Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Pilpres 2014, Akankah Berujung Konflik?

11 Juni 2014   18:51 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:13 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Bagi yang mengikuti situasi jelang pilpres ini pastinya tahu persis bila ada pihak-pihak yang mengibaratkan Pilpres 2014 ini sebagai perang. Bukan perang harga seperti yang banyak diminati, tapi perang antar pemeluk agama, perang Badar, atau perang Salib. Mereka mengibaratkan Prabowo dan pendukungnya sebagai kaum muslim atau tentara Islam yang berhadapan dengan Jokowi dan pendukungnya yang digambarkan sebagai kaum Quraish atau tentara Kristen. Entah apa dasar mereka mengkutubkan Jokowi dan pendukungnya sebagai kelompok Kristen, meski meraka tahu pasti bila di belakang Jokowi pun berjajar ulama dan kyai-kyai.

Jika melihat kebelakang, situasi perang ini sudah mulai dibangun sejak Pilgub DKI di mana Jokowi yang perpasangan dengan Ahok yang beragama Kristen digambarkan sebagai simbol anti Islam. Tudingan terhadap Jokowi sebagai musuh Islam, antek Kristen, antek Yahudi, antek Zionis marak ditulis dalam berbagai artikel yang dipublikasi media-media online. Tidak hanya itu Jokowi pun disangkutpautkan dengan organisasi rahasia Freemason dan Illuminati.

Sebelum pemilu 2014 tercatat terjadi dua kali “gelombang besar” isu bermuatan SARA yang dialami Jokowi. Pertama ketika Jokowi menghimbau warga Jakarta untuk tidak takbir keliling. Sekalipun himbauan, bahkan larangan, takbir keliling sudah ada sejak jaman Bang Yos dan Foke. Anehnya, begitu Jokowi menegaskan kebijakan yang dulu diberlakukan oleh gubernur-gubernur sebelumnya, sontak mereka menggunakannya sebagai alasan menyerang Jokowi. Peristiwa kedua adalah ketika Jokowi memutuskan Susan sebagai Lurah Lenteng Agung. Susan yang memeluk agama yang berbeda dengan yang dipeluk mayoritas warga Lenteng Agung mendapat penolakan, dan salah satu kelompok yang menolak adalah organisasi sayap PKS.

Kini, jelang pilpres situasi bertambah panas. Kebencian terhadap satu golongan digelorakan lewat sejumlah kampanye hitam. Kampanye hitam yang sebelumnya hanya disebarluaskan di dunia maya lewat jejaring media sosial beberapa minggu lalu sudah “mendarat”. Kampanye hitam penuh kebencian terhadap sesama dikobarkan lewat tabloid Obor Rakyat yang diseberluaskan ke sejumlah tempat. Dan, bisa dikatakan “gong” dari kebencian bermuatan SARA semakin membara setelah ceramah Amien Rais yang menganalogikan pilpres sebagai perang Badar. Ceramah Amien Rais ini kemudian diseret oleh kelompok tertentu untuk membenturkan NU dan Muhammadiyah. NU memang sudah lama menjadi pusat dari kebencian kelompok radikal anti NKRI dan Pancasila. Jelang pilpres serangan terhadap NU yang dituding sebagai ahli bidah semakin gencar pasca kunjungan Jokowi ke sejumlah pesantren dan kyai NU.

Dari berbagai informasi di Jawa Barat yang dikenal sebagai propinsi paling intoleran kebencian terhadap kelompok minoritas sudah merambah ke sejumlah Pegawai Negeri Sipil dan Guru. Tidak hanya di Jawa Barat, di propinsi-propinsi lainnya pun kampanye SARA ini juga terjadi.

Jika mengamati perkembangan situasi baik di lapangan maupun lewat media, kelompok-kelompok radikal yang menuding NKRI sebagai negara thagut dan menolak Pancasila sebagai ideologi negara mendukung pencapresan Prabowo-Hatta, baik langsung maupun tidak. Lewat media-media garis keras yang disebarkan lewat jejaring sosila dan berbagai cara lainnya, kelompok radikal ini menyatakan haram memilih Jokowi-JK. Lucunya, sekalipun jelas siapa dan media mana yang menyebar kebencian lewat sejumlah kampanye hitam, kelompok ini menuding pihak Jokowi sebagai pelakunya. Kebencian terhadap sesama anak bangsa dan dukungan terhadap terorisme yang terus dibiarkan ini seolah mendapat monentumnya pada Pilpres 2014

Tidak jelas persis apa yang sebenarnya sedang terjadi. Apakah Prabowo memanfaatkan permusuhan kelompok radikal yang sejak lama membenci Jokowi. Atau, kelompok radikal itu yang memanfaatka Prabowo untuk membendung langkah musuh besarnya, Jokowi. Atau, tidak menutup kemungkinan adanya pihak-pihak lain yang bermain.

Mencermati situasi, perlahan tapi pasti bangsa ini sedang dalam posisi yang berhadap-hadapan. Aksi teror dan penyeragan terhadap kaum minoritas di Yogyajarta dan ceramah Jafar Umar Thalib di kota yang sama tidak bisa dipandang sebelah mata. Demikian pula dengan pergerakan kelompok-kelompok radikal di sejumlah daerah. Tidak hanya itu dugaan adanya infiltrasi paham radikal ke sejumlah PNS dan guru pun harus segera ditindaklanjuti.

Tidak ada orang waras di negara ini yang menghendaki situasi chaos gara-gara pemilu. Untuk meredam potensi konflik horizontal, profesionalitas aparat keamanan, khususnya polisi dan intelijen, sangat diharapkan. Keberpihakan oknum aparat pada salah satu kandidat bukan saja menciderai demokrasi, tetapi juga mengancam stabilitas keamanan nasional.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun