Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Hindari Chaos, MK Harus Tolak Permohonan "Pemilu Serentak"

23 Januari 2014   12:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:33 868
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sidang permohonan uji materi yang dimohonkanEffendi Gazali rencananya akan digelas siang ini, Kamis (23/1/2014) pukul 13.30 WIB. Dalam uji materi iniEffendi menjadi representasi dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak. Tujuan dari gugatan Effendi ini setali tiga uang dengan gugatan yang diajukan oleh Yusril Ihza Mahendra yaitu pelaksanaan pemilu serentak. Sepertinya, Yusril optimis permohonannya judicial review-nya ini bakal dikabulkan MK.

Sepertinya Yusril lupa bila dalam keputusannya MK tidak hanya menimbang sisi “teks hukum” saja. Ada faktor lain yang dijadikan MK sebagai acuan untuk mengambil keputusan. Bagi MK yang terpinting adalah apakah keputusannya itu menguntungkan atau merugikan masyarakat.

Pada 3 Juli 2009, misalnya, MK yang diketuai Mahfus MD lewat PUTUSAN Nomor 98/PUU-VII/2009 mengabulkan gugatan uji materi terhadap Pasal 188 Ayat 2 dan 3, Pasal 228, dan Pasal 255 dalam UU No 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden, terkait dengan larangan pengumuman hasil survei pada masa tenang dan larangan pengumuman penghitungan cepat pada pemilu presiden (pilpres) pada saat hari dilaksanakan pilpres. Gugatan ini diajukan oleh Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) yang diwakili oleh Ketua Umum AROPI Denny JA dan Sekjen AROPI Umar S Bakri.

Meskipun MK mengabulkan gugatan tersebut namun, dari 9 hakim MK terdapat 3 hakim yaitu Achmad Sodiki, M. Akil Mochtar, dan M. Arsyad Sanusi

yang menyatakan berbeda pendapat (dissenting opinions). Sebelum mengabulkan permohonan tersebut MK dihadapkan pada dua kepentingan, dua nilai hukum, yakni kepentingan setiap orang untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi, berhadapan dengan kewajiban negara untuk melindungi rakyat banyak dari hal-hal yang berpotensi mengguncang ketenangan, ketertiban dan ketentraman masyarakat.

Pertimbangan hakim MK terkait soal instabilitas yang dipicu publikasi survei mungkin didasari pada chaos yang terjadi pasca pemilu Iran sebulan sebelumnya. Pasca pemilu Iran yang dilangsungkan pada 12 Juni 2009bermunculanlah protes pendukung Mir-Hossein Mousavi terhadap kemenangan Mahmoud Ahmadinejad.

Salam satu pemicu aksi demonstrasi yang menelan korban jiwa itu adalah simpang siurnya hasil survei yang dirilis berbagai lembaga survei sebelum gelar pemilu. Perbedaan hasil survei ini menurut New York Time disebabkan oleh fluktuasi elektabilitas yang tinggi di antara para kandidat presiden. Di samping itu beredarnya rilis quick count lewat internet dan SMS yang berbeda dengan dengan rekapitulasi sementara penyelenggara pemilu menjadi puncak ketidakpercayaan terhadap hasil

Pemilu 2014 pastinya lebih strategis dibanding pemilu 2009 di mana pada tahun ini terjadi pergantian sosok pemimpin. Sebagaimana hasil rilis sejumlah survei pada 2014 ini bukan hanya sosok pemimpin yang berganti, tetapi juga “warna” politik akan berubah dari “biru” ke “merah”. Pergeseran kekuatan politik secara normal (pemilu sesuai rencana) saja berpotensi menimbulkan goncangan, apalagi bila pergeseran tersebut mengalami “hentakan”. Bila “hentakan” tersebut tidak bisa dikelola secara bijak oleh aparat keamaan, mulai dari polisi, TNI, dan intelijen pasti akan terjadi instabilitas keamanan. Instabilitas keamanan ini pastinya akan berdampak terhadap kehidupan rakyat secara umum.

Berkaca dari pertimbangan keputusan MK soal rilis survei pada pemilu 2009 dan potensi timbulnya kerusuhan/chaos pada 2014 bila pemilu digelar serentak, seharusnya MK menolak permohonan Effendi dan Yusril.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun