Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Drakula" dan Misteri Pertemuan 20 Menit SBY-Prabowo

28 April 2014   19:19 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:06 754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Katanya, dalam dunia politik praktis apa saja bisa terjadi. Kawan bisa menjadi lawan. Sebaliknya, lawan bisa jadi kewan. Yang ada hanya kepentingan. Kalau ada kesamaan kepentingan siapa pun bisa jadi kawan. Kalau kepentingannya berbeda, semua bakal diposisikan sebagai lawan.

Para politisi bisa saja melakukan segala macam manuver demi kepentingannya. Mau main di bawah meja. Mau tukar guling di belakang panggung. Atau saling himpit di balik selimut. Tapi, ada satu yang mungkin mereka lupakan: ingatan publik. Ingatan publik inilah yang menjadi faktor X dalam patgulipat politisi.

Jelang pilpres 2014 ini publik kembali diingatkan pada aksi teror yang terjadi pada Jumat 17 Juli 2009 atau sembilan hari pasca pilpres. Kurang dari tiga jam setelah kejadian, Presiden SBY membacakan pidatonya.

“... Barangkali ada diantara kita yang di waktu yang lalu melakukan kejahatan, membunuh, menghilangkan orang, barangkali dan para pelaku itu masih lolos dari jeratan hukum, kali ini negara tidak boleh membiarkan mereka menjadi drakula dan penyebar maut di negeri kita ... “ Inilah penggalan pidato Presiden SBY beberapa saat setelah pemboman Hotel Ritz-Marriott.

Tanpa perlu bersusah payah mencari tahu siapa sosok drakula yang dimaksud SBY, publik sudah menyimpulkan bila yang drakula dimaksud SBY adalah Prabowo Subianto. Kesimpulan publik tersebut justru dikuatkan oleh desakan pendukung Prabowo agar SBY menglarifikasi isi pidatonya tersebut.

Sosok Prabowo memang sulit dilepaskan dari peristiwa penculikan aktivis pada 1998. Proses hukum terhadap pelaku penculikan yang setengah-setengah justru menempatkan Prabowo sebagai pihak yang paling bertanggung jawab. Ditambah lagi dengan dipecatnya jenderal bintang tiga ini dari dinas kemiliteran membuat mantan Pangkostrad ini kesulitan membantah keterlibatannya.

Lebih dari setahun lalu atau tepatnya 11 Maret 2013 SBY bertemu dengan Prabowo. Menurut Fadli Zon, dalam pertemuan tersebut keduanya membahas isu-isu strategis. Dalam keterangan tertulisnya orang terdekat Prabowo itu mengutarakan presiden menyampaikan situasi terkini Indonesia di berbagai bidang. Presiden juga memaparkan apa yang telah dilakukan dan tantangan-tantangan Indonesia ke depan. Sedang isu yang dibicarakan antara lain soal hubungan internasional, ekonomi, pertanian, perdagangan, investasi, pariwisata, birokrasi, energi dan politik.

Lalu, bagaimana dengan pembicaraan empat mata selama 20 menit antara SBY dengan Prabowo yang berlangsung setelah pertemuan? Dan, inilah yang masih menjadi misteri bagi publik. Namun pertemuan empat mata selama 20 menit itulah yang paling menarik perhatian. Dua puluh menit adalah waktu yang cukup panjang untuk membicarakan sebuah masalah penting yang bersifat rahasia. Apakah isu strategis yang dibahas secara rahasia tersebut adalah rencana perombakan kabinet, jika Menteri Pertanian Suswono menjadi tersangka, di mana Gerindra akan bergabung ke dalam koalisi dan menduduki kursi dalam kabinet (belum tentu kursi Menteri Pertanian). Spekulasi ini sangat mendasar, apalagi bila mengingat Gerindra bersama Partai Demokrat, PAN, PPP, dan PKB menolak dibentuknya pansus pajak. Tapi, sestrategis apakah isu jabatan menteri bagi keduanya menjelang 2014 nanti sampai-sampai Prabowo harus menemui SBY dan bicara empat mata? Ataukah ada isu lain yang lebih strategis yang mengharuskan keduanya berembuk, misalnya masalah suksesi 2014 nanti?

Keesokan harinya, 12 Maret 2013 7 Jenderal datang menemui SBY. Luhut Panjaitan yang hadir dalam pertemuan tersebut mengaku membahas pemilihan 2014, utamanya pemilihan presiden. Menurutnya, purnawirawan menyampaikan kepentingannya terkait pemilihan presiden mendatang. “2014 jelas, siapapun yang terpilih itu yang terbaik. Kami menyampaikan bahwa kami punya kepentingan 2014 bahwa presiden yang terpilih, harus atau sebaiknya adalah orang yang mampu melakukan dan memanfaatkan succes story Presiden SBY. Keterangan Luhut yang datang bersama Subagyo H.S., Fahrul Rozi, Agus Widjojo, Johny Josephus Lumintang, Sumardi, dan Suaedy Marasabessy ini lebih terbuka dibanding pernyataan Fadli Zon.

Apakah penjelasan Luhut tersebut sebagai pengungkapan atas isi pembicaraan rahasia SBY-Prabowo? Kemudian, apakah kedatangan ketujuh jenderal itu sebagai isyarat ketidaksetujuan mereka atas pencalonan PS sebagai capres? Namun bila menyimak Apa Kabar Indonesia pada 13 Maret 2013, dengan tegas Luhut menyatakan kriteria calon presiden 2014 adalah tokoh yang tidak memiliki beban masa lalu. Dari pernyataan Luhut di TV One tersebut nampak jelas ada kesamaan pandangan antara 7 jenderal yang datang bersamanya dengan sikap SBY yang disampaikan pada pidato pasca bom Ritz-Marriott.

Belakangan santer diberitakan SBY berniat membangun poros baru untuk berkompetisi dalam pilpres 2014. Tidak jelas bentuk poros SBY ini. Siapakah anggotanya? Siapa tokoh yang bakal dicalonkan menjadi capres atau cawapres? Dan, jika poros SBY ini tidak bisa memunculkan sosok capres/cawapres, kemanakah dukungan poros ini akan diberikan?

Di sisi lain Prabowo yang tingkat elektabilitasnya dapat menyaingi Jokowi belum bisa diajukan sebagai capres karena persyaratan presidential threshold (PT). Gerindra yang menggusung Prabowo membutuhkan sekitar 14 persen suara untuk bisa lolos PT.

Jika, berkaca pada pidato 17 Juli 2009 dan pertemuan SBY dengan 7 jenderal purnawirawan kecil kemungkinan SBY akan mendukung Prabowo. Namun, sikap SBY tersebut bisa saja berubah setelah pertemuan empat mata dengan Prabowo selama 20 menit. Dan, daya saing Prabowo yang ditunjukkan dengan tingkat elektabilitasnya bisa dijadikan alasan dukungan SBY kepada Prabowo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun