saya bayangkan. Kisah mudahnya mungkin seperti “pengaruh gedung baru DPR dengan kepuasan masyarakat”, algoritma apa yang mau dipakai untuk pengujiannya? Namun jika berhasil ketahuankan pantasnya penghuni gedung itu diapain?
catatan: LK dan LAKIP merupakan bagian dari laporan tahunan satker.
Saya pikir, jalan masih panjang dan berliku untuk mencapai performance budget sebenarnya.
Tulisan aslinya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H