[caption id="attachment_355988" align="aligncenter" width="259" caption="Bacang.Sumber: Surabaya.panduanwisata.com"][/caption]
Setiap melewati Sumedang dan kebetulan hari masih pagi, biasanya saya mencari tempat makan yang ada di pinggiran jalan. Kadang saya mencari warung bubur ayam. Ada kalanya mencari rumah makan tahu Sumedang. Bagi saya yang terpenting bukan di mana saya makan, tapi dengan siapa saya makan. Kalau saya makan dengan Jati Kumoro, pasti saya ingin cepat-cepat selesai, tapi kalau dengan Dewi Pagi, saya pasti berlama-lama.
Kalau saya memilih rumah makan tahu Sumedang, biasanya tidak hanya membeli tahu, tapi juga bacang atau babi cincang. Ada juga yang menyebutnya bakcang. Bak yang dalam bahasa Tiongkok berarti babi. Sebagaimana “bak” dalam bakpaw. Ya, Bacang memang kuliner asal Tiongkok. Dalam tradisi Tiongkok, bacang menandakan perigatan hari Peh Cun. Dalam sejarah temporer nama bacang ngetop ketika demonstran pendukung Prabowo yang berunjuk rasa di MK kehabisan jatah nasi bungkus KFC dan menggantikannya dengan bacang. .
Bacang memang lezat dan menggugah lidah untuk bergoyang nyam-nyam. Apalagi kalau disantap degan posisi menghadap jalan sehingga kita bisa melihat mojang-mojang geulis yang masih segar-segar sehabis mandi pagi. Jadi buka lidah kita saja yang bergoyang, tapi juga mata kita.
Ada dua jenis bacang. Di Jakarta dan Jabar, bacang biasanya terbuat dari beras. Sedang di Jateng, Jatim, Sumatra dan Kalimantan bacang terbuat dari ketan. Beras dan ketan tersebut kemudian diisi cincangan daging babi yang di masak kecap di campur jamur hioko dan lakci (semacam kacang). Bacang biasanya dibungkus dengan daun bambu.atau daun pisang. Bentuk bungkusannya macam-macam sesuai daerahnya masing-masing.
Di Indonesia, karena mayoritas penduduknya muslim dan juga karena pergeseran selera, bacang tidak lagi hanya berisi cincangan daging babi. Ada bacang yang berisi daging sapi, ayam, kambing, atau lainnya. Saya tidak mau menulis mana yang lebih lezat, bacang berisi babi, sapi, ayam, atau kambing. Bukan apa-apa, tapi saya takut nantinya dituding sebagai penghina makanan favorit Rasul oleh media-media kepercayaan kader-kader terbaik PKS dan media “se-aqidah” lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H