Sesuai aturan, Gatot Nurmantyo akan memasuki masa pensiunnya pada Maret 2018. Namun demikian, sudah banyak yang menggadang-gadang Panglima TNI ini untuk maju sebagai capres pada Pilpres 2019. Pertanyaannya, seberapa kinclong kilau jenderal bintang empat ini jika dicapreskan pada 2019?
Sebelumnya, menyambung artikel sebelumnya tentang manuver ugal-ugalan Jokowi yang nekad memaksakan berlakunya presidential threshold (PT) meski pemilu sudah digelar serentak pada 2019 nanti.
Dengan asumsi PT diberlakukan pada Pemilu 2019, maka tidak ada satu pun parpol yang dapat mencalonkan jagoannya tanpa dukungan parpol lainnya. PDIP dengan 18,95 % raihan suara dan berhasil menduduki 109 kursi DPR RI pun tidak dapat mengajukan bakal capers-cawapresnya tanpa berkoalisi dengan parpol lainnya.
Kenapa Gatot Nurmantyo Lebih Layak Didukung Ketimbang Jokowi dan Prabowo?
Karena semua parpol harus mendapatkan dukungan parpol lainnya untuk dapat mengajukan capres-cawapresnya, maka berbagai persoalan akan muncul. Selain masalah klasik yang sudah mendarah daging dalam setiap gelaran Pilres, pada Pemilu 2019 nanti akan muncul persoalan baru terkait PT.
Persoalan itu adalah timbulnya konflik kepentingan para caleg yang harus mengampanyekan pencapresan kader parpol lain. Misalnya, untuk dapat memenuhi ambang batas PT, Partai A yang memiliki capres X harus berkoalisi dengan Partai B.
Karena Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden digelar serentak pada hari yang sama, maka caleg Partai B mengampanyekan pencalegan dirinya, kemenangan parpolnya, sekaligus mengampanyekan kemenangan capres X yang notabene kader partai A.
Jadi, pada masa kampanye 2019 nanti, Ketua Umum Partai Golkar akan bersafari demi kemenangan partainya juga kemenangan Jokowi yang merupakan kader PDIP. Kemudian kader Golkar Nurul Arifin, akan mengampanyekan pencalegan dirinya, kemenangan partainya, dan juga kemenangan kader PDIP.
Bayangkan juga betapa bingungnya Metro TV yang di saat bersamaan harus memenangkan Nasdem sekaligus mengampanyekan pencapresan kader parpol lainnya. Apakah mungkin Metro TV kembali menyerang PDIP seperti pada masa Pileg 2014? Pada waktu itu Metro TV berulang kali menayangkan rekaman Prabowo Subianto yang tengah membacakan puisi “Boleh Bohong Asal Santun”.
Nah, konflik kepentingan ini dapat diatasi kalau gabungan parpol yang berkoalisi tidak mengajukan capres yang merupakan kader partai. Di sinilah sosok Gatot yang bukan kader partai manapun memiliki daya tarik lebih ketimbang Jokowi maupun Prabowo. Dengan mengajukan putra Tegal ini sebagai capres, maka para caleg dan parpol terbebas dari konflik kepentingan.
Kemudian muncullah pertanyaan yang sangat sederhana. Kenapa masih mendukung Jokowi dan Prabowo yang merupakan kader PDIP dan Gerindra, kalau ada tokoh non-parpol.