Kondisi pengungsian korban erupsi Gunung Sinabung kian memburuk. Upaya Pemerintah Kabupaten Karo dan Propinsi Sumatera Utara nampaknya belum menyentuh persoalan. Atas situasi yang kian memburuk inilah pengungsi Sinabung berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali mengunjungi lokasi pengungsian setelah kunjungan pertamanya pada 6 September 2013. Tentu saja bukan sekedar kedatangan presiden yang mereka tunggu, tapi juga upaya-upaya nyata untuk meringankan beban para pengungsi.
Menariknya, publik bukan saja melihat kedatangan pertama SBY di lokasi pengungsian tidak membawa hasil, tetapi juga membandingkannya dengan sikap SBY saat penduduk lereng Gunung Merapi tertimpa bencana serupa pada 2010. Di saat Gunung Merapi masih mengancam, SBY beserta jajarannya sigap mendatangi lokasi pengungsian. Tidak hanya datang, di saat Yogya masih diselimuti abu Merapi, Presiden SBY dan Ibu Ani menginap dan berkantor di Gedung Agung (Istana Kepresidenan Yogyakarta) selama dua hari 18-19 Oktober 2010. Dari Gedung Agung itu pula SBY memperlihatkan posisinya sebagai Presiden Republik Indonesia terhadap Gubernur DIY Sultan Hamengkubuwono X. Apa yang mendorong SBY menunjukkan kesigapannya dan kepemimpinanannya saat bencana Merapi hingga mendatangkan decak kagum itu?
Selang sebulan kemudian, di saat kepedihan rakyat Yogyakarta belum lenyap, Presiden SBY mengeluarkan pernyataan soal kedudukan Yogyakarta sebagai daerah istimewa.
“Tidak mungkin ada sistem monarki yang bertabrakan dengan konstitusi dan nilai demokrasi,” kata Presiden, dalam Rapat Kabinet Terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (26/11) sebagaimana dikutip Kompas.
Pernyataan Presiden SBY tersebut terkait dengan RUU Keistimewaan DIY yang akan disahkan. Dalam RUU tersebut jabatan Gubernur DIY tidak lagi ditetapkan sebagaimana sebelumnya, tetapi dipilih langsung oleh rakyat seperti yang diterapkan di propinsi-propinsi lainnya.
Pernyataan presiden dan RUU DIY inilah yang membuat banyak warga DIY meradang. Demonstrasi penolakan RUU DIY pun digelar oleh rakyat DIY. Nyaris semua media menayangkan masivnya penolakan rakyat DIY. Tidak sedikit dari pengunjuk rasa yang mengecam Presiden SBY. Spanduk-spanduk dibentangkan. Poster-poster diacung-acungkan. Dari sekian banyak atribut unjuk rasa ada satu yang menarik perhatian, yaitu spanduk bertuliskan “SBY:Sumber Bencana Yogya” yang dibentangkan oleh GERAM (Gerakan Rakyat Mataram).
[caption id="attachment_307342" align="aligncenter" width="565" caption="Sumber : Tribunnews"][/caption]
Menariknya, di tengah gelombang aksi penolakan warga DIY dan kengototan pusat untuk menggolkan RUU DIY, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mengungkapkan survei terbaru terkait masalah ini. Dari survei diketahui mayoritas rakyat Yogyakarta menginginkan digelarnya pemilihan langsung untuk menentukan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Oh ya, kalau survei, kita punya data survei, 71 persen rakyat Yogyakarta menghendaki pemilihan langsung. Itu contohnya," ungkap Djohermansyah di sela diskusi mingguan Polemik di Warung Daun Cikini, Sabtu (4/12/2010) seperti yang dikutip Kompas.
Lewat survei tersebut pemerintah pusat berupaya menepis pemberitaan yang menggambarkan besarnya jumlah penolak RUU DIY. Dengan kata lain, Djohermansyah mengatakan 71 % rakyat Yogya mendukung pernyataan Presiden SBY soal monarki Vs demokrasi.
Komentar Djohermansyah ini pun semakin memanaskan situasi Yogyakarta. Apalagi pengakuan Djohermansyah bertolak belakang dengan hasiljajak pendapat Kompasjajak pendapat Kompas yang dilakukan sejak tahun 2008 hingga 2010. Hasil jejak pendapat Kompas menyebut 79,9 persen responden menginginkan Gubernur DIY ditetapkan.
Sepertinya, pernyataan Djohermansyah soal survei menjadi peluru terakhir pemerintah pusat untuk meluluhkan “perlawanan” warga DIY. Apalagi setelah Djohermansyah tidak bisa menunjukkan sumber data survei tersebut.
Sikap kebapakan SBY kepada pengungsi korban letusan Merapi saat kunjungannya itu menimbulkan kesan adanya “persaingan” antara Presiden RI dengan Sultan Yogyakarta. Terkesan juga bila SBY tengah “menunjukkan” posisinya terhadap Raja Yogyakarta di hadapan warga DIY. Jika sikap SBY kepada pengungsi korban dikaitkan dengan pernyataannya soal “monarki Vs demokrasi”, maka bisa dikatakan kesigapan tersebut ditunjukannya untuk memeroleh dukungan masyarakat Yogyakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H