Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Sinetron" Berlanjut, Kali Ini Bambang Widjojanto Ngaku Diancam

12 Februari 2015   20:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:19 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Menurut kami, ancaman sudah sangat eskalatif. Ini bisa menyangkut nyawa," kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto di Gedung KPK semalam (nasional.kompas.com)

Bambang mengungkapkan adanya sejumlah ancaman yang diterima anggota dan penyidik KPK, bahkan ancaman tersebut sudah dalam tahap yang sangat serius. Tapi, sewaktu ditanya apakah ancaman terkait kasus Komjen Budi Gunawan (BG), Bambang enggan menjawab.

"Kami belum bisa menyimpulkan serinci itu," tutur Bambang.

Siapa yang mengancam para punggawa KPK sekarang ini? Dalam kontek waktu, di mana saat ini terjadi konflik KPK-Polri di tengah persaingan pencalonan Kapolri, pelaku pengancaman dapet dikolompokan menjadi tiga.

Pertama, tentu saja kelompok BG. Kelompok BG ini terdiri dari “gerbong” BG di kepolisian dan orang-orang di luar kepolisian yang mendukung pencalonan BG sebagai Kapolri, seperti politisi, birokrat, pengusaha, dan juga lainnya.

Kedua, kelompok para pesaing BG. Kelompok terdiri dari “gerbong” pesaing BG di kepolisian dan orang-orang di luar kepolisian yang mendukung pesaing BG sebagai Kapolri, seperti politisi, birokrat, pengusaha, dan juga lainnya.

Ketiga, kelompok-kelompok lain yang menunggangi isu konflik KPK-Polri. Pelakunya bisa siapa saja dengan motif apa saja, termasuk asmara. Dengan terungkapnya adanya ancaman terhadap KPK, kelompok ketiga semakin leluasa memanfaatkan konflik KPK-Polri untuk kepentingannya sendiri. Bahkan dengan pengungkapan adanya ancaman terhadap KPK, justru berpotensi menarik pihak-pihak lain untuk "memancing di air keruh."

Tetapi, sekalipun dalam kontek ini terdapat tiga kemungkinan pelaku, namun sebagai orang telah mengarahkan jari telunjuk kecurigaannya kepada BG. Kecurigaan publik ini semakin menguat ketika stasiun televisi menyisipkan rekaman BG dalam berbagai momen ketika menayangkan berita tentang adanya ancaman terhadap KPK.

Dalam situasi konflik seperti ini seharusnya personel KPK lebih bijak ketika menyampaikan pernyataan-pernyataannya. Keterangan Bambang semalam justru semakin memanasi situasi. Jika memang ada ancaman terhadap personel KPK, bukankan KPK bisa meminta pengamanan kepada aparat berwenang, bahkan kepada TNI. Terlebih pernyataan Bambang semalam bisa dianggap sebagai bentuk propaganda politik, dalam hal ini pencalonan Kapolri dengan menggunakan institusi KPK sebagai alatnya.

Sebelumnya Bambang dan pengacaranya mengabarkan ke khalayak ramai tentang penolakan kehadiran seluruh pengacaranya untuk mendampingi Bambang ketika diperiksa polisi. Mereka mengatakan penolakan itu sebagai pendzaliman. Timbul pertanyaan, apakah perlu belasan bahkan dua puluhan pengacara mendampingi Bambang dalam pemeriksaannya? Bukankah dua atau tiga pengacara saja sudah cukup. Lantas, kejahatan apa yang telah dilakukan Bambang sampai mengharuskan keseluruh pengacaranya untuk menemaninya? Bukankah tersangka pemerkosa bayi pun berani menghadapi pemeriksaan walaupun tidak didampingi oleh seorang pun pengacara..

Tidak hanya itu pengungkapan Bambang tersebut bisa dipandang sebagai kelanjutan adegan “sinetron” untuk menarik simpati publik, sekaligus untuk menyerang pihak lain, dalam hal ini BG. Bukankah ancaman terhadap seseorang dalam menjalankan profesinya merupakan hal yang biasa. Jangankan personel KPK yang dengan segala kewenangannya dapat “menghilangkan” kemerdekaan seseorang, mbok-mbok pedagang di pasar pun terancam oleh keberadaan preman yang kerap kali memalaknya. Tukang ojek terancam kehilangan nyawa jika melawan pembegal. Wartawan terancam nyawanya jika dalam berita yang dituliskannya mengusik kenyamanan seseorang. Penulis di Kompasiana terancam disomasi jika dalam tulisannya dinilai menyerang seseorang.

Karenanya tidak mengherankan kalau polisi sebagai penegak hukum kerap mendapat ancaman, bahkan serangan. Sebagaimana yang kerap diberitakan, pos polisi yang dilempari batu, lemparan bom molotov, atau berondongan peluru. Bahkan Polsek Hamparan Perak pernah didatangi kelompok teroris yang menyebabkan 3 anggotanya tewas.

Menarik untuk ditunggu kelanjutan dari episode-episode “sinetron” gedung KPK.ini. Kita semua tahu jika ajang penghargaan “kirim SMS” biasanya dimenangkan oleh pemeran dari tokoh yang terdzolimi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun