Baru pertama kali terjadi, sidang gugatan pilpres yang seharusnya “menyeramkan” berubah menjadi panggung stand up comedy pengocok perut. Saksi-saksi yang konon berlatar PKS yang seharusnya menguatkan gugatan justru malah jadi bahan tertawaan. Ada saksi yang bermodalkan kliping media sebagai buktinya. Ada saksi yang kurang paham data pada Formulir C1. Ada juga saksi yang awalnya ngaku melihat kecurangan, tapi begitu disesak hakim akhirnya ia mengakui kalau ia tidak melihatnya.
Seperti saksi Amir Darmanto yang mengadukan adanya kelebihan satu suara di tempat ia memberikan hak suaranya. Amir yang bertugas sebagai saksi Prabowo-Hatta di tingkat Provinsi Jawa Tengah ini memberikan hak suaranya di tempat dirinya tinggal, yakni di TPS 19, Batursari, Mranggen, Demak, Jawa Tengah.
"Di TPS kami (TPS 19), ada satu surat suara yang tidak ditandatangani oleh petugas KPPS," kata Amir dalam persidangan tersebut.
"Anda lihat sendiri? Hanya satu surat suara?" tanya Hakim Arief Hidayat.
"Iya, saya lihat sendiri. Surat suara yang tidak ditandatangani itu membuat jumlah suaranya lebih satu suara," jawab Amir anggota DPRD Kabupaten Demak dari Fraksi PKS. "Mungkin karena lupa, kelewatan (tak ditanda tangan).
Kenapa Hakim MK tidak mencecar kader dakwah ini dengan bertanya, “Apakah surat suara itu dicoblos? Kemudian melanjutkannya dengan bertanya, “Pasangan mana yang dicoblos?”
Mungkin saja hakim tidak mau mencecar saksi karena surat suara yang dimaksud sudah jelas tidak sah untuk dihitung karena tidak ditandatangani oleh ketua KPPS. Kalau surat suaranya saja tidak sah, dicoblos di gambar pasangan manapun tidak dipersoalkan karena surat suara itu akan dimasukan sebagai surat suara yang rusak (Surat suara yang rusak, bukan suara tidak sah). Karena kalau dimasukkan ke dalam suara tidak sah maka akan berdampak pada ketidaksesuaian jumlah pengguna hak pilih, jumlah suara yang dipakai, dan total suara sah dan tidak sah (jumlah pengguna hak pilih lebih kecil dari jumlah suara yang digunakan dan total suara sah ditambah suara tidak sah)
Tapi, jika saksi jeli dan hakim ingin mengetahui persoalan lebih dalam, maka terlihat ada persoalan serius pada C1 TPS 19, Batursari, Mranggen, Demak, Jawa Tengah. Pertama, pada kolom surat suara dikembalikan oleh pemilih karena rusak/salah coblos tercatat 0 (Nol). Kemana larinya surat suara yang tidak ditandatangani oleh ketua KPPS itu? Apakah masuk ke pasangan capres nomor 1, pasangan nomor dua, atau suara tidak sah?
Jika demikian seharusnya dalam C1 di TPS tersebut jumlah pengguna hak pilih lebih kecil dari jumlah suara yang digunakan dan total suara sah ditambah suara tidak sah. Faktanya dalam C1 tercatat pengguna hak pilih 318, jumlah surat suara yang digunakan 302, dan jumlah suara sah plus suara tidak sah 302. Jadi ada pengguna hak pilih yang tidak mencoblos!
Sekalipun kesalahan yang ada pada Formulis C1 tersebut sangat fatal, tapi belum tentu menunjukkan adanya kecurangan yang menguntungkan Jokowi-JK. Jadi, seharusnya Prabowo tidak perlu membawa kasus di TPS tersebut ke dalam gugatannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H