Kalau saya jadi Anang, inilah yang akan disaksikan pemirsa telepisi.
Dua motor voorrijder berhenti di area parkir rumah sakit. Mobil Toyota Alphard menyusul di belakangnya. Dua mobil kru telepisi berhenti di belakang Alphar, lengkapnya Alpharcino, teman Robert de Niro. Pintu-pintu mobil yang ditumpangi kru tipi membuka. Dari dalamnya melompat beberapa orang dengan membawa perlengkapan syuting.
Para kru kemudian bersiap di sekitar Alphard. Ada yang memanggul kamera. Ada yang membawa payung. Ada yang membawa mike yang ditaruh di ujung tongkat.
Sutradara bersiap-siap. “Camera... action!” teriak sutradara.
Istri saya, Chaca, dibopong keluar dari Alphard. Wajahnya cantik rupawan, mirip rembulan di balik awan. Kemudia ia didudukan di kursi roda. Lalu sebagai suami siaga yang baik dan benar saya mendorongnya. Tidak lupa saya melempar senyum cengengesan ke arah kamera.
Sampai di meja pendaftara saya berhenti. “Bu suster, istri saya mau melahirkan, nih.”
Suster manjawab, “Mau melahirkan dengan cara apa? Kami menawarkan dua menu, normal dan caesar. Bapak tinggal pilih, mana yang disuka.”
“Kalau normal bagaimana, kalau caersar bagaimana?” sahutku. Sekali lagi aku melihat kamera dan tersenyum cengegesan.
“Kalau yang normal tidak pakai operasi. Bayi keluar lewat vagina ibu.”
Lagi saya menatap kamera, lalu berkata, “Apa, lewat vagina! Apa cukup? Punya saya saja dibilang kebesaran, apalagi kepala bayi.” Saya berbalik menghadap suster, “Kalau begitu yang caesar bagaimana?”
“Kalau yang caesar, bayi dikeluarkan lewat perut ibu setelah menyobeknya.”
Kembali saya menghadap kamera, “Tidak masalah perutnya yang disobek, asal jangan vaginanya saja.”
“Apalagi bedanya?’ tanyaku lagi.
“Kalau caesar tidak sakit, tapi kalau normal sakit.”
Saya kembali menghadap kamera, “Pemirsa di rumah, inilah penjelasan dari suster tentang perbedaan melahirkan lewat cara normal dan caesar. Semoga penjelasan Ibu Suster tadi menjadi edukasi bagi pemirsa semua. Untuk penjelasan selanjutnya silahkan bertanya kepada fraksi saya di DPR.” Lantas saya kembali menghadap suster, “Ibu suster apa ada perbedaannya lagi?”
“Ada!” sahut Suster cepat, “Kalau yang normal karetnya satu, kalau yang caesar karetnya dua.’
"Memangnya saya ini sedang pesen rujak."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H