Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Jadi Ketua KPPS, dari Gadis Kinyis sampai Saksi Ceriwis

14 April 2014   02:06 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:43 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Walah Mas, wong saya ini biasanya cuma datang ke TPS, masuk bilik suara, tidak sampai setengah menit terus keluar lagi. Kan, Mas juga lihat sendiri. Lha, kok sekarang mau dijadikan ketua KPPS?” Begitulah awalnya saya menolak ditunjuk sebagai ketua KPPS oleh ketua PPS Kelurahan Sukapura Kota Cirebon. Rasanya aneh bagi seorang golput untuk andil sebagai penyelenggara pemilu. Tapi, karena tidak seorang warga pun yang mau, akhirnya saya menyetujuinya juga. Saya pun menjadi ketua KPPS TPS 22 Kelurahan Sukapura Kota Cirebon.

Setelah bimbingan teknis yang digelar di kantor Kecamatan Kejaksan pada 26 Maret 2014, pekerjaan pertama saya pun dimulai. Saya mengawalinya pada 2 April 2014 dengan mengisi form Model C6 yaitu surat undangan kepada calon pemilih yang terdaftar dalam DPT. Pekerjaan itu saya bagi rata ke enam anggota yang saya ketuai. Setelah keenamnya menyelesaikan tugasnya, barulah saya menandatanganinya.

Minggu pagi, 6 April 2014 beserta keenam anggota KPPS saya membagikan undangan C6 kepada calon pemilih di RT 01 dan RT 02 RW 09. Saya membagi tim menjadi dua regu. Satu regu membagikan di RT 1, sementara satu lagi termasuk saya membagikan undangan di RT 2. Saya yang sudah lama tidak blusukan di lingkungan RT terkejut melihat perubahan di lingkungan RT tempat saya tinggal. Mata saya pun terpaksa harus mencuci mata saat melihat gadis kinyis-kinyis yang muncul dari pintu rumah dengan dandanan seadanya.

Tidak hanya soal gadis-gadis kinyis, di kedua RT tersebut saya menemukan kekacauan DPT persoalan DPT yang tidak disorot media dan pengamat. Lucunya saya tidak mengenal nama Bagus Arya yang dalam DPT terdaftar beralamat di sebelah rumah saya sendiri. Kok, KPU bisa mengenal Bagus Arya, sementara tetangganya sendiri tidak?

Pembagian undangan berjalan cepat, sekitar pukul sepuluh hampir seluruh undangan sudah terbagi, dan hanya lima form C6. Tiga pemilih tidak dikenal, sementara dua pemilh lainnya beralamat di RW 04 yang berjarak hampir 1 KM dari RW 09.

Pada Selasa pagi TPS mulai dibangun dengan modal “uang tenda” tahap pertama sebesar Rp 500.000 yang dipotong pajak 5%. Dengan dibantu dua anggota Linmas, pembangunan TPS berjalan mulus tanpa hambatan. Sekitar pukul sebelas dengan dikawal polisi dan TNI empat kotak suara beserta logistik pemilu tiba di TPS. Demi keamanan keseluruh logistik pemilu tersebut disimpan di rumah saya.

Setelah makan siang di warung yang tidak jauh dari lokasi TPS kami bertujuh tanpa anggota Linmas mendatangi kantor Kelurahan Sukapura. Di sana kami dibagi honor sebagai anggota KPPS. Ketua KPPS mendapat honor Rp. 400.000 yang dipotong pajak 5 %, sementara anggota KPPS mendapat honor Rp 350.000 juga dipotong pajak 5 %. Selain honor kami pun diberi uang makan minum Rp. 35.000 per orang yang juga dikenai pajak 5 %.

Mendapatkan uang makan yang sedemikian kecil, kerena sudah diperkirakan selama proses pemilu, sedikitnya kami makan sebanyak empat kali. Satu kali saat pembangunan TPS, dua kali saat hari H pemilu yang berlangsung sampai dini hari, dan satu kali saat membongkar TPS. Tapi, saya justru tertawa, saat mengingat KPU berencana menggelontorkan dana Rp 600-an milyar untuk parpol. Hebat bukan jadi anggota KPPS itu, sampai makan pun dipajaki, sementara parpol yang korup uang rakyat malah diberi “subsidi”. Sontak saya merasa merasa lebih bermartabat ketimbang triliyuner seperti Aburizal Bakrie yang parpolnya menyetujui rencana dana “subsidi parpol”. Saya pun merasa lebih negarawan ketimbang SBY yang partainya juga menyetujui pengucuran Rp 600-an milyar tersebut.

Kembali dari kantor kelurahan kami melanjutkan pendirian TPS. Ketika itu tinggal menyisakan sedikit pekerjaan kecil saja, seperti menempel DPT, daftar caleg, dan mengatur posisi meja kursi. Sembari menikmati gorengan, sebelum adzan Ashar seluruh pekerjaan selesai.

Baru saja kami meninggalkan TPS, hujan deras disertai angin kencang menerjang. Akibatnya satu bilik suara terlepas. Satu terpal tenda terhempas. Kardus-kardus basah. TPS yang sudah tertata rapih jadi berantakan. Hujan yang menderas baru berhenti sekitar pukul delapan malam.

Tapi, kegalauan saya pada berantakannya TPS terobati jika mengingat peristiwa yang terjadi pada pagi harinya. Sekitar pukul sembilanan saya memergoki seorang timses yang masih blusukan ke rumah warga di sekitar TPS dengan membawa kertas simulasi pencoblosan. Lucunya saat ditanya relawan tersebut mengaku sebagai relawan panwaslu. Setelah didesak dan diperiksa kertas-kertas yang dibawanya barulah ia mengaku sebagai relawan PKS. Giat sekali timses PKS ini, sampai H -1 pun masih berkampanye. Tapi, karena ia mengaku sebagai timses PKS pulalah saya melepaskannya. Relawan itu saya lepas dan tidak dilaporkan ke Panwalu, karena saya tahu PKS tidak akan mengakui perbuatan timsesnya. Karena sebagaimana biasanya PKS akan berkilah yang dilakukannya itu adalah insiatif relawannya, bukan atas perintah partai

Pada Hari H, sekitar pukul enam pagi saya sudah datang ke TPS dengan berpakaian batik. Setelah mengatur lagi posisi meja dan kursi, tepat pukul 07.00 TPS saya buka dengan pengucapan sumpah. Kemudian berturut-turut keempat kotak suara dibuka dan diperiksa isinya. Satu persatu logistik pemilu dihitung terasuk surat suara yang berjumlah 375 lembar.

Setelah semuanya siap, satu persatu pemilih dipanggil. Setelah hampir satu jam tahap pemungutan suara berlangsung datanglah petugas PPS yang meminta untuk memeriksa surat suara karena di beberapa TPS ditemukan suarat suara yang tertukar. Alhamdulillah, di TPS saya tidak terjadi kertas suara yang tertukar.

Di tengah tahap pemungutan suara, saksi dari NasDem bertanya. Ia kebingungan soal surat suara cadangan dan pemilih yang menggunakan form A5 dan DPT. Dipikirnya pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT diberi surat suara cadangan. Saya pun memberikan penjelasan kalau antara surat suara dengan pemilih non DPT tidak berhubungan. Di tengah penjelasan saksi dari PKS malah menyambar-nyambar yang justru membuat saksi dari NasDem bertambah bingung. Karuan saja saksi-saksi dari parpol lainnya memelototkan matanya ke arah saksi dari PKS yang main sambar tersebut. Akhirnya, saksi dari PKS pun diam dengan sendirinya.

Selama pelaksanaan pemungutan suara yang berjalan lancar itu beberapa kali mata saya dimanjakan dengan kedatangan gadis-gadis kinyis dan wanita matang manggis. Ternyata berdasarkan DPT ada banyak wanita cantik yang terdaftar di kampung saya. Terima kasih DPT.

Setelah pukul 13.00 WIB pendaftaran pemilih ber-DPT ditutup dan dilanjutkan dengan pemilih ber-KTP. Sampai sekitar pukul 13.30 hanya dua pemilih yang datang dengan menggunakan KTP-nya. Dan, tahap pemungutan suara pun ditutup.

Tahap penghitungan suara dimulai. Kotak suara DPR RI dibuka dan surat suara yang ada di dalamnya dihitung. Tercatat ada 281 surat suara dalam kotak tersebut. Ternyata, banyak juga golput di kampung saya ini. Penghitungan kertas suara DPR RI pun berjalan lancar tanpa hambatan.

Setelah menghitung surat suara DPR RI, berdasarkan aturan, kami pun membuka kotak DPD. Proses penghitungan pun dilakukan. Kali ini kami mendapat masalah, jumlah yang dihitung tidak sesuai antara jumlah suara yang sah dan suara yang tidak sah.

Saat kami sedang berunding, datang saksi PKS yang menyarankan untuk “main hantam” saja. Alasan saksi PKS tersebut karena DPD tidak mengirimkan saksinya di TPS kami. Karuan saja, atas usul saksi PKS tersebut saya pun memarahinya. Beruntung saya marah dengan menggunakan bahasa lisan. Coba kalau tertulis, pastinya akan saya sertakan juga link-link tulisan saya tentang PKS di Kompasiana.

Baru saja saya selesai mengomeli saksi PKS, hujan angin kembali menerjang. Seketika semua yang ada di sekitar TPS berlarian. Semua logistik pemilu diselamatkan lebih dulu ke rumah Mas Beni yang berada tepat di samping TPS. Beruntung TPS kami bersebelahan dengan rumah warga yang berteras luas. Tidak hanya itu kami pun dipersilahkan oleh Mbak Ade, istri Mas Beny untuk melanjutkan tahap pengitungan suara di dalam rumahnya. Di rumah Mas Beni, kami menyelesaikan proses penghitungan suara sampai selesai, sekitar pukul sembilan kurang.

Yang meringankan proses penghitungan suara adalah saksi PKB yang cantik. Selain cantik, saksi berumur 22 tahun ini memiliki bentuk tubuh yang aduhai dengan rambut panjangnya yang tergerai. Karuan saja, sebagai lelaki yang baik dan benar saya tidak menyia-nyiakan kehadirannya. Setiap kali menggoda dan membuat merah wajahnya, terasa bagai kesegaran air yang membasuh wajahku yang kuyu.

Kalau dipikir ada untungnya juga kami salah menghitung surat suara DPD. Ya, kalau saja penghitungan kami benar, pasti saat hujan deras disertai angin itu datang kami tengah menghitung surat suara DPRD Propinsi. Terbayang, apa jadinya bila hal itu terjadi. Pastinya, situasi akan lebih kacau berantakan lagi.

Selesainya proses penghitungan suara, bukan berarti pekerjaan kami selesai. Kami masih harus membuat BAP yang jumlahnya 17 bundel. Dan, seluruh pekerjaan kami sebagai KPPS berakhir pada pukul dua dini hari ketika keempat kotak yang berisi aneka logistik pemulu, termasuk surat suara di bawa ke kantor desa untuk diserahkan kepada PPS.

Saat baru saja pulang dari membeli rokok di warung, saya mendengar ada suara yang memanggil. Sayang suara itu milik seorang laleki. Begitu saya datangi, ternyata yang memanggil saya adalah saksi PKS. Ia menunjukkan kunci stang motornya yang macet, sehingga stang motornya terkunci. Setelah hampir lima belas menit mengotak-atik, barulah kunci stang motornya kembali berfungsi. Melihat “musibah” yang dialami saksi PKS bernama Rudi tersebut segala keletihan, kepenatan, dan ke-ke lainnya sontak lenyap..

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun