“Semoga harapan haji lulung jd kenyataan sebelum minggu ketiga mei ..” Itu halusinasi yang saya tulis di kotak komentar artikel “Haji Lulung Vs Google” yang ditulis Elde. Halusinasi itu ditulis pada 27 April 2016 14:38:10. Selain di lapak itu, halusinasi serupa juga saya tulis di lapak Adhieyasa dan Pebrianov.
Halusinasi itu saya denger dari suara kantong kresek yang saya remas-remas sekitar seminggu sebelumnya. Karena suara “kresek-kresek” kurang begitu jelas terdengar. Saya hanya bisa menyimpulkan kalau akan terjadi sesuatu di KPK pada minggu ketiga bulan Mei 2016 ini.
Semoga saja lain kali halusinasi itu dikirim lewat kacamata. Lewat kacamata itu pesan-pesan disampaikan. Dan, 5 detik setelah pesan selesai disampaikan, secara otomastis kacamata akan hancur “Bummm!” dengan diiringi musik “Mission Imposible”.
Sewaktu mengetahui KPK berencana membentuk tim ahli dalam kasus SW, saya pikir sesuatu itu tidak akan terjadi pada minggu ketiga Mei, tapi entah mundur sampai kapan atau tidak pernah terjadi sama sekali.
Sampai pada 11 Mei 2016 Koran Tempo mengangkat berita tentang adanya “perjanjian preman” antara Pemprov DKI dengan Agung Podomoro Land. Menurut berita Tempo, “perjajian preman” itu diketahui dari dokumen berupa memo permintaan Ahok kepada Podomoro untuk membiayai penggusuran Kalijodo sebesar Rp 6 milyar. Dokumen itu ditemukan KPK saat menggeledah kantor Podomoro pada 1 Paril 2016 atau sehari setelah OTT terhadap Sanusi. Selain memo tersebut Tempo juga menyebut ada 12 dokumen lainnya. Tempo mengaku informasi itu didapat dari sumber Tempo di KPK.
Keesokan harinya beredar dokumen tabel “Daftar Konstribusi Tambahan (Bukan CSR)”. Dokumen yang awalnya beredar di kalangan wartawan itu jelas bukan dokumen yang dimaksud oleh Tempo dalam beritanya. Ada banyak kejanggalan yang sedemikian vulgarnya dalam “Daftar Konstribusi Tambahan (Bukan CSR)”. Jelas, kevulgaran kejanggalan dalam dokumen tersebut disengaja. Tujuannya jelas untuk meredam goncangan dari berita Tempo. Dari kemunculan dokumen “Daftar Konstribusi Tambahan (Bukan CSR)” itulah saya yakin kalau berita Tempo benar. Sebab jika berita itu salah mengantisipasinya cukup dengan bantahan, bukan dengan menyebarkan dokumen tandingan.
Nah ini yang menarik. KPK memastikan kalau dokumen “perjanjian preman’ bukan berasal dari BAP Ariesman. Ahok pun membantah kalau ada pertanyaan soal itu saat ia diperiksa KPK pada 10 Mei 2016. Tetapi, pada 16 Mei 2016 KPK mengatakan akan memeriksa Ariesman terkait soal perjanjian tersebut. Dan, kemarin Ketua KPK Agus Rahardjo pun mempertanyakan dasar hukum yang digunakan Ahok dalam perjanjian antara Prmprov DKI dengan Podomoro. Artinya, dokumen yang diterima Tempo dari sumbernya di KPK tersebut adalah valid.
Pertanyaannya, kalau dokumen itu tidak dibocorkan ke Tempo dan tidak diberitakan oleh Tempo, apakah KPK akan memeriksa Ariesman terkait soal “perjanjian preman”? Dan, apakah Ketua KPK akan mempertanyakan kebijakan Ahok tersebut? Padahal, menurut Tempo dokumen itu ditemukan sejak 1 April 2016. Artinya, sudah hampir 1,5 bulan berada di tangan KPK.
Seperti yang saya tulis dalam artikel sebelumnya, bocornya dokumen oleh orang dalam KPK merupakan tekanan yang luar biasa kuat terhadap lembaga anti rasuah tersebut. Pembocornya pastilah orang yang memiliki akses pada dokumen KPK. Pelakunya sangat cerdas dalam memilih dokumen yag dibocorkannya. Ia memilih dokumen yang cukup strategis. Pertama, dokumen itu merupakan pintu untuk membuka kasus baru dalam isu reklamasi. Kedua, dokumen itu belum juga digunakan meski telah berada di tangan KPK selama hampir 1,5 bulan. Hal ini secara tidak langsung mengungkap ketidakseriusan KPK dalam menindaklanjuti temuannya sendiri.
Karena pelakunya memiliki akses pada dokumen yang disimpan KPK, maka tidak menutup kemungkinan akan ada dokumen-dokumen lainnya yang akan dibocorkan. Kemungkinan akan adanya bocoran informasi lainnya itulah yang menjad momok yang mengerikan bagi pimpinan KPK.
Dan entah kenapa, seminggu setelah berita bocornya dokumen itu secara mendadak KPK mengumumkan kalau kasus Sumber Waras akan memasuki tahap final check. Bukan hanya itu, Ketua KPK pun mengatakan addanya temuan baru dalam kasus Sumber Waras. Pertanyaan saya sederhana saja, temuan yang dikatakan Ketua KPK itu benar-benar temuan baru, atau bukti lama yang baru dikeluarkan dari dalam laci?