Jika dimainkan dengan baik isu kenaikan harga gas tabung 12 Kg menjadi lebih seksi ketimbang isu korupsi sebab kenaikan ini berdampak luas bagi masyarakat banyak. Setidaknya ada dua persoalan yang dhadapi masyarakat, pertama terjadinya kelangkaan gas tabung 3 Kg akibat migrasi pemakai gas tabung 12 Kg. Kedua, dengan tingginya disparitas harga akan memicu aksi ambil untung. Pengalaman sebelumnya aksi ambil untung ini dilakukan dengan “menyodomi” isi tabung 3 Kg ke tabung 12 Kg. Penyodomian ini berakibat pada kerusakan pada katup tabung yang berpotensi menimbulkan ledakan tabung.
Banyak yang berpikir bila kenaikan harga ini diskenariokan oleh pemerintah SBY. Kecurigaan ini bukan tanpa dasar mengingat peristiwa serupa terjadi jelang pemilu 2009. Saat itu pemerintah SBY tiga kali menurunkan harga BBM. Kebijakan ini, walaupun kontroversi, dijadikan isu utama kampanye Demokrat. Lewat iklan “BBM Diturunkan Tiga Kali” Demokrat gencar memasarkan keberpihakannya pada rakyat. Hasilnya Demokrat memenangi pemilu 2009 dan memenangkan SBY dalam satu putaran pilpres.
Skenario kenaikan harga gas dimainkan oleh SBY menguat setelah Sekjen Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) menjadi orang pertama dari lingkarang kekuasaan yang mengritisinya. (Sejauh ingatan penulis) ini kali pertama Ibas mengeluarkan pernyataan perihal rakyat, sebelumnya yang dikomentari putra bungsu SBY ini hanya seputar soal pribadi dan partainya saja. Ditambah lagi PAN yang dipimpin oleh besan SBY sendiri menjadi pihak lingkaran kekuasaan kedua yang memrotes kenaikan harga gas tabung 12 Kg. Sama seperti Demokrat, elektabilitas PAN menurut berbagai rilis survei pun buruk. Bahkan sejumlah rilis survei menempatkan PAN sebagai partai yang tidak lolos ke Senayan.
Namun isu gas ini telah menggiring SBY dan Demokrat ke posisi serba salah. Bila Pertamina tidak menurunkan harga, dan sampai terdengar lagi ledakan “si hijau”, maka citra SBY dan Demokrat terus merosot. Tetapi, bila Pertamina menurunkan harga gas tabung 12 Kg, belum tentu pula tingkat elektabilitas Demokrat akan meningkat. Sebab lawan politik akan semakin kencang menghembuskan kenaikan harga gas sebagai politik pencitraan SBY.
Lebih menarik lagi, akibat kenaikan harga gas tabung 12 Kg ini jabatan direktur utama Pertamina dibidik untuk dipecat. Tentu saja gelindingan pemecatan ini akan sampai pada pejabat di atasnya: Menteri BUMN Dahlan Iskan. Dahlan sendiri merupakan peserta ajang pencarian bakal capres Demokrat yang tingkat elektabilitasnya paling tinggi. Dari sini bisa disimpulkan Dahlan dibidik untuk menjatuhkan Demokrat. Tapi, bagaimana bila yang membidik Dahlan adalah pesaingnya di ajang Konvesi Demokrat?
Menurut berbagai rilis survei tingkat elektabilitas Dahlan paling menonjol dibanding kesepuluh peserta konvensi lainnya. Sedang tingkat elektabilitas Pramono Edhie Wibowo (PEW) yang juga adik ipar SBY sendiri masih jauh di bawah Dahlan. Masalahnya, dukungan Cikeas ditengarai jatuh kepada PEW ketimbang Dahlan atau peserta konvensi lainnya. Keberpihakan Cikeas pastinya menggambarkan sikap Demokrat secara keseluruhan. Sekalipun dalam “permainan” Konvensi Demokrat ini SBY lah yang mempunyai hak untuk memutuskan siapa pemenangnya. Namun sangat aneh bila SBY nantinya memilih PEW yang tingkat elektabilitasnya lebih rendah ketimbang Dahlan. Apa kata dunia!
Bagi PDIP, Golkar, dan Gerindra yang memiliki capres dengan tingkat elektabilitas lebih tinggi, Dahlan bukanlah pesaing yang patut diperhitungkan. Apalagi nama Dahlan pun hanya populer di kelas menengah atas. Berbeda dengan Jokowi. Prabowo, ataupun ARB yang namanya populer lintas kalangan. Dari sini bisa disimpulkan bila Dahlan menjadi batu sandungan bagi perserta konvensi saja. Hal ini semakin dipertegas dengan tudingan akun Triomacan2000 yang melaporkan dugaan korupsi yang dilakukan Dahlan kepada Dipo Alam dan bukan kepada aparat yang berwenang. Pelaporan pada Dipo tidak berpengaruh kepada SBY/Demokrat dibanding bila Dahlan dilaporkan pada KPK yang pastinya akan menyeret pemerintah SBY juga. Faktanya isu yang ditebar Triomacan2000 ini tidak bergaung sama sekali. Karenanya isu ini patut diduga hanya untuk menyudutkan Dahlan saja.
Kemudian muncul pertanyaan, bila tujuan dari isu kenaikkan harga gas ini disarangkan kepada Dahlan bukankah akan merugikan Demokrat sendiri. Jawabannya tidak, sebab Demokrat pun dapat memanfaatkan isu kenaikan gas ini yaitu dengan menurunkan kembali harganya. Di sinilah kemampuan komunikasi Demokrat akan banyak berperan.
Jadi siapa yang bermain di sini, konflik politik antar parpol (Demokrat Vs Non-Demokrat) atau konflik internal Demokrat sendiri? Dan, sebagaimana peribahasa “gajah bertarung, pelanduk mati di tengah-tengah” maka yang dirugikan atas kenaikan harga gas tabung 12 Kg ini tentu saja rakyat yang kesulitan mendapatkan gas tabung 3 Kg dan ancaman meledaknya tabung gas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H