Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sasaran Teroris Bukan Berdasarkan Kolom Agama pada KTP

29 Agustus 2016   07:39 Diperbarui: 17 Januari 2024   18:12 1065
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Minggu kemarin, 28 Agustus 2016, terjadi serangan teror di Gereja Santo Yosep, Medan. Pelakunya, berhasil ditangkap oleh jamaat gereja, dan kini sudah dalam proses penyelidikan polisi.

Entah sudah untuk keberapa kalinya gereja mendapat serangan teror. Peristiwa terdahsat terjadi pada malam perayaan natal tahun 2000. Ketika itu. 24 Desember 2000, secara serentak teroris menyerang 12 gereja di 7 kota, di antaranys Batam, Jakarta, Ciamis, dan Mataram. Tercatat 18 korban jiwa dan puluhan terluka, baik ringan maupun berat. Pelakunya anggota jaringan Jamaah Islamiyah. Berdasarkan pengakuan pelaku, teror tersebut terkait konflik Ambon.

Bukan hanya gereja yang mendapat serangan teror, rumah ibadah lainnya pun pernah mengalami aksi serupa. Vihara Ekayana pernah dibom pada 4 Agustus 2014 lalu. Serangan teror terhadap tempat ibadah yang paling dikenang adalah bom Borobudur. Pada 21 Januari 1985 9 dari 72 stupa yang terdapat di candi peninggalan wangsa Syailendra itu hancur luluh oleh ledakan bom.

Teror, teroris, berikut pendukungnya merupakan musuh bersama umat manusia. Tidak dapat disangkal lagi kalau agama yang dianut oleh pelaku teror di Indonesia adalah Islam. Karenanya terlalu kekanak-kanakan kalau mengatakan teroris tidak beragama.

Mereka, pelaku teror dan pendukungnya, memang beragama Islam. Hanya saja, dalam pandangan mereka, seluruh umat manusia dianggap kafir, kecuali kelompok mereka sendiri. Jadi, sekalipun kita beragama Islam sejak lahir, tetap saja dianggap mereka sebagai kafir sebelum masuk ke dalam kelompok mereka. 

Dengan paham seperti yang mereka yakini, tidak mengherankan kalau masjid pun menjadi sasaran aksi teror. Masjid Istiqlal, Jakarta, diganggu oleh ledakan bom pada 19 April 1999. Beberapa bulan kemudian, atau tepatnys pada 21 Januari 2000, bom dengan daya ledak lebih besar nyaris meledak di Masjid Kauman, Yogyakarta. Beruntung, Saifulah yang merupakan alumni kamp pelatihan Moro itu gagal merakit bom. Akibatnya, bom yang seharusnya sanggup menghancurkan masjid bersejarah itu hanya menimbulkan kobaran kecil api.

Tidak hanya Masjid Istiqlal dan Masjid Kauman, Masjid Ad Zikra yang terletak di lingkungan Mapolresta Kota Cirebon pun pernah diguncang bom bunuh diri. Pada peristiwa teror itu, belasan jamaah shalat Jumat menderita luka-luka, termasuk Kapolresta Kota Cirebon AKBP Heru Koco. Pelaku bom bunuh diketahui bernama Muhammad Syarif. Ia aktif dalam berbagai ormas Islam dan turun dalam sejumlah aksi unjuk rasa.

Itu yang terjadj di Indonesia. Di berbagai belahan dunia pun demikian. Banyak masjid yang mendapat serangan teror. Peristiwa yang paling mengejutkan adalah serangan bom yang terjadi di dekat Masjid Nabawi di Madinah, Arab Saudi. Dalam serangan yang terjadi pada 5 Juli 2016 itu merengut 4 korban jiwa.

Pastinya Syarif dan para pelaku teroris lainnya meyakini dirinya sebagai mujahid yang tengah berjihad. Mereka melakukan perlawanan terhadap elemen-elemen yang diyakini tengah mendzolimi umat Islam. Sementara yang mereka yakini sebagai umat Islam hanyalah mereka dan kelompoknya saja. Selain mereka dan kelompoknya adalah kafir. Karena itulah Syarif membom umat Islam yang tengah menjalankan shalat Jumat. Bagi Syarif, yang disasar itu bukan umat Islam, tetapi kafir. Terlebih shalat jumat itu digelar di lingkungan kepolisian yang disebut sebagai institusi thagut.

Dengan pandangan seperti itulah, ISIS menganggap NU sebagai kelompok yang harus dibinasakan. Dalam pandangan mereka, NU adalah ahli bidah, sesat dan menyesatkan. Karena itulah NU wajib diperangi. Selain karena alasan keagamaan, NU pun disasar karena dipandang sebagai pilar NKRI. 

Jadi, teroris membidik sasarannya bukan berdasarkan kolom agama pada KTP. Sekalipun menurut KTP, Syarif dan korbannya beragama Islam, tetapi bagi Syarif bukan. Syarif menganggsp agama yang dianut korban adalah Islam KTP.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun