Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

(LombaPK) Gegara Brama Kumbara Ber-ciat-ciat, Bu Bandi Bisa Dagang

31 Mei 2016   20:00 Diperbarui: 31 Mei 2016   20:53 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lupa harinya. Lupa tanggalnya. Lupa juga tahunnya. Cuma, kalau diingat-ingat waktu itu saya masih kelas 5 SD. Mungkin juga kelas 4 SD. Tapi, besar kemungkinan kelas 5 SD. Jadi, anggap saja kejadiannya pas saya masih kelas 5 SD.

Waktu itu pas lagi istirahat. Kalau jamnya masih ingat, jam 9.30 WIB. Bagaimana mau lupa, wong jadwal istirahat di SD Silih Asuh tempat saya sekolah dari dulu sampai sekarang belum juga berubah. Kalau dulu bunyinya “teng teng teng”. Suara potongan rel kereta dipukul dengan semacam palu. Di sekolah itu tanda masuk, istirahat, dan pulang sekolah ditandai dengan dipukulnya potongan rel kereta api yang ukurannya sekitar setengah meter.

Begitu “teng teng teng” semua siswa berlarian keluar dari kelas. Waktu itu tempat bermainnya lebih luas ketimbang sekarang. Soalnya kalau dulu, siswa boleh bermain sampai ke luar pagar sekolah. Ada yang bermain regudag atau kejar-kejaran. Ada yang bermain rekumpet atau petak umpet. Ada yang main tali. Dan, masih banyak permainan lainnya. Pas hari itu, sepertinya, saya dan sejumlah teman sedang tidak bermain apa-apa. Kami, entah berberapa, cuma jalan-jalan saja keliling kampung yang ada di belakang sekolah.

Pas lewat rumah yang berada tepat di belakang sekolah, kami memergoki dua orang teman sekelas yang lagi merunduk di bawah jendela rumah. Sikap keduanya mencurigakan. Mereka berdua menyorongkan kepalanya ke arah jendela.

“Sedang pada apa tuh?” tanyaku.

“Tidak tahu,” jawab seoarang teman. “Kok seperti orang yang mau mencuri.”

Kami pun mendekati keduanya.

“Sedang pada apa?” tanya kami.

“Sttt...!” kata salah satu dari mereka. “Jangan ribut!” tambahnya sambil memberi tanda ke arah jendela.

Terdengar suara orang dewasa sedang berbicara. Suara itu benar-benar saya kenali. “Brama Kumbara,” kata saya dalam hati. “Oh, ternyata sedang pada nguping Brama Kumbara.”

Tanpa menunggu apa-apa lagi dan tanpa bicara lagi kami ikut nguping sandiwara radio Saur Sepuh. Kami pun duduk ngejeleprok di bawah jendela. Beruntung volume radia dipasang keras sehingga kami bisa mendengar dengan jelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun