Penuntasan kasus korupsi SKK Migas yang menjerat ketuanya Rubi Rubiandini mulai merembet ke politisi senayan. Kamis (16/1/2013) KPK menggeledah ruang kerja dan rumah Ketua Komisi VII Sutan Bhatoegana. Penggeledahan Ketua DPP Partai Demokrat ini akan semakin membenamkan tingkat elektabilitas partainya. Tapi, turunnya tingkat elektabilitas Demokrat akibat kasus korupsi yang melibatkan petinggi-petingginya bukan hal yang menarik untuk dibahas lagi.
Dua hari setelah bocornya sprindik KPK yang menetapkan Anas Urbaningrum sebagai tersangka kasus korupsi Hambalang, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat mengumpulkan seluruh kadernya pada 10 Februari 2013 untuk menandatangani Pakta Integritas. Ada 10 poin dari Pakta Integritas yang bertujuan menyelamatkan Demokrat pada pemilu 2014. Dua poin di antaranya “menuntut” kader Demokrat baik di legislatif, eksekutif, maupun yudikatif untuk bersih dari korupsi. Berikut dua poin tersebut sebagaimana yang dipublikasi Kompas.com:
6. Sebagai kader Partai Demokrat yang saat ini sedang menjalankan tugas legislatif dan yudikatif saya akan menjalankan moral dan tata pemerintahan yang bersih dari korupsi, kapable, dan responsif dan bekerja sekuat tenaga bagi bangsa dan negara.
7. Sebagai pejabat publik saya akan mencegah dan menghindarkan diri dari perbuatan korupsi, suap, asusila, narkoba dan pelanggaran berat tersebut. Bila saya tersangka, terdakwa dan terpidana sesuai dengan kode etik saya siap menerima sanksi yang ditetapkan dewan kehormatan.
Bhatoegana yang juga pendiri dan menjabat ketua DPP Demokrat ini pastinya ikut menandatangani Pakta Integritas tersebut. Selain itu Bhatoegana pastinya tahu konsekuensi terhadap partainya bila pakta tersebut dilanggarnya. Tapi faktanya, untuk keperluan hari raya Idul Fitri 2013, Bhatoegana melanggar pakta yang telah dideklarasikannya dengan meminta uang THR kepada kepada Rubi.
Penggeledahan Bhatoegana ini secara tidak langsung telah membuktikan sikap skeptis publik terhadap kesetiaan kader Demokrat atas Pakta Integritas yang telah ditandatanganinya. Apalagi, kasus ini pun menyeret anggota legislatif asal Demokrat lainnya, Tri Yulianto. Fakta ini pun secara langsung telah mematahkan pernyataan SBY yang tidak menerima partainya disebut sebagai partai korup.
"Pertanyaan saya tolong dijawab dengan jujur. Benarkah hanya Demokrat yang kadernya melakukan korupsi? Apakah pihak-pihak lain semuanya bersih dan tidak ada yang korupsi? Mengapa jika kader Demokrat yang salah lalu habisinya tidak kepalang, sementara yang lain aman-aman saja," tanya SBY.
"Adilkah cara-cara seperti itu? Apakah sikap dan cara tebang pilih, tidak adil itu baik untuk pemberantasan korupsi ke depan? Apakah pihak-pihak yang menutupi dan lindungi kadernya yang melakukan korupsi juga baik? Mengapa justru Demokrat yang berani ambil risiko malah dianggap partai yang korup?" kata SBY.
Semua pertanyaan SBY ketika membuka acara Temu Kader dan Perayaan HUT Demokrat di Sentul International Convention Center (SICC) di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (26/10/2013, dijawab oleh seluruh kader Demokrat, "Tidak."
Digeledahnya dua kader Demokrat ini telah mengubah Pakta Integritas yang sebelumnya dideklarasikan sebagai kunci kemenangan pada pemilu 2004 menjadi slogan kosong melompong yang tidak lagi bertaji. Pakta ini pun bernasib sama seperti iklan “Katakan tidak pada korupsi” di mana tiga bintang iklannya, Angelina Sondakh, Andi Mallarangeng, dan Anas Urbaningrum terjerat kasus korupsi. Sementara satu bintangnya lagi, Edhie Baskoro Yudhoyono namanya sudah disebut-sebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H