Nana dan Regina adalah dua orang sahabat. Keduanya memiliki sifat yang berbeda. Nana adalah seorang gadis yang lemah lembut dan suka membantu. Sedangkan Regina adalah seorang gadis yang sangat keras dan angkuh.
Pada suatu hari Nana membantu Yanto yang merupakan ketua OSIS di sekolahnya. Yanto sangat dibenci oleh Regina. Bantuan yang diberikan oleh Nana kepada Yanto pun terdengar oleh Regina. Maka, ketika esok harinya Regina pun memanggil Nana untuk menemuinya, mereka pun berbincang berdua tanpa ada orang lain.
"Aku tidak suka melihat kamu membantu Yanto, Nana!," Regina berteriak dan menatap Nana, wajahnya memerah dan matanya melotot tajam, sungguh kelihatannya dia sangat marah.
"Dia tidak pantas untuk di bantu, biarkan saja dia gagal menjadi pemimpin OSIS!", kata Regina kepada Nana sambil melotot.
Nana terdiam mendengarkan Regina yang terus berceloteh tanpa henti, dirinya merasa heran mengapa Regina begitu marah kepada dirinya karena membantu Yanto. Apa yang membuatnya sangat marah? Gumam Nana.
Regina begitu marahnya hingga menarik-narik rambut dan memukul-mukul kepalanya sendiri sambil berteriak-teriak. Dia sungguh tak terima bila sahabatnya membantu orang yang sangat dibencinya itu.
"Regina..., aku membantu dia karena....," Nana mulai berbicara.
"Diam kau...! Aku tidak ingin mendengarkan penjelasanmu!" kata Regina dengan nada keras sambil mata melotot dan jarinya menunjuk kearah Nana.
Nana terlihat sangat kaget akan amarahnya Regina kepadanya.
"Baiklah...! Aku tidak akan menjelaskan kepadamu kenapa aku harus membantu dia, jika kamu ingin agar aku tidak perlu membantu orang lain, cukup sampai di sini saja persahabatan kita," kata Nana. Matanya melotot ke arah Regina menunjukkan bahwa dia juga sangat marah karena sikap sahabatnya itu mengahalangi dirinya untuk membantu orang lain.
Nana pun pergi meninggalkan Regina sendirian. Regina kaget dan memanggil-manggil kembali Nana. Namun, Nana sungguh tak menghiraukannya. Regina pun mulai menangis sendirian di kelas. Dia bolak balik melangkah seakan merasa sangat bingung. Mengapa aku membentaknya? Gumamnya.
Dalam kesendiriannya dia menangis dan menyalahkan dirinya. Tiba-tiba, datanglah seorang temannya bernama Dori. Segera Dori menghampiri Regina yang lagi sedang menangis.
"Apa yang terjadi padamu Regina, apakah kamu sakit? Tanya Dori. Regina hanya menggelengkan kepala.
"Aku sudah bersalah Dori kepada Nana. Karena aku Nana marah kepadaku," kata Regina sambil menangis dan terus menyalahkan dirinya.
Dori merasa kasihan dan menemaninya. Tiba-tiba Regina mengeluhkan sakit kepala. Dori berinisiatif mengajak Regina untuk pergi ke UKS. Mereka berdua pun pergi ke UKS. Sampai di UKS langsung di tangani oleh petugas UKS. Menrut petugas UKS bahwa Regina suhu tubuhnya naik, sepertinya demam jadi dia harus istirahat di UKS sementara waktu dan tidak bisa mengikuti pelajaran di kelas pada jam pertama ini. Dori pun meninggalkan Regina dan kembali menuju ke kelas.
"Nana..., Regina ada di ruang UKS," kata Dori. Nana tidak menanggapi perkataan Dori, sikapnya cuek membuat Dori pun terdiam. Dori memandang heran sepertinya terjadi sesuatu kepada mereka berdua, gumam Dori. Kemudian, Dori meninggalkan Nana dan keluar dari kelas.
Bel masuk kelas pun berbunyi, mereka semua masuk kelas. Semua menyiapkan buku dan perlengkapan belajar masing-masing sebelum guru tiba dikelas. Tidak lama kemudian, datanglah pak Rino yang merupakan guru mata pelajaran bahasa Inggris. Pada saat pak Rino mengecek daftar hadir, hanya Regina saja yang tidak mengikuti pelajaran. Pak Rino bertanya kepada Nana tentang Regina. Namun, tidak ada Respon dari Nana. Akhirnya, Dori yang memberikan keterangan bahwa Regina sakit dan sedang beristirahat di ruang UKS.
Kegiatan belajar pun berjalan hingga usai, Dori langsung menuju ke UKS. Berbeda dengan Nana, dia tetap saja tidak menemui Regina. Pada jam terakhir, Regina mengikuti pelajaran. Namun, keduanya tidak saling berbicara hingga pulang sekolah. Meskipun sekali-kali Regina menoleh kearah Nana atau mendatanginya Nana selalu menghindar dari dirinya.
Akhirnya, bel pulang pun berbunyi. Kini mereka berdua pulang tanpa saling berpamitan. Setelah sampai di rumah Nana menunjukkan kekesalan terlihat diraut wajahnya. Nenek dan adiknya heran melihatnya. Setelah berganti pakaian, Nana langsung menuju ke ruang makan. Seperti biasa Neneknya sudah menyiapkan makanan baginya. Nana pun meraih makanan yang sudah tersedia di meja makan. Sambil ditemani oleh Neneknya.
"Nana, apakah kamu baik-baik saja? bagaimana pelajaranmu hari ini di sekolah?" tanya Nenek.
"Baik Nek?" jawab Nana.
"Ada apa Nana, kamu ada masalah?" tanya Nenek.
"Tidak ada apa-apa Nenek, aku hanya kesal pada Regina," kata Nana.
"Apa yang membuatmu kesal? Coba cerita dengan Nenek," kata Nenek. Sambil mengelus-elus pundaknya Nana.
Akhirnya Nana menceritakan kejadian tadi di sekolah bersama Regina kepada neneknya. Neneknya memperhatikan dan mendengarkannya dengan seksama. Terlihat Nana benar-benar sangat kesal kepada sahabatnya itu. Nenek coba tetap menenangkannya.
"Seorang sahabat yang baik siap menerima cobaan seperti salah paham, marah dan teguran. Jika diam berarti bukan sahabat. Begitu juga apabila meninggalkannya sendirian dalam keadaan marah itu bukan hal yang baik. Sebagai sahabat yang baik harus saling mendengarkan, mengingatkan dan menyadarkan. Semua itu dapat terselesaikan dengan baik jika saling mendengarkan maksud dan tujuannya masing-masing," kata Nenek.
Nana terlihat diam dan kemudian meminta maaf kepada Neneknya karena merasa bersalah sudah meninggalkan Regina seharian. Lagian dirinya juga merasa bersalah karena belum mengerti kenapa Regina marah akibat dari membantu Yanto. Akhirnya, Nana menjadi tenang dan tidak lagi menunjukkan rasa kesalnya, dia kembali terlihat ceriah.
Pada keesokan harinya, Nana datang dan berencana akan menemui Regina setelah tiba di sekolah. Namun, ternyata Regina sudah berada di dalam kelas. Ketika Nana masuk Regina pun langsung beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri Nana.
"Maafkan aku Nana. Aku sudah membuatmu marah. Aku tidak akan mengulanginya lagi," kata Regina.
"Aku tidak marah Regina," kata Nana. Sambil memandangi Regina dan tersenyum. Membuat Regina sangat gembira melihatnya.
"Benaran kamu tidak marah?" Tanya Regina seakan dirinya tak percaya jika Nana tidak memarahinya.
"Benar aku tidak marah. Kata Nenekku sebagai sahabat yang baik kita harus saling berbicara, mendengarkan dan meyadarkan," kata Nana.
"Iya, benar..., Regina membenarkan pesan dari Neneknya Nana itu. Dan mereka berdua sangat terlihat sangat gembira dan saling berpelukan.
"Tahukah kamu, aku tidak memiliki nafsu makan seharian dan tidak bisa tidur semalaman karena kamu sudah marahin aku. Terimakasih Nana, ternyata kamu tidak marah kepadaku. Kedepan aku tidak akan melarangmu untuk membantu siapa pun. Meskipun dia bukan temanku dan aku pun akan ikut untuk membantu siapa pun," kata Regina. Terlihat Regina sangat gembira karena mereka berdua bisa bersama-sama lagi.
Sejak saat itu, sebagai sahabat yang baik mereka berdua selalu menanamkan kepecayaan, kepedulian dan saling mendengarkan. Apabila ada masalah mereka bersama-sama mencari solusi untuk menyelesaikannya tanpa saling menyalahkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H