Saya menuliskan ini sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2017-2022
Apa salah Yusron Ihza Mahendra? Kan dubes RI untuk Jepang ini hanya meneruskan status FB akun Suryo Prabowo milik Johanes Suryo Prabowo (JSP) yang diposting setengah bulan sebelumnya. Kenapa Yusron diributkan, sedang sumber kicauannya tidak? Ini aneh!
Kalau pun status FB JSP yang dipermasalahkan, pertanyaannya juga sama, di mana salahnya. Bukankah yang tertulis pada status itu sudah sering saya tulis juga di Kompasiana. Dan, teman-teman juga banyak yang membaca, berkomentar, dan nge-vote.
Coba ingat-ingat, tulisan-tulisan saya tentang adu domba, proxy war, dan sejenisnya. Bukankah isi dari tulisan saya sejalan dengan pikiran JSP yang diteruskan oleh kicauan Yusron.
Saya pernah menulis,.malah berkali-kali menulis, tentang adanya upaya provokasi untuk menciptakan situasi chaos seperti yang pernah terjadi pada Mei 1998. Upaya itu pernah dicoba pada Mei 2015 lewat isu anti-asing aseng asong yang diteriakkan kader KAMMI dan kader-kader dakwah lainnya.
Waktu itu isu tenaga asing asal Tiongkok dan beras plasti impor asal Tiongkok dijadikan pintu masuk untuk memicu kerusuhan. Tapi, gagal. Kedua isu tersebut ternyata tidak mampu memicu kerusuhan, hanya mampu membangun kebencian. Sementara kerusuhan harus dipicu oleh isu yang nampak di depan mata. Dan sekarang ini isu itu ada di depan mata. Isu berupa Ahok dengan perangai arogannya. Dengan demikian, Ahok adalah “dinamit” yang dimanfaatkan oleh sekelompok orang untuk memicu terjadinya ledakan konflik. Seterusnya, sama persis dengan yang terjadi pada 1998: jatuhnya pemerintah Jokowi.
Kalau JSP menyinggung konflik di Afganistan dan di Suriah untuk dijadikan pelajaran. Bukankah saya juga sering menulis tentang itu. Bedanya, menurut saya, upaya penciptaan konflik di Indonesia lebih mirip dengan yang terjadi di Libya dan Suriah. Modusnya sama, pelakunya sama, dan masih banyak lagi kemiripan lainnya.
Aroma tengah terjadinya adu domba ini juga banyak diungkapkan oleh Panglima TNI Jend. Gatot Nurmantyo. Bahkan, ketika masih menjabat KSAD pun Gatot kerap kali mengingatkan hal ini. Jadi, apa yang ditulis oleh JSP bukan lagi hal yang baru. Setidaknya, Gatot Swandito dan Gatot Nurmantyo sudah lama mengatakannya.
Sebenarnya, sasaran adu domba itu bukan hanya etnis Tionghoa, tetapi juga penganut Syiah, Ahmadiyah, termasuk juga NU yang diincar oleh teroris ISIS. Kalau boleh bilang, sebelum Menko Polhukam Luhut Panjaitan pada 3 Desember 2015 mengungkapkan adanya informasi intelijen tentang akan adanya serangan terhadap kelompok Syiah, saya sudah berulang kali menuliskannya di Kompasiana ini. Karena itulah saya berpikir kalau saya ini sangat layak menjadi cagub.
Perlu diingat, selama satu bulan kemarin saja setidaknya ada 2 potensi benturan yang jika tidak cepat diantisipasi bisa menimbulkan konflik. Pertama, saat Ridwan Kamil akan mendeklarasikan dirinya sebagai cagub. Ketika itu rencananya pendukung Ridwan akan berkumpul di beberapa titik dengan 1 titik sebagai pusatnya. Di sisi lain, pendukung Ahok dan pendukung Ridwan saling umbar serangan di dunia maya..Akibat dari saling serang ini situasi manjadi panas. Apa jadinya jika pada hari-H deklarasi ada pihak yang memprovokasi keduanya untuk saling serang di dunia nyata? Beruntung pada saat yang menentukan Jokowi meminta Ridwan untuk mundur dari pencalonan.
Kedua, ketika Ahok memutuskan untuk maju lewat jalur independen. Para pendukung Ahok ketika itu malah menyerang secara membabi buta PDIP dan Megawati sebagai ketua umumnya. Bukan saja pendukungnya, Ahok pun turut memanasi situasi dengan pernyataannya tentang mahar. Tentu saja hujatan-hujatan yg dilontarkan kawanan Ahok itu menimbulkan kegeraman pada kader PDIP. Sekali lagi,beruntung, PDIP mengeluarkan Surat Intruksi kepada kadernya untuk tidak berkomentar tentang pilgub. Bayangkan apa jadinya kalau SI itu tidak atau terlambat dikeluarkan.